Lebanon

Seorang Lelaki Nekat Merampok Bank, Agar Bisa Ambil Duit dari Rekeningnya Sendiri

Akibat kebijakan Lebanon membatasi jumlah penarikan tunai tiap nasabah bank, ada orang yang berbuat nekat demi mengambil tabungannya.
Lelaki Lebanon Nekat Merampok Bank Agar Bisa Ambil Duit dari Rekeningnya Sendiri
Tentara Lebanon menjaga salah satu kantor cabang bank swasta dari serbuan demonstran di Ibu Kota Beirut. Foto oleh Hasan Shaaban/Bloomberg via Getty Images

Sembilan karyawan bank di kawasan Bekaa, Lebanon, sempat disandera oleh seorang lelaki yang senewen pada 21 Januari 2022. Pelaku penyanderaan sebelum beraksi sempat tidak diperbolehkan mengambil uang tunai setara US$50 ribu (setara Rp720 juta) dari rekeningnya sendiri, akibat kebijakan bank sentral. Lebanon saat ini sedang mengalami krisis moneter, sehingga peredaran uang tunai dibatasi.

Pelaku, bernama Abdullah al-Saii, akhirnya berbuat nekat demi bisa menarik uang di tabungannya. Setelah ditolak berkali-kali oleh teller untuk tarik tunai dalam jumlah besar, dia datang kembali ke cabang bank tersebut membawa sebuah pistol dan granat. Di depan teller, dia juga menyiram tubuhnya sendiri dengan minyak, sambil mengancam akan bakar diri.

Iklan

Karena ketakutan, karyawan bank akhirnya mengizinkan lelaki tersebut mengambil uang dalam jumlah besar meski tidak sesuai tuntutan awal. Media lokal Lebanon menyatakan pelaku membutuhkan uang tunai untuk menyambung modal bisnis kafenya.

Aksi Saii, alih-alih dikecam, justru mendapat pujian dari netizen Lebanon. Orang-orang merasa dia adalah simbol rasa frustrasi masyarakat yang menderita, akibat kebijakan otoritas keuangan membatasi penarikan uang tunai sejak Oktober 2019.

GettyImages-1237938596.jpg

Demonstran melempari gedung Bank Sentral Lebanon dengan batu akibat pembatasan uang tunai. Foto oleh Houssam Shbaro/Anadolu Agency via Getty Images

Sejak hampir tiga tahun terakhir mata uang resmi Lebanon, Lira, mengalami devaluasi sebesar 95 persen. Bank sentral berdalih, banyak bank akan gulung tikar dan mengguncang perekonomian, bila masyarakat tetap dibiarkan menarik uang tanpa batasan. Kebijakan ini tak cukup meredam dampak ke ekonomi Lebanon. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 2021 memperkirakan akibat devaluasi Lira, sebanyak 78 persen penduduk Lebanon terperosok ke jurang kemiskinan.

Saii sendiri langsung diburu aparat karena memaksa pegawai bank mengizinkannya menarik uang tunai dalam jumlah besar. Dia sudah ditangkap di rumahnya, di Desa Kefraya, namun uang yang diambil masih belum ditemukan. Saii memberikannya kepada sang istri yang sampai artikel ini dilansir masih buron.

Asosiasi Bank Lebanon mengecam tindakan Saii, karena khawatir aksi serupa dapat ditiru nasabah lain yang nekat. Para bankir menuntut polisi memperketat pengamanan tiap cabang, agar keamanan karyawan terjamin.

Iklan

Sikap berbeda disuarakan oleh Asosiasi Nasabah Bank Lebanon. “Kami mendukung tindakan Abdullah al-Saii, karena yang dia lakukan hanya mengambil haknya. Bank dalam kasus ini justru pihak yang merampok masyarakat,” demikian keterangan tertulis dari akun Twitter milik asosiasi nasabah.

Saii mendapat dukungan dari Asosiasi Nasabah, dengan pendampingan pengacara. Dina Abou-zour, pengacara yang menangani kasus ini, berniat mengajukan penangguhan penahanan agar Saii bisa bebas dari penjara.

Dina, saat diwawancarai oleh situs al Arabiya, mengklaim tidak ada bukti bahwa Saii membawa pistol ataupun granat. Dia hanya menyiram tubuhnya dengan bensin. Keterangan bahwa dia membawa senjata ke bank berasal dari aparat hukum. “Kami berkeyakinan bahwa pemberitaan kalau Saii seperti merampok bank dimunculkan oleh aparat agar masyarakat yang lain tidak menuntut haknya dipenuhi, yakni mengambil uang dari rekening mereka sendiri,” ujar Dina.

Saii sendiri terus berjuang dari dalam penjara. Dia dilaporkan melakukan aksi mogok makan supaya dibebaskan.

Akibat anjloknya perekonomian, pemerintah pusat Lebanon saat ini sedang menggelar pembicaraan dengan donor internasional untuk meminta pinjaman lunak. Namun proses restrukturisasi ekonomi sedang terhambat, karena situasi politik di Lebanon turut runyam.

Lebanon adalah negara dengan sistem politik unik di Timur Tengah. Pemerintahan mereka selama ini selalu melibatkan kompromi tiga faksi utama, golongan Islam Syiah, Sunni, serta Kristen. Suara kelompok Kristen cukup besar, mengingat penganut Nasrani di Lebanon termasuk yang cukup besar di kawasan Arab. Problemnya, koalisi itu sedang terpecah selama dua tahun belakangan. Korusi, nepotisme, dan birokrasi lamban membuat krisis ekonomi akhirnya tidak tertangani dengan baik.