FYI.

This story is over 5 years old.

Kuliner

Rutin Minum Rebusan Kaldu Menyembuhkanku Dari Depresi

Saya juru masak yang sibuk bekerja. Saya sering lesu, stres, kelebihan berat badan, depresi. Setelah iseng rutin minum kuah kaldu, saya tersadar rasanya enak sekaligus menyehatkan.
TY
seperti diceritakan pada Tae Yoon
Foto dari Flickr.

Artikel ini pertama kali tayang di MUNCHIES.

Dua puluh tahun pertama sepanjang kehidupan profesional saya diisi kafein, nikotin, dan alkohol. Saya memulai hari pasti dengan minum kopi dalam rangka mengatasi basian mabuk semalam. Siang harinya, saya bakal membakar rokok pertama. Sebelum makan malam pasti saya sudah menghabiskan setengah bungkus rokok. Setelah jam kerja saya berakhir, saya luar biasa amburadul. Saya perlu alkohol untuk menenangkan syaraf dan supaya bisa tidur. Soal pola makan, roti dan mentega adalah andalan saya. Sekitar pukul 3 siang saya bakal kelaparan karena saya tidak makan berat seharian. Saya bakal makan roti seperti orang ngamuk, sampai akhirnya kenyang. Saya merasa lelah dan mengantuk setelahnya, jadi saya menuangkan lagi kopi ke cangkir supaya melek. Hidup seperti ini selama bertahun-tahun jelas tidak sehat, namun butuh bertahun-tahun pula untuk menyadarinya. Sementara itu, saya sering mengamuk semasa mencoba mengeksekusi visi saya tentang bagaimana restoran yang "sempurna" sebaiknya beroperasi. Saya maniak gila kontrol yang tidak memedulikan perasaan siapapun, termasuk diri sendiri. Saya terlampau ambisius. Saya ingin bekerja di dapur, membuka restoran-restoran saya sendiri, dan menjadi juru masak sukses. Saya rela melakukan apapun untuk mencapai keinginan tersebut. Saya mengerahkan 100 persen diri saya pada dapur dan bekerja 80 jam setiap minggunya, tanpa protes. Siapapun bisa hidup seperti itu di usia 20an dan 30an, begitu pula saya. Tapi, seiring dengan bertambahnya usia, menjadi juru masak manik membuat saya sakit secara fisik. Saya stres, kelebihan berat badan, depresi, dan saya merasa buruk setiap saat. Saya berpikir, Wah, enggak bisa kayak begini terus—dan itulah saat saya mencari tahu apa yang sebaiknya saya lakukan. Butuh beberapa saat hingga saya akhirnya memberanikan diri mengunjungi seorang ahli gizi. Saya menjalani sejumlah tes dan ternyata saya memiliki segala macam penyakit. Dia bilang saya mengidap asam urat, kolesterol sangat tinggi, kadar gula yang sama tingginya, dan resistensi insulin tahap awal. Saya takut setengah mati, namun saya jadi sadar bahwa saya perlu belajar soal kesehatan dan kesegaran, dan cara menjadikan dua hal tersebut bagian dari hidup saya.

"Saya sering kelelahan dan stres, lalu tidak punya cara mengatasi amarah."

Untunglah, saya mulai memprioritaskan kesehatan. Saya memutuskan minum kuah kaldu, tanpa sendok, langsung dari mangkuk. Awalnya iseng saja. Ternyata, selain rasanya enak, kuah kaldu juga terasa sangat melegakan. Kuah kaldu mengisi perut saya dan memberikan energi tanpa kegugupan dan crash yang saya alami saat minum kopi. Saya benar-benar percaya kuah kaldu adalah comfort food paling orisinil di dunia. Kuah kaldu sudah ada sejak entah kapan. Rasanya enak dan menghangatkan. Kuah kaldu mengingatkan saya pada masa kanak-kanak, di mana saya sering menyeruput kuah kaldu dengan pastina Ronzoni dan keju parmesan. Sup berbasis kaldu ala Itali (escarole, stracciatella, tortellini en brodo) adalah santapan khas masa kecil dan definisi saya atas comfort food. Meski saya sangat antusias soal kuah kaldu, saya baru sadar ingin membagi antusiasme itu dengan orang banyak. Saya telah menjalankan Hearth, restoran di East Village, untuk lebih dari sepuluh tahun, dan selama itu pula saya memiliki pintu pastry menghadap 1st Avenue. Mempergunakan pintu itu merupakan obsesi tersendiri, namun tidak kunjung terealisasi. Saya selalu beralasan terlalu sibuk dengan pekerjaan yang sudah ada. Lalu, beberapa bulan terakhir saya jadi semakin gemas dengan pintu tersebut. Fokus saya soal kesehatan akhir-akhir ini, buku masak berjudul A Good Food Day dan kuah kaldu yang saya selalu minum memberi inspirasi bisnis. Saya bisa menjual kuah kaldu di cangkir kopi kertas dengan lubang untuk menyeruputnya! Bukan hanya itu, saya bisa menjual beragam kuah kaldu, dan saya bisa menyediakan isi kuah jadi orang-orang bisa menyesuaikannya dengan selera masing-masing. Itulah awal mula kenapa saya mendirikan Brodo.

