FYI.

This story is over 5 years old.

Fenomena Langit

Sains Akhirnya Tahu Penyebab Bentuk Aurora di Kutub Utara dan Selatan Tak Sama

Baru tahu juga kan? Ternyata fenomena langit yang indah itu beda lho antara di belahan selatan dengan utara. Dulu, ilmuwan bingung kenapa hal ini bisa terjadi.
Fenomena Aurora di langit Alaska, Amerika Serikat.
Aurora menghiasi langit di Alaska. Sumber foto: NASA Goddard Space Flight Center 

Aurora yang menghiasi langit dengan cahaya dalam sudut lintang tertinggi di belahan utara maupun selatan Bumi, merupakan salah satu fenomena terindah planet kita. Pertunjukan cahaya alami ini uniknya masih penuh misteri bagi ilmuwan. Termasuk fakta ada ketidaksamaan pola aurora di kutub utara dan kutub selatan, yang pertama kali diperhatikan ilmuwan pada 2009.

Setelah sepuluh tahun menyelidiki ketidakseimbangan pola dan bentuk aurora kedua kutub, tim yang diketuai Anders Ohma, peneliti dari sekolah pascasarjana Universitas Bergen di Norwegia, merasa dapat jawaban paling memuaskan. Menurut tim ini, ada tekanan miring yang disebarkan angin dari matahari mempengaruhi medan gaya bumi.

Iklan

Ohma dan rekan-rekannya menerbitkan laporan dan kesimpulan tersebut Desember 2018 dalam Jurnal Riset Geofisikal(JGR). Baru-baru ini, penelitian mereka diadaptasi menjadi visualisasi oleh Pusat Ilmu Luar Angkasa Birkeland.

Sebelumnya, bagi kalian yang mungkin awam banget, apa sih aurora? Cahaya ini muncul di langit ketika angin matahari, yang membawa partikel-partikel bermuatan dan plasma dari bintang tata surya kita, bertabrakan dengan magnetosfer Bumi. Partikel solar disalurkan ke dalam medan gaya bumi, membentang dari kutub ke kutub, hingga kehabisan energi di atmosfer. Presipitasi dan ionisasi partikel-partikel ini menimbulkan molekul atmosferik memancarkan cahaya warna-warni yang sering dilihat di langit belahan bumi utara ataupun selatan malam-malam.

Dulu, para ilmuwan berasumsi kedua cahaya aurora di kedua kutub sama saja. Namun, citra satelit NASA yang dirilis dalam laporan Jurnal Nature pada 2009 menunjukkan kedua kutub menampilkan pola intensitas aurora berbeda di langit.

Setelah perbedaan itu terdeteksi, para ilmuwan berusaha mencari variasi-variasi yang jadi pembedanya. Sempat muncuk spekulasi, bentuk aurora bisa beda di kedua kutub akibat pemecahan dan penyambungan kembali ekor magnetik bumi, atau disebut “magnetotail." Artinya ada aliran partikel yang membentang ke arah sisi bumi waktu malam. Ekor tersebut dihasilkan oleh interaksi bermuatan antara medan gaya bumi dan matahari di sisi bumi waktu pagi.

Iklan
1548760962655-800px-Structure_of_the_magnetosphere_LanguageSwitchsvg

Ilustrasi ini menggambarkan dampak embusan angin matahari terhadap magnetosfer Bumi yang memicu aurora. Sumber: NASA/Aaron Kaase

Tim Ohma menguji teori ini dengan memeriksa sejumlah kejadian penyambungan kembali ekor yang direkam satelit polar. Para peneliti menemukan bahwa mekanisme ini malahan mengurangi asimetri antara kedua kutub.

Studi ini menyinggung adanya satu mekanisme lagi yang bertanggung jawab— tekanan matahari terhadap magnetotail. Ketika angin solar mengenai sisi bumi waktu pagi dalam orientasi timur-barat, magnetotail di sisi malam menjadi miring. Orientasi tidak harmonis ini mungkin bertanggung jawab atas asimetri antara aurora kutub utara dan kutub selatan.

"Penelitian ini berhasil menjelaskan penyebab asimetri bentuk aurora muncul [dan] penemuan ini berlawanan dengan apa yang sebelumnya diyakini banyak ilmuwan," kata Mike Liemohn, kepala editor Jurnal JGR, dalam sebuah pernyataan. "Tidak heran kalau kesimpulan penelitian ini lumayan menghebohkan."

Artikel ini pertama kali tayang di Motherboard