FYI.

This story is over 5 years old.

Fashion

Pengakuan Blogger Fesyen Populer yang Tidak Ingin Dicap Eksotis Karena Berhijab

Hoda Katebi adalah pegiat fesyen yang sedang populer di AS. Perempuan 23 tahun keturunan Iran ini berbagi renungan soal tantangan menjadi perempuan di masa sekarang.

Artikel ini pertama kali tayang di i-D UK.

Bulan lalu blogger fesyen Muslim keturunan Iran-Amerika berusia 23 tahun bernama Hoda Katebi menerima kritik di televisi nasional karena tidak terdengar seperti “warga Amerika” setelah dia mencela kebijakan AS di Timur Tengah. Orang-orang mempertanyakan mengapa mereka mendiskusikan hal-hal seperti senjata nuklir (yang tidak dimiliki Iran), dan apakah Amerika benar-benar bisa mempercayai Iran, dalam sebuah wawancara soal fesyen Iran modern, dan bukannya, misalnya, buku Hoda soal Tehran Streetstyle yang sedang dia promosikan. Meski demikian, dia menghadapi wawancara tersebut dengan penuh martabat, ketenangan, dan keanggunan.

Iklan

Mendaku seorang abolisionis, Hoda mempelajari hubungan internasional dan politik Timur Tengah di Universitas Chicago, di mana dia pertama kali tertarik dengan gagasan fesyen subversi sebagai simbol perlawanan. Pada 2013 dia meluncurkan blognya JooJoo Azad, yang berarti “burung bebas” dalam bahasa Farsi, sebagai platform online radikal yang didedikasikan untuk integrasi fesyen etis dan aktivisme melalui lensa anti-kapitalis dan feminis-interseksional. Tiga tahun kemudian dia merilis Tehran Streetstyle, koleksi cetak pertama berisi fotografi streetstyle, yang diarahkan untuk menantang status quo gagasan Barat soal yang dianggap eksotis, juga gagasan-gagasan domestik soal tata cara berpakaian. Dia berhasil mencapai itu semua dengan kerja keras. Dalam artikel ini, dia berbagi catatan-catatannya sebagai seorang perempuan.

Foto Hoda Katebi oleh Kevin Serna untuk Brownbook Magazine

Hal terbaik sebagai seorang perempuan adalah mengetahui cara mencintai, merawat, berusaha, melawan, dan mengapresiasi dan memberikan hidup dengan cara-cara yang kompleks dan bernuansa.

Hal tersulit sebagai seorang perempuan adalah, meski mengenakan hijab tetap saja kita langsung dianggap eksotis, dijadikan fetish, dan dilabeli “tertindas” dan citramu digunakan untuk membenarkan militerisasi barat dan invasi terhadap negara-negara Muslim.

Saran terbaik yang pernah saya terima soal tubuh manusia adalah bahwa tubuh yang sehat dapat dicapai dengan minum air, makan buah dan bersepeda, tapi juga soal memperkaya pikiran dengan membaca buku dan memperkaya jiwa dengan berdoa dan bersyukur. Selain itu, seniman Afghan Moshtari Hilal membuat seri Embrace the Face yang menantang standar kecantikan kolonial, dan ini merupakan saran yang sangat dibutuhkan untuk merayakan tubuh melampaui rubrik-rubrik “kecantikan” Barat.

Iklan

Saat saya berusia 16 tahun, saya salah mengira soal kelembutan dan femininitas. Saya kira mereka adalah kekurangan. Saya juga mengira bahwa laki-laki lebih enak dijadikan teman dibandingkan perempuan, bahwa gender adalah biner, hidung saya terlalu besar, dan Israel adalah demokrasi.

Hal paling tak terduga yang saya temukan sebagai perempuan adalah tubuh saya akan digunakan oleh negara untuk mengukur progres atau moralitas masyarakatnya dan bahwa jenis feminisme tertentu (contoh: feminisme kulit putih/ imperial) dapat digunakan senjata untuk melukai perempuan-perempuan yang tidak cocok dengan kategori sosioekonomi, ras, seksual, dan religius tertentu.

Film yang mengajarkan saya soal menjadi perempuan adalah film Iran A Girl Walks Home Alone at Night. Film itu mengajarkan saya menjadi lembut tapi juga jagoan.

Perempuan-perempuan yang sangat saya kagumi adalah perempuan Muslim dan kulit non-putih yang tidak menahan diri saat mencintai, berusaha, melawan, mendidik, dan mencipta dunia yang lebih baik untuk kita semua. Assata Shakur, Angela Davis, dan Ahed Tamimi. Dan tentu saja, ibu saya.

Hal terbaik dari menjadi dewasa adalah saya bisa makan es krim di tempat tidur dan enggak akan ada yang melarang.

Kebohongan terbesar soal menjadi dewasa adalah kamu harus bersikap seperti orang dewasa.

Saya merasa seperti orang dewasa saat saya mengenakan sepatu yang mengeluarkan bunyi saat saya berjalan.

Cinta terasa seperti kepedulian komunitas, terlihat seperti perlawanan interseksional dan perjuangan untuk kemerdekaan kolektif dan baunya seperti ash reshte (sop kental tradisional Iran yang dimasak selamam beberapa jam dan dihidangkan untuk tamu atau acara istimewa).

Saya paling bahagia saat berdiri di tepi Laut Kaspia, memandangi pegunungan, air, pepohonan, dan tanah nenek moyang saya.

Polly Stenham bertanya: Kalau kamu bisa jadi laki-laki, mau gak? Tentu tidak. Saya ingin jadi bagian dari revolusi. Memilih jadi lelaki saja tentu bukan alasan mengapa revolusi diperlukan.

Pertanyaan saya untuk perempuan selanjutnya: Siapa yang dilibatkan dalam perjuangan ideologi feminismemu?