BPJS Kesehatan

Selain Batalkan Naiknya Iuran BPJS, MA Putuskan Cukai Rokok Tetap Dipakai Tambal Defisit

Wahai kaum perokok, lebih seringlah merokok demi membantu keberlangsungan BPJS Kesehatan yang defisit. Di luar itu, putusan MA menuai sorotan negatif banyak pihak.
Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik Putusan MA Defisit Biaya Tetap Ditambal Pakai Cukai Rokok
Kolase ilustrasi cukai rokok biayai BPJS Kesehatan oleh VICE. Sumber foto ranjang dan rokok: phxere/domain publik

Permohonan judicial review dari koalisi LSM memprotes uang rokok dipakai membiayai ongkos kesehatan masyarakat baru saja dimentahkan Mahkamah Agung. Menurut MA, perpres yang mengatur alokasi dana pajak rokok untuk menambal defisit BPJS Kesehatan tidak bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi.

Kabar ini memupuskan harapan Azas Tigor Nainggolan dan Ari Subagio Wibowo, dua advokat dari Lembaga Forum Warga Kota Jakarta, yang menuntut rokok tak terlibat sama sekali dalam pembiayaan ongkos layanan kesehatan di Tanah Air.

Iklan

"Pasal 99 dan 100 Peraturan Presiden No. 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya, yaitu Undang-undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah," demikian bunyi maklumat MA di situs resminya, dilansir Detik. Keputusan MA lazimnya memang diumumkan hanya secara tertulis di situs resmi mereka, bukan lewat pantauan sidang oleh jurnalis atau konferensi pers.

Kedua pasal tersebut mengatur 75 persen dari 50 persen penerimaan pajak rokok oleh pemerintah daerah harus disetorkan ke BPJS Kesehatan dengan cara debet otomatis. Putusan ini bisa diprediksi, bakal jadi angin segar bagi pemerintah yang ngebet mencari cara menutup defisit setelah niat menaikkan iuran BPJS Kesehatan baru saja dibatalkan MA.

Seperti barangkali sudah kalian baca beberapa hari lalu, berbagai media mengumumkan putusan monumental MA untuk mengembalikan iuran BPJS Kesehatan ke tarif lama. Dari awalnya fasilitas termurah di kelas tiga naik jadi Rp42 ribu, kini kembali ke angka Rp25.500. Iuran peserta BPJS Kesehatan kelas satu juga ikut kembali normal mulai penagihan April 2020, menjadi Rp80 ribu per peserta.

Putusan MA itu tidak berlaku surut, sehingga peserta yang sudah membayar dengan iuran tarif baru sejak beberapa bulan terakhir tidak bisa meminta selisih uangnya kembali. Pemerintah awalnya ngotot menaikkan iuran, lantaran biaya operasional BPJS tekor hingga Rp13 triliun hingga Januari 2020.

Iklan

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyayangkan keputusan MA, karena kenaikan iuran dinilai jadi cara utama menyehatkan keuangan BPJS Kesehatan yang seumur-umur defisit melulu tersebut. "Jadi sebenarnya kenaikan itu adalah untuk bisa menambal defisitnya BPJS. Nah, dengan adanya putusan tadi, kita pelajari dan diskusikan implikasinya," kata Nazara kepada CNBC Indonesia.

Pada 2018 Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan penggunaan dana pajak rokok untuk menutup defisit BPJS Kesehatan sudah mencapai Rp1,34 triliun. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo saat itu menyebut, pajak rokok (sebesar 10 persen yang terkandung dalam cukai rokok) memang udah jadi andalan dalam membasmi utang-utang BPJS.

"Nanti dari pajak rokok kurang lebih bisa membantu Rp1,4 triliun lebih dikit. Walau nanti akan ada rekonsiliasi dengan pemerintah daerah, tapi kami harap di kuartal IV 2018 sudah ada lagi [penerimaan cukai rokok]," kata Mardiasmo saat itu, dilansir CNN Indonesia.

Namun dua putusan terkait pembiayaan jaminan kesehatan ini memicu sorotan banyak pihak. Cara MA hanya mengumumkan hasil peninjauan kembali di situsnya dianggap tidak transparan. Berbeda dengan sidang Mahkamah Konstitusi (MK) yang terbuka, sidang di MA tidak pernah sekalipun disaksikan publik, termasuk saat putusan diketok dan apa alasan dari majelis hakim. Pemohon hanya bisa melihat hasilnya langsung di situs: ditolak, dikabulkan, atau dikabulkan sebagian.

Iklan

Proses peninjauan kembali juga kelewat sederhana: penggugat hanya bisa datang ke Gedung MA untuk mendaftarkan gugatannya di loket. Setelah itu, nasibnya ditentukan sidang tertutup. Penggugat atau tergugat tidak diberi tahu kapan waktu sidang putusan. Pokoknya, tiba-tiba aja nanti MA akan menyurati para pihak untuk memberikan jawaban tertulis, penggugat dan tergugat tidak diberikan ruang berargumen di depan majelis hakim. MA, menurut pakar hukum, harus mau lebih transparan.

"Akses publik ke pengadilan menjamin integritas proses peradilan dengan menunjukkan 'bahwa keadilan dikelola dengan cara yang tidak sewenang-wenang, sesuai dengan aturan hukum'," kata mantan Direktur YLBHI, Alvon Kurnia Palma dalam wawancara khusus dengan Detik.

Permintaan sidang MA agar lebih terbuka udah bergulir sejak lama. Tiga tahun lalu, Ketua MA Hatta Ali mengatakan permintaan sidang terbuka enggak bisa diakomodasi karena MA pusing menghadapi kasus yang banyak banget.

"Perkara di MA itu semakin meningkat. Diperkirakan 19 ribu tahun ini [2017]. Bagaimana bisa sidang terbuka?" kata Hatta Ali dilansir Detik. "Kalau [sidang] dilakukan terbuka, saya enggak tahu deh mau bagaimana. Enggak lah, itu hal yang mustahil, melihat jumlah perkaranya."