FYI.

This story is over 5 years old.

Terorisme

Tetangga Pelaku Teror New York Takut Komunitas Muslim AS Bakal Kena Persekusi

Akibat aksi Sayfull Saipov menewaskan 8 orang Selasa Lalu, Presiden Trump menyerukan perlunya pengawasan lebih ketat ke komunitas imigran beragama Islam di negaranya.
Masjid yang sering didatangi Sayfullo Saipov, pelaku teror New York. Foto oleh Tess Owen/VICE News.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News.

PATERSON, New Jersey — Di blok perumahan tempat Sayfull Saipov pernah tinggal, warga setempat masih tak menyangka salah satu tetangga mereka dituduh melakukan serangan teror paling parah di New York pasca insiden 9/11. Saipov, lelaki 19 tahun berkebangsaan Uzbekistan, sengaja menabrakkan truk ke arah pejalan kaki dan pengguna sepeda di jalur Lower Manhattan, Selasa lalu. Akibat tindakannya, delapan orang tewas dan 11 lainnya luka-luka. Belakangan, serangan ini dilancarkan Saipov mengatasnamakan "Negara Islam Irak dan Syam (ISIS)." Serangan tersebut membuat Amerika Serikat tergoncang. Lebih dari itu, aksi Saipov mengguncang Paterson, yang pernah jadi rumah bagi Saipov bersama istri dan tiga anaknya. Patterson berjarak 10 km dari Manhattan. Beberapa hari setelah Saipov beraski, mobil stasiun televisi dan awak media siaga di sepanjang jalan dekat rumah si pelaku. Garis polisi yang sebelumnya dipasang mengitari bangunan kediaman Saipov sore itu telah dilepas. Sisa-sisanya garis polisi teronggok di trotoar. Beberapa tetangga Saipov buru-buru pulang dari tempat kerja atau sekolah dan segera masuk rumah mereka, takut ditanya-tanya wartawan. Mereka menghindari pertanyaan tentang kedekatan dengan Saipov. Di luar bangunan dua lantai, tepatnya di depan tangga menuju kediaman Saipov, ditemukan sebuah truk mainan dan kendi pendingin air yang sudah beralih fungsi menjadi asbak. Apartemen di sebelahnya dihiasi bendera Amerika Serikat yang disispkan dalam susur tangga. Di seberang apartemen itu, terdapat sebuah kavling kosong dan bangunan batu bata terbengkalai hangus terbakar.

Iklan

Ruas jalan di Kota Paterson, New Jersey, tempat tinggal Sayfullo Saipov, tersangka utama serangan teror New York. Foto oleh Tess Owen/VICE News.

Paterson, distrik ini nyempil di kawasan Garden State yang lebih makmur, adalah salah satu daerah paling miskin New Jersey. Blok yang berada selatan kota New Jersey itu merupakan kantong etnis Palestina dan Turki. Tak ayal, Patterson dijuluki sebagai "Little Ramallah" dan "Little Istanbul." sekitar 20 persen dari 150.000 penghuninya beragama Islam. Para imigran yang dijumpai di Patterson datang dari 50 negara di seluruh dunia. Kota kecil ini memiliki hampir setengah lusin mesjid serta banyak restoran, lounge hookah dan kios belanja halal yang memenuhi kebutuhan penduduknya. Anehnya meski Saipov pernah tinggal di sana, banyak warga yang diwawancarai VICE News, termasuk perempuan yang tinggal di seberang apartemen Saipov, mengaku tak pernah bertemu lelaki keturunan Uzbekistan tersebut.

Adu Mulut Bareng Saipov

Carlos Batista, pekerja bangunan berumur 23 tahun, adalah tetangga yang mengaku pernah berinteraksi bareng Saipov. Batista mengenang awal musim panas lalu pernah cekcok mulut dengan Saipov. Kala itu Saipov tengan nongkrong dengan dua orang kawannya. "Pemicunya adalah masalah sepeda motor trail—mungkin suaranya terlalu berisik ketika saya lewat," kenang Batista. "Sudah larut malam juga sih. Dengan lagak yang kurang sopan, Saipov dan dua kawannya mendekati saya. Dia minta saya membuang sepeda motortrail saya. Tentu, saya membalas dengan kata-kata yang setimpal." Batista masih ingat Saipov dengan bