FYI.

This story is over 5 years old.

Seks

Dorongan Seksual Gamer Lebih Rendah Dari Manusia Kebanyakan

Plis jangan bully gue gara-gara artikel ini.
Syarafina  Vidyadhana
Diterjemahkan oleh Syarafina Vidyadhana
Foto ilustrasi oleh Bisual Studio.

Artikel ini pertama kali tayang di Broadly.

Di era sekarang, bermain video game masih saja dicitrakan buruk. Meski banyak laki-laki (dan perempuan!) menjalani alur permainan perang intergalaksi secara beradab di sofa kontrakan, budaya gaming ternyata disusup wacana anti-feminisme dan trolls. Banyak yang telah dibahas soal dampak budaya gaming terhadap politik pemuda—tapi, apa gaming juga dapat berdampak pada kehidupan seks mereka? Sebuah penelitian baru-baru ini, terbit pada Journal of Sexual Medicine, telah menelaah kaitan antara video game dan kesehatan seksual laki-laki dewasa. Di satu sisi, hasil penelitian ini seakan memihak populasi gamer: Setelah menjajaki pendapat 396 laki-laki Italia, para peneliti menemukan bahwa gamer cenderung jarang mengalami ejakulasi dini dibandingkan dengan responden non-gamer. Namun penelitian ini juga menemukan bahwa gamer mempunyai dorongan seks lebih rendah. Salah satu faktor pendorongnya, memainkan video game seringkali membuat mereka intens. "Bisa diasumsikan bahwa 'stres akibat video game' bisa memicu hiperprolaktinemia, dan kemungkinan menyebabkan berurangnya dorongan seks," seperti dikutip dari penelitian tersebut. Kedua temuan itu boleh jadi saling berkaitan. Para peneliti menjabarkan bahwa video game memasok aliran dopamine, "hormon kenikmatan" yang merangsang orgasme, di tubuh gamer, sehingga gamer mengalami penurunan respon reseptor. Menurut para peneliti, "Hal ini dapat menyebabkan ketahanan pada refleks ejakulasi dan penurunan minat berhubungan seks." Pada akhirnya, rancangan penelitian ini tidak dapat menentukan penyebab penurunan ejakulasi dini dan dorongan seks, dan dibutuhkan penelitian lebih jauh untuk menentukan apakah video game berbahaya bagi kesehatan seksual laki-laki. "Karena saya adalah gamer kawakan, saya sih ngarepnya video game enggak berbahaya!" kata peneliti utama, Andrea Sansone, kepada Broadly. "Saya rasa video game boleh jadi mirip dengan latihan fisik, dari segi: kalau sesekali bisa bermanfaat, tapi kalau berlebihan jadi berbahaya," lanjutnya. "Kami baru mencakup permukaannya saja, dari bidang baru penelitian ini: Semoga sih dalam waktu dekat kami bisa mendapatkan hasil yang lebih ajeg. Sementara waktu, saya bakal terus main game!"