FYI.

This story is over 5 years old.

Donald Trump

Trump 'Membanting Telepon' Usai Berdebat Sengit dengan PM Australia

"Sambungan telepon terburuk sejauh ini,” kata pejabat senior Gedung Putih tentang debat Trump dan Malcolm Turnbull, dipicu perjanjian menampung 1.250 imigran.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump, berdasarkan laporan kredibel dari saksi mata, mencaci Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull. Keributan ini terjadi dalam percakapan telepon akhir pekan lalu. Komunikasi keduanya berakhir tiba-tiba sebelum durasi yang dijadwalkan. Trump mengakhiri komunikasi di tengah pembicaraan dengan gestur seakan-akan membanting gagang telepon. Sang presiden AS jengkel pada Turnbull gara-gara kesepakatan yang ditetapkan oleh mantan Presiden Obama. Tahun lalu, Obama menjamin AS bersedia menerima 1.250 pengungsi dari pusat penahanan Australia—janji yang disebut Trump sebagai "kesepakatan terburuk sepanjang masa."   Percakapan telepon antara Malcolm Turnbull dan Trump terjadi pada hari yang sama dengan percakapan sang Presiden AS dengan empat pemimpin negara lainnya. Trump sebelumnya menghubungi Kanselir Jerman Angela Merkel, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Presiden Perancis François Hollande, dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Mengingat ikatan erat antara Australia dan AS, percakapan telepon dengan Turnbull seharusnya berlangsung informal dan terus terang. Bukannya senang, Trump mendeskripsikan telepon dengan PM Australia sebagai "percakapan telepon terburuk sejauh ini"—menurut staf senior Gedung Putih kepada surat kabar the Washington Post.

Iklan

Percakapan telepon Trump-Turnbull sebenarnya dijadwalkan berlangsung satu jam. Namun Trump mengakhirinya hanya dalam 25 menit. Trump menegaskan kembali penolakannya terhadap program pengungsi, menyebutnya "kesepakatan tolol" di Twitter, dan berjanji akan menginvestigasinya.

Amerika Serikat pada era Obama berjanji menerima 1.250 pengungsi dari pusat penahanan Australia yang terletak di pulai Nauru dan Papua Nugini. Sebagian besar pengungsi yang tertahan di sana berasal dari Somalia, Iran, Irak, dan Sudan. Sontak saja Trump menolak, karena mereka termasuk dalam tujuh negara yang warganya dilarang memasuki AS selama 90 hari ke depan sesuai dekrit yang dia buat. Keppres Trump itu memicu unjuk rasa besar di seluruh dunia serta solidaritas komunitas internasional terhadap kalangan muslim.

Menurut narasumber Washington Post, Trump mengatakan pada Turnbull jika dia sampai menerima para pengungsi sesuai janji Obama, maka dia "akan dibunuh" secara politis oleh para pendukung maupun kalangann oposisi. Trump lebih lanjut mengatakan Australia seakan-akan mencoba mengekspor "pelaku serangan Bom Boston berikutnya ke AS." Saat dikonfirmasi mengenai kebenaran pertengkaran dengan Trump lewat telepon, Turnbull menolak memberi rincian detail. "Percakapan telepon dengan Trump berlangsung secara terus terang, blak-blakan, dan privat," ujar Turnbull dua hari lalu. "Kalau kamu sudah membaca laporan mengenai percakapan tersebut, saya tidak akan menambahkan apa-apa lagi."

Iklan

Narasumber pemerintahan yang berbicara pada Sky News mengkonfirmasi bahwa percakapan telepon tersebut diputus di tengah-tengah. Trump "berteriak" pada Turnbull di tengah pembicaraan. Menurut laporan saksi mata, PM Turnbull mengatakan pada stafnya: "Trump itu jenis orang yang suka mem-bully."

Australia dan AS telah menjalin hubungan diplomatik selama 76 tahun. Kedua negara memiliki pertahanan bilateral dan kerjasama keamanan yang kuat, dengan tentara AS bertempur bersama tentara Australia setidaknya dalam tiga dekade terakhir. Tahun lalu,

Obama dan Turnbull menegaskan kembali hubungan akrab

antara kedua negara dalam bermacam sektor. Termasuk memberantas terorisme, serangan siber, dan perdagangan. Sehari sebelum percakapan telepon yang berakhir buruk dengan Turnbull, Trump berusaha mem-

bully

 pemimpin negara lain. Berdasarkan transkrip yang bocor berisi percakapan telepon dengan Presiden Meksiko Enrique Peña Nieto,

seperti dilaporkan kantor berita Associated Press

, Trump mengancam akan mengirim tentara AS ke Meksiko, dengan dalih memberantas sindikat kriminal dan kartel narkoba. "Di negara kalian ada banyak

hombre

jahat. Kalian tidak berusaha keras menghentikan mereka. Saya rasa militer kalian ketakutan. Sementara militer kami tidak gentar, jadi apa perlu saya kirim tentara AS ke sana untuk mengurus mereka?" kata Trump.

Melalui sebuah pernyataan yang dirilis setelah percakapan telepon dengan Peña Nieto, Gedung Putih tidak membantah atau membenarkan bocoran kata-kata Trump yang terkesan melecehkan Presiden Meksiko. Setidaknya staf Trump mengakui bahwa Trump dan Nieto terlibat dialog yang sengit. "Ada perbedaan sikap yang jelas di antara mereka."