"Saya pribadi sih, enggak mau mengonsumsi produk daging dikemas dalam suhu ruangan."

Meski kuah kaldu amat populer di berbagai budaya, sulit sekali menemukan sumber yang baik. Beberapa perbedaan antara kuah kaldu enak dan kuah kaldu buruk adalah umami, rasio air dan tulang belulang, dan bumbu yang tepat. Ada pula hewan-hewan dan tulang hewan tertentu yang saya senang gunakan. Kegemaran saya adalah kuah kaldu dari masa kecil dulu; berisi kalkun, ayam, dan sapi. Daging-daging tersebut, dengan tambahan mirepoix dan tomat kalengan, menjadi kuah kaldu yang sangat kaya dan kompleks. Untuk ayam-ayam organik, saya menggunakan hewan utuh, dalam artian ada leher, punggung, dan segala macam. Untuk kaldu sapi, saya suka menggunakan tulang leher yang gemuk, daging di sekitar kaki (alias sumsum), dan buku-buku jari. Penting sebagai catatan bahwa tidak semua kuah kaldu tercipta setara. Mayoritas kuah kaldu yang tersedia di supermarket dibuat dalam suhu ruangan. Saya pribadi sih, enggak mau produk daging yang dikemas dalam suhu ruangan. Hal ini bikin saya ketakutan dan saya enggak mau memakannya. Saya juga enggak mau minum kuah kaldu yang dibuat dari kaldu padat kotakan. Banyak restoran murah menggunakan kaldu kotakan, jadi saya rasa penting untuk mencari tahu dari mana asal kaldu yang kamu konsumsi. Mengingat saya tidak selalu sadar soal apa yang saya makan dan taruh ke dalam tubuh, saya menjadi amat frustasi dengan ide bahwa makanan hanya perlu terasa enak. Hal ini keliru karena makanan tak sekadar soal rasa. Doritos rasanya enak, tapi bukan berarti kamu bisa memakannya setiap saat. Hal menarik soal meminum kuah kaldu enak dalam keseharian adalah, selain rasanya emang enak banget, santapan ini memiliki sederet manfaat bagi kesehatan. Sebelum saya keranjingan makanan sehat, saya selalu punya masalah pencernaan, dan saya rasa meminum kuah kaldu kini membantu pencernaan saya menjadi lebih sehat, yang menurut saya penting untuk menjaga supaya tidak depresi. Saat saya begah, neurotik, dan meradang dulu, saya selalu depresi. Saya sering ngamuk dan enggak terkontrol. Saya sering teriak-teriak ke orang lalu pulang ke rumah dengan perasaan bersalah. Saya bakal sedih karena merasa gagal mengontrol diri. Lalu, hari selanjutnya saya akan mengulangi hal yang sama karena permasalahannya belum tertangani: Saya kelelahan dan stres dan tidak punya perspektif untuk mengatasi amarah saya saat muncul. Hidup yang lebih sehat, makanan yang lebih baik, dan mempedulikan tubuh sendiri, menciptakan kesadaran yang memengaruhi segala aspek kehidupan kita. Saya benar-benar percaya ini. Dan ya, kuah kaldu secara historis dikenal sebagai hal yang menyembuhkan, tapi coba tebak? Yang membuat saya gembira soal Brodo adalah, saya bisa mengabaikan itu semua. Kalaupun kuah kaldu tidak memiliki manfaat kesehatan apapun, saya bakal tetap menyeruputnya tiap hari karena rasanya enak banget. Saya enggak tahu bagaimana orang bisa skeptis terhadap kuah kaldu.