FYI.

This story is over 5 years old.

Seni Rupa

Lanskap dan Karakter Absurd Wedhar Riyadi Sebagai Gambaran Internet

"Media sosial yang harusnya digunakan untuk bersosialisasi dan berinteraksi malah menjadi pemecah belah," kata seniman asal Yogyakarta ini.

Lukisan Wedhar Riyadi menampilkan interpretasi karakter kartun populer dalam bentuk yang aneh nan abstrak menyerupai dunia fantasi horor dan lanskap-lanskap absurd. Sekilas mengingatkan kita akan gerakan kesenian lowbrow 1970-an. Seniman asal Yogyakarta ini menampilkan karya seni dengan tone visual dan warna yang kuat, cerminan dari latar belakangnya di dunia kesenian jalanan.

Tidak ada sosok hantu atau karakter antagonis dalam karya-karya Wedhar. Dia mengaku lukisannya mencerminkan sisi baik dan buruk kehidupan manusia yang semakin digital—dunia dimana yang aneh adalah normal dan bahkan bisa dianggap sebagai sesuatu yang indah.

Iklan

Karyamu sekarang berkembang menjadi sesuatu yang gelap dan suram, apa cerita di balik perubahan ini?
Sebagai seorang seniman, saya butuh tantangan dan pengalaman baru dalam proses kreatif. Saya perlu keluar dari zona nyaman sesekali. Karya-karya saya dulu dipengaruhi oleh komik, kartun dan ilustrasi yang cenderung datar. Lewat lukisan-lukisan baru, saya berusaha mengembangkan konsep ini lebih jauh dan menampilkan elemen visual konvensional dalam prosesnya lewat tekstur, sapuan kuas dan kedalaman karya guna membangun emosi dari ruang kanvas dan warna datar.

Bagaimana caramu menggambarkan evolusi diri sebagai seorang seniman?
Biasanya saya mulai dengan sebuah ide atau wacana sebelum memutuskan teknik, medium atau obyek yang digunakan. Untuk sekarang, saya berusaha meninggalkan gaya illustrasi dan komik sebelumnya. Mereka sudah tidak relevan dengan ide dan tema yang saya gunakan sekarang.

Kamu menciptakan banyak karakter aneh—ada cerita di balik keputusan itu? Apakah mereka mencerminkan dirimu sendiri?
Saya melihat mereka sebagai cerminan dari dunia manusia. Benturan budaya, emosi, dan kehidupan manusia dengan segala masalah dan tekanannya. Proses penciptaan karya say dimulai dari kolase majalah dan imej digital yang disusun sedemikian rupa sehingga mereka menyerupai figur anonim yang aneh dan absurd. Kemudian saya memindahkan figur ini ke atas kanvas. Ini mencerminkan fenomena era digital dimana semua menjadi mudah dan praktis berkat applikasi dan gadget. Semua mudah dimanipulasi, dimodifikasi, dan direproduksi sesuai keinginan.

Kalau tidak salah kamu pernah bilang kalau karakter-karakter buatanmu merepresentasikan era Internet.
Karakter saya menggambarkan wajah lain media sosial, medium yang harusnya digunakan untuk bersosialisasi dan berinteraksi malah menjadi pemecah belah dan penuh dengan ketegangan dan kelancangan.

Pameranmu diberi judul "When i think about the death of painting, I play." Apa maknanya?
Dunia seni kontemporer selalu mengalami siklus dan banyak yang menganggap lukisan sebagai bentuk seni yang sudah mati. Banyak pertanyaan tentang relevansi lukisan di era digital ini. Judul pameran tersebut merupakan cara saya untuk memulai diskusi seputar lukisan dan masalah-masalah yang menyelimuti bentuk seni ini. Bagi seniman, ini adalah cara yang baru untuk berkarya.

Kamu sering menggunakan karakter budaya pop Barat seperti Bart Simpson sambil diberi sentuhan realisme. Apa yang membuatmu masih tertarik menggunakan karakter-karakter semacam itu? Apakah kamu berusaha membuat karakter itu terlihat menyeramkan, atau kamu ingin mereka tetap terasa seperti kartun?
Saya pernah menggunakan campuran realisme dan fantasi sebelumnya, namun rasanya masih janggal. Sekarang saya berusaha menggabungkan mereka dengan lebih mulus. Saya ingin karakter saya terlihat nyata dan aneh secara bersamaan.