FYI.

This story is over 5 years old.

Views My Own

‘Black Panther’ Adalah Film Tentang Budaya Kulit Hitam Paling Keren Pernah Kutonton

Alasannya cuma satu tapi menohok abis: 'Black Panther' bisa menunjukkan ada superhero hebat tanpa dukungan satupun sosok kulit.
Gambar dari Marvel.

Aku tak akan bakal bilang kalau “Black Panther adalah film terhebat yang pernah dibuat manusia.” Faktanya, episode terbaru dalam semesta besar bernama Marvel Cinematic Universe bukan film yang adegan demi adegannya yang haram ditinggalkan seperti dalam Shawshank Redemption. Black Panther juga tak memiiki punya saga sesengit trilogi The Godfather. Pun, jalan ceritanya tak semengejutkan Vertigo. Namun, tetap saja, Aku mesti bilang kalau Black Panther adalah salah satu film paling kuat yang pernah aku tonton.

Iklan

Aku juga harus mengakui kalau butuh semacam pengalaman menjadi orang kuliut hitam untuk memahami pendirianku dan juga untuk tahu apa artinya ketika orang sepertiku mengaku kalau dulu pernah membenci warna kulitnya sendiri. Begitulah rasanya tumbuh dewasa dengan kulit gelap—sebuah perjuangan melewati segala macam tamsil, kata-kata serta prasangka yang berusaha menekan kewarasan kami untuk berpikir kalau warna kulit kami harusnya tak pernah jadi masalah. “pengalaman” yang sama juga yang mengubah sejarah perdagangan budak menjadi identifikasi diri yang sifatnya negatif.

Waktu kamu berusia 13 tahun sepertiku pada tahun 1998, kamu tak akan mengerti betapa penting Black Panther (nanti kita bahas yang ini lebih lanjut ya). Cara pikirmu kadung terbentuk oleh propagada anti kulit hitam yang sudah berlangsung selama 200 tahun. Gambar-gambar komik yang menggambarkan betapa kerennya Black Panther kalah tenar dibandingkan perjuangan orang kulit hitam di sekitarku. Di samping itu, emansipasi komunitas Afrika-Amerika dalam karya fiksi/non fiksi berputar di sekitar sosok kulit putih. Syahdan, sosok-sosok kulit putih ini jadi segalanya bagimu. Mulai alasanmu hidup, alasanmu menggapai prestasi hingga alasanmu membenci.

Malcolm X tak akan berhasil dalam perjuangannya tanpa “orang kulit putih” yang harus dia lawan. Lalu pria yang diperankan Will Smith dalam The Pursuit Of Happiness tak akan jadi pialang saham piawai jika tak diberi pekerjaan oleh seorang kulit putih. Intinya, tanpa kehadiran orang kulit putih, kami hanya akan ditemui di hood-hood, lapangan basket, lapangan American Football dan panggung stand up comedian. Di tempat-tempat inilah, seluruh dunia barat ikut merayakan perjuangan dan kenestapaan kami. Orang-orang justru memberikan standing ovation pada penggambaran kami sebagai budak yang dirantai, sementara budaya kami dikemas sedemikian rupa agar orang lain bisa trenyuh, tertawa dan bersyukur dengan kondisi mereka yang jauh lebih baik. Semua ini ujung-ujung menyuburkan keminderan di antara komunitas kulit hitam.

Iklan

Bukti keminderan ini berhasil diungkap dalam eksperimen Kenneth Clark yang diulang oleh Kiri Davis pada 2006. Eksperimen tersebut menunjukan bahwa 15 dari 21 anak memilih boneka putih dibanding boneka hitam. Mereka juga mengasosiasikan putih dengan “cantik” dan “baik” sementara hitam dengan “jelek” dan “jahat.” Dalam kasusku, itu artinya aku harus rajin menggunakan krim pemutih, mengikat rambutku agak ke atas dan bicara sambil terus melakukan code-swicth. Aku berusaha sebisa mungkin tak makan ayam goreng di dekat teman-teman kulit putihku dan sebisa mungkin tak memandang mereka tepat di mata karena aku takut bikin mereka “semaput” tanpa sengaja (jujur, aku masih sering melakukannya). Bagiku, seseorang yang berperan sebagai “Black Panther” adalah ibuku. Dialah yang terus mengingatkan jadi diriku dan mengajarkanku agar bangga akan hal itu. Tak semua orang bisa seperti itu.

Lalu, tahun ini, Marvel melepas Black Panther. Inilah film yang dengan berani menampilkan jagoan berkulit hitam, T’Challa (Chadwick Boseman), Raja Wakanda, sebuah negara fiktif kaya raya di Afrika. Wilayah kekuasan T’Challa dengan berani juga digambarkan sebagai sebuah negara kerajaan yang sangat maju, jauh lebih maju dari negara barat manapun. Di tambah lagi, Karakter-karakter pendukung dalam film ini adalah perempuan dan pria kulit hitam yang kekuatan dan agency serta bebas dari inferiority complex.

Sutradara Black Panther, Ryan Coogler, adalah pria kulit hitam yang lahir di Oakland dan bicara dengan aksen seorang yang lahir di Oakland. Soundtrack Black Panther pun digarap salah satu rapper terdepan saat ini Kendrick Lamar. Yang terakhir, Erick Killmonger (Michael B. Jordan), tokoh antagonis dalam film ini, jauh dari kesan seorang penjahat dari sebuah “hood.” seperti kami, Killmonger juga nyaris frustasi menghadapi pertanyaan tentang identitas dan keselamatan diri mereka. Singkatnya, dalam Black Panther, plot bisa berjalan tanpa kehadiran orang kulit putih.

Iklan

Rasanya tak berlebihan bila kemudian aku bilang kalau anak-anak kulit hitam punya superhero yang bisa mereka banggakan, sebab Black Panther tak jadi keren karena bantuan sosok kulit putih. Black Panther menunjukan segala hal yang hebat dari sesosok superhero juga bisa dicapai secara mandiri oleh kami, kaum afrika-amerika.

Pun, kita bisa melihat betapa spesialnya film ini dari catatan rekor penonton hari pertama Black Panther yang luar biasa, beragam acara pemutaran film ini untuk menggalang dana bagi anak kulit hitam dan ramainya tagar #WhatBlackPatherMeansToMe. Artinya, banyak mendukung pemutaran Black Panther. Terdapat semacam pemahaman bersama dalam sebuah kelompok tertentu bahwa “perjuangan” Black Panther haruslah berhasil dan bahwa perjuangan ini tak akan berkompromi dengan apapun selain merayakan identitas kaum kulit hitam.

Umumnya, lima film terkeren yang dipilih oleh seorang maniak film adalah yang bisa mendobrak garis batas genre baik dari segi narasi dan teknis. Hanya saja, film yang nyantol di hati adalah film yang membuatmu merasakan sesuatu yang tak akan lekang di makan waktu. Begitu aku melangkah keluar dari bioskop setelah menonton Black Panther, setiap orang berkulit hitam yang aku lihat kuanggap bak saudara atau saudariku sendiri. Aku tak lagi menunduk jika beradu pandangan dengan lawan bicaraku, apalagi yang berkulit putih. Yang tersisa di paras wajahku cuma senyum. Selain itu, segala kegeraman dan kebencian kini digantikan rasa bangga, kekuatan baru dan rasa bahagia. Aku merasa seperti baru bangun dari tidur yang lama.

Black Panther menyuguhkan satu kemungkinan yang tak pernah diungkap oleh film-film lainnya, bahwa orang kulit hitam juga bisa digdaya, adiluhung, keren, hebat, tanpa selalu membutuhkan intervensi kaum kulit putih!

Follow Noel Ransome di Twitter.