FYI.

This story is over 5 years old.

Film dan Seni

Cara Film 'The Square' Mengolok-Olok Elitisme Dunia Seni

Film peraih penghargaan Palme d’Or dari Festival Film Cannes bikinan sutradara Ruben Östland membahas absurdnya politik museum seni.
Satu adegan dari The Square. Foto milik Magnolia Pictures

Dunia seni kontemporer di dunia barat penuh dengan retorika tinggi dan orang-orang munafik yang mencari nafkah di dalamnya. Apakah bisnis seni sudah terlalu kacau untuk dibikinkan sebuah satir? Ini adalah pertanyaan yang dilempar sutradara Ruben Östland lewat film The Square (2017), sebuah potret tentang intrik kultur kunsthalle

Kalau kamu masih punya hati, ketika menonton pasti kamu bersimpati dengan Christian (Claes Bang), tokoh protagonis malang yang bekerja sebagai kurator di sebuah museum di Stockholm. Di adegan pembuka, Christian telanjang bulat. Seorang jurnalis AS (Elisabeth Moss) menanyakan pakaian desainer siapa yang dia kenakan. Jawaban ngawur sok artsy si kurator bukan hanya menjadi bahan tertawaan tapi juga menjadi inti dari film ini.

Iklan

Elisabeth Moss dalam The Square. Foto milik Magnolia Pictures

Mengambil lokasi di halaman X-Royal, sebuah institusi Swedia, terpampang sebuah kotak misterius. Dalam batas kotak tersebut, sebuah plakat bertuliskan "ini adalah suaka rasa percaya dan kepedulian." Pejalan kaki yang lalu lalang diwajibkan membantu siapapun yang berdiri di dalam kotak—sama seperti pengendara motor diwajibkan tidak menabrak penyeberang jalan. Nantinya, untuk kepentingan pameran, kotak tersebut dipindah ke dalam ruangan, diperlakukan sebagai pusaka dari sebuah era singkat ketika altruisme masih hidup (secara teori)—kini hanya terlihat seperti reruntuhan batu-batuan dalam sebuah galeri gelap.

Apa sih artinya sebuah imej? Apa yang benar? Apa yang membuat sebuah imej benar? Dalam adegan kunci film, para peserta jamuan makan malam awalnya terhibur, namun akhirnya takluk oleh penampilan seorang seniman berakting sebagai gorila yang dominan. Karakter ini dimainkan oleh Terry Notary, yang pernah tampil dalam Planet of the Apes, The Incredible Hulk, dan memainkan King Kong dalam film Kong: Skull Island. Ini semua bukan kebetulan. Sepanjang film, Östland menggunakan "monyet" sebagai motif untuk mengatakan bahwa monyet lebih murni dan serius tentang kontrak sosial (karena hidup mereka bergantung padanya) dibanding manusia yang penuh cacat. Ironisnya, puncak dari peradaban manusia adalah penampilan manusia sebagai seorang monyet.

Sutradara Ruben Östlund di lokasi syuting The Square. Foto Milik Magnolia Pictures

Film ini sendiri terinspirasi oleh sebuah proyek tahun 2014, sebuah kotak sungguhan yang dikonseptualisasikan oleh Östland dan Kalle Boman dan dipasang di dua pusat kota Skandinavia. Mereka berusaha menyampaikan pesan betapa absurdnya konsep seni zaman sekarang. Ketika kehampaan bisa menjadi seni, apapun juga bisa disebut seni, lantas sebetulnya konsep apa yang digunakan?

Sesungguhnya, bukan seni yang cacat, tapi manusia yang tidak mampu memberikan seni nilai yang layak. Maka dari itulah film ini penuh dengan tragedi. Sama seperti karakter ayah di film Östland lainnya, Force Majeure, yang meninggalkan istri dan anak-anaknya ketika diserbu badai salju, Christian, sang kurator merupakan korban dari kegagalannya berkaca diri. Dia dilahirkan lemah dan egois, dan akan terus menjadi lemah dan egois, dan maka dari itu tidak layak mewujudkan idealisme seni yang kelewat tinggi.