FYI.

This story is over 5 years old.

Berita

Tragedi Serangan Teroris Menimpa Klub Malam Turki Saat Tahun Baru

39 pengunjung tewas setelah pria bersenjata menembaki orang-orang yang memadati klub Reina di Istambul untuk merayakan pesta pergantian tahun.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News. 

Dilaporkan 39 orang tewas sementara 69 pengunjung klub malam lainnya luka-luka, akibat insiden penembakan pada pesta malam perhantian tahun di Kota Istambul, Turki. Klub yang populer di kalangan warga kelas menengah atas Istambul itu, Reina nightclub, sedang dipadati pengunjung, ketika tiba-tiba satu pria menembaki orang-orang di sekitarnya menggunakan senapan AK-47. Tragedi ini menurut aparat keamanan Turki, terjadi pukul 1.15 dini hari, pada 1 Januari 2017.

Iklan

Pelaku kabur dari TKP setelah melakukan penembakan. Kepolisian Turki sampai sekarang masih melakukan perburuan untuk mencari tahu motif atau afiliasi kelompok teror yang melakukan serangan ini. Klub malam ini banyak dikunjungi pesohor Turki maupun kalangan ekspatriat.

"Aparat keamanan sudah dikerahkan untuk melakukan operasi yang diperlukan [memburu pelaku]. Insya Allah kami akan segera menangkapnya," kata Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu. Pemerintah Turki menyatakan insiden pada malam pergantian tahun ini sudah jelas aksi terorisme. Hasil pendataan sementara, baru 21 korban tewas telah teridentifikasi. Dari 21 korban, Soylu menyatakan 16 di antaranya adalah orang asing. Belum ada keterangan dari negara mana mereka berasal. Adapun empat warga asing lainnya dalam kondisi kritis akibat luka tembak. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan serangan di Istambul ini sangat "keji." Dia berjanji akan mengerahkan semua sumber daya untuk menangkap pelaku, termasuk otak di balik serangan ini. Belum ada organisasi teroris yang mengaku bertanggung jawab atas serangan di Turki.  Sektor keamanan di Turki kini sedang mengalami tekanan. Penembakan Klub Malam Reina adalah insiden teror keempat yang terjadi di negara sekuler itu tak sampai sebulan. Situasi politik di Turki juga belum stabil, akibat upaya kudeta gagal pada Juli 2016. Sebagian besar aksi teror yang menimpa Turki rata-rata dilakukan oleh simpatisan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) serta kelompok separatis Kurdi.

Iklan

"Pemerintah Turki akan melakukan apapun untuk menjamin keamanan warganya serta situasi damai di kawasan sekitar," kata Erdogan.

Laporan Saksi Mata

Serangan ini bermula ketika seorang polisi berjaga di pintu depan klub malam ditembak mati seorang pria. Satu orang yang sedang melintas turut dibunuh oleh pelaku. Gubernur Istambul, Vasip Sahin, menyatakan hanya dalam sekian detik setelah merangsek ke dalam klub, pelaku menembaki pengunjung tanpa menyasar warga negara tertentu.

Sinem Uyanik, salah satu pengunjung yang selamat, menyatakan dia terjebak di bawah tumpukan mayat pada saat kejadian. "Sebelum saya bisa memahami apa yang sedang terjadi, tubuh suami tiba-tiba menimpa saya," ujarnya. "Setelah tembakan berakhir, saya harus menyingkirkan beberapa jasad sebelum bisa keluar dari klub. Ini pengalaman yang mengerikan."

Ratusan pengunjung klub meloncat ke Selat Bospurus, yang berada di samping bangunan klub, untuk menyelamatkan diri. Stasiun televisi NTV melaporkan mereka yang melompat berhasil selamat, kemudian berenang ke tepian selat menghubungkan Benua Asia dan Eropa itu.

NTV pun melaporkan, sosok penyerang ini mengenakan baju Sinterklas. Ketika menembaki korban-korbannya, dia mengucapkan sesuatu dalam Bahasa Arab. Kepolisian Turki belum mengkonfirmasi detail-detail tersebut.

Pemilik Klub Malam Reina, Mehmet Kocarslan, mengaku sebetulnya sudah meningkatkan pengamanan selama 10 hari terakhir. Dia sudah mendapat informasi ada rencana serangan teroris dari beberapa rekannya yang bekerja sebagai intelijen. Namun ternyata tambahan polisi menjaga pintu depan tidak banyak membantu, lantaran pelaku berbuat nekat menembaki siapapun.

Iklan

Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Turki pada 22 Desember lalu, sudah merilis pernyataan, mengingatkan warganya di Turki agar menghindari tempat-tempat ramai. "Kelompok ekstremisi terus melakukan tindakan agresif di seluruh wilayah Turki, terutama mengincar tempat-tempat yang banyak didatangi warga AS dan ekspatriat lainnya," seperti dikutip dari memo tersebut.

Momen serangan ini hanya berselang beberapa hari dari pengumuman yang muncul di Nashir Media, sebuah situs propaganda milik ISIS. Muncul pesan di Nashir mengajak para pendukung Daulah Khilafah untuk melakukan serangan tunggal, sebisa mungkin menyasar orang-orang Barat pada musim liburan. Pesan dari Nashir itu sempat diliput oleh surat kabar the New York Times.

Pemerintah AS mengecam serangan yang menewaskan 39 orang di klub malam Turki ini. Washington berjanji membantu Turki melawan semua pelaku terorisme. "Serangan biadab ini dilakukan terhadap orang-orang tidak berdosa yang sedang merayakan malam tahun baru. Itu sudah menunjukkan betapa barbar perilaku pelaku serangan," kata Ned Price, Juru Bicara Keamanan Nasional AS dalam keterangan tertulis.

Turki Masih Berpotensi Jadi Korban Bermacam Serangan Teror

Turki adalah anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) serta terlibat aktif dalam koalisi militer internasional menggempur markas ISIS di utara Suriah. Hanya saja negara di bawah kepemimpinan Presiden Erdogan itu sedang mengalami tekanan untuk mengamankan wilayah dalam negeri. Sebelumnya, Duta Besar Rusia untuk Turki ditembak mati oleh polisi yang bersimpati pada warga Suriah. Setahun terakhir, aksi terorisme sangat sering menimpa Turki. Dampak perang yang menimpa Suriah, negara tetangga mereka, juga berdampak pada warga perbatasan.

Dari semua kota di Turki, Istambul adalah sasaran utama para pelaku teror. Kota ini sangat kosmopolitan dan memiliki jumlah penduduk terbanyak. Pada 10 Desember lalu, terjadi peledakan bom ganda di luar Stadion Sepakbola Istambul yang dilakukan militan Kurdi. Sebanyak 45 orang tewas, mayoritas petugas kepolisian. Pada Juni lalu, 42 orang tewas di Bandara Istambul, akibat ledakan bom dan penembakan yang diduga kuat didalangi oleh ISIS.

Ada dua gaya serangan teror yang menimpa Turki. Militan Kurdi, yang ingin memisahkan diri dari Ankara, biasanya melakukan serangan menyasar aparat keamanan. Contohnya yang terjadi dalam pemboman di Kayseri, 17 Desember lalu. Insiden itu menewaskan 13 tentara. Sementara ISIS, kebalikannya, selalu menyasar warga sipil, terutama yang bisa menimbulkan korban di kalangan warga asing.

ISIS marah pada Turki, karena Presiden Erdogan memberi bantuan militer untuk Operasi Tameng Eufrat. Operasi militer bersama banyak negara Eropa ini berupa pemboman udara markas petinggi ISIS di sekitar Kota Raqqa, Suriah.

Turki sebetulnya terlibat sejak awal dalam konflik Suriah. Presiden Erdogan memberi dukungan dana bagi pemberontak Suriah untuk menggulingkan Presiden Bashar al-Assad. Belakangan, sikap Turki melunak. Erdogan bersedia bernegosiasi dengan Rusia, termasuk menjadi penengah untuk mendamaikan pemerintah Suriah dan para pemberontak.

Persoalan Turki semakin rumit, ketika disibukkan dengan ISIS, militan Kurdi di wilayah selatan memanfaatkan momentum untuk menuntut kemerdekaan. Pasukan Kurdi ini mempersenjatai diri, beberapa tahun lalu, dengan alasan mempertahankan wilayah mereka dari ancaman ISIS.