Korupsi

Tes 'Wawasan Kebangsaan' KPK Rasis dan Seksis, Koalisi Sipil Minta Hasilnya Dibatalkan

Pertanyaan seperti “Bagaimana kesediaan menjadi istri kedua?” atau “Saat pacaran ngapain aja?” dianggap tak relevan dan melecehkan. Tes ini jadi sorotan usai 75 pegawai senior KPK tak lolos.
Tes 'Wawasan Kebangsaan' KPK dianggal koalisi LSM Rasis dan Seksis
PENGUNJUK RASA MEMBENTANGKAN SPANDUK PROTES PELEMAHAN KPK DI DEPAN GEDUNG DPR RI. FOTO OLEH ADEK BERRY/AFP

Tuntutan ini disampaikan terbuka oleh koalisi organisasi Gerak Perempuan dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS), kemarin (6/5). Tes Wawasan Kebangsaan yang merupakan bagian dari seleksi alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) dianggap koalisi sangat problematis karena berisi pertanyaan seksis, bias agama, rasis, dan diskriminatif.

Iklan

Dalam rilis pers yang diterima VICE, koalisi mencontohkan masing-masing tudingan. Pertama, cara pandang seksis dan melecehkan ditunjukkan pertanyaan status perkawinan dalam tes wawancara. Dari informasi yang didapat koalisi, salah satu pegawai KPK yang belum menikah mengaku dihadapkan pertanyaan, “Masih ada hasrat [seksual] apa enggak?” Ada pula pertanyaan tentang kesediaan menjadi istri kedua, serta pertanyaan khas remaja puber zaman Yunani Kuno: “Kalau pacaran, ngapain aja?”

“Pertanyaan seperti ini adalah pertanyaan yang bernuansa seksis karena didasari oleh anggapan yang menempatkan perempuan sebatas pada fungsi dan peran organ reproduksinya dan sangat menghakimi privasi dari pegawai KPK tersebut. Ini juga tidak ada kaitannya dengan tugas, peran, dan tanggung jawab seorang pegawai KPK dan tidak layak ditanyakan dalam sesi wawancara,” tulis rilisan resmi koalisi yang diterima VICE.

Kedua, soal bias agama. Koalisi mengkritisi mengapa tata cara pegawai KPK menjalankan ajaran agamanya turut dipertanyakan. Misalnya, dengan pertanyaan “Islamnya [Anda] Islam apa?” dan “Gimana kalau anaknya menikah beda agama”. Menurut Koran Tempo, pertanyaan tersebut makin tak klik dengan kenyataan tak semua pegawai KPK beragama Islam. “Di antara yang tak lolos asesmen tidak sedikit yang berlatar belakang Kristen, ada pula yang Buddha,” tulis editorial Koran Tempo hari ini.

Iklan

Ketiga, kehadiran pernyataan rasis untuk kemudian disikapi. Misalnya, pegawai diminta merespons apakah menyetujui pernyataan “Semua Cina sama saja”. Hadeh, ini mencari kelayakan seorang ASN apa rekrutmen anggota Ku Klux Klan?

Kepada Detik, salah seorang pegawai perempuan KPK yang tak mau disebut namanya menceritakan sejumlah ujian dan pertanyaan aneh lainnya. Misalnya, ada yang diminta melafalkan syahadat dan doa makan menurut agama Islam, dikulik mengapa belum punya anak dan mengapa sudah bercerai. Pegawai tersebut juga mengaku dikonfrontasi soal jilbab yang ia kenakan. "Aku ditanya bersedia enggak lepas jilbab. Pas jawab, ‘Enggak bersedia,’ dibilang berarti lebih mementingkan pribadi daripada bangsa negara," terang pegawai tersebut.

Berdasarkan itu semua, Gerak Perempuan dan KOMPAKS menuntut pimpinan KPK membatalkan evaluasi dari tes ngawur tersebut, menuntut Dewas KPK memberikan sanksi berat kepada pimpinan KPK atas kualitas tes, meminta semua pihak menjamin keamanan dan perlindungan identitas dari para peserta tes yang diharuskan menjawab pertanyaan-pertanyaan tes, meminta Presiden Joko Widodo membatalkan proses peralihan ASN dan menindak pimpinan KPK, meminta pemerintah dan DPR RI mencabut UU 19/2019 tentang KPK, dan meminta pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU PKS.

Iklan

Absurdnya Tes Wawasan Kebangsaan KPK membuat banyak pengamat, aktivis, dan mantan pegawai KPK sendiri secara masif menilainya sebagai senjata “pembersihan” KPK teranyar kepada kelompok internal yang masih kritis sama pimpinan dan menolak terang-terangan revisi UU KPK 2019. 

Setelah menjadi kabar burung selama dua hari, kemarin (5/5) KPK akhirnya mengonfirmasi kebenaran 75 pegawai yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan. Namun, KPK enggan membuka nama. Dari sejumlah pengakuan, pegawai yang “gagal” diduga penyidik senior yang punya peran penting dalam pembongkaran kasus korupsi kelas kakap, seperti Novel Baswedan, Ambarita Damanik, Budi Agung Nugroho, dan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap. 

Menanggapi spekulasi bahwa 75 pegawai tersebut bakal didepak, Sekjen KPK Cahya Harefa mengatakan lembaganya akan rapat koordinasi dengan Kementerian PAN-RB dan BKN dahulu untuk menentukan nasib mereka. “Selama belum ada penjelasan dari Kemenpan RB dan BKN, KPK tidak akan memberhentikan 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat,” kata Cahya.

Pembelaan untuk tes ini muncul dari internal KPK. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membela kualitas Tes Wawasan Kebangsaan dan menjelaskan proses alih status semacam ini dilakukan untuk melihat tiga aspek: integritas, netralitas ASN, dan anti-radikalisme. Selain bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN), KPK mengaku turut melibatkan Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis TNI, Pusat Intelijen TNI AD, Dinas Psikplogi TNI AD, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Sikap maju mundur terkait seleksi bermasalah ini sempat ditunjukkan Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo. Pada Rabu kemarin (5/5), ia bilang menolak dilibatkan atas penentuan masa depan 75 pegawai KPK yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan. Namun sehari kemudian (6/5) ia berubah pikiran. Tjahjo lalu menyebut kementeriannya lewat BKN akan mendukung proses lanjutan nasib pegawai KPK ini. 

Menurut peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi UGM Zaenur Rohman, perubahan sikap Menteri Tjahjo adalah pertanda pemerintah emang mau menyingkirkan pegawai KPK yang tak lolos tes. “Sikap MenPAN-RB yang berubah dalam waktu yang sangat drastis, ya sikap itu menunjukkan bahwa sebenarnya pemerintah ini memang mendukung pemecatan pegawai KPK yang 75 tidak lolos tes wawasan kebangsaan itu,” ujarnya kepada Kompas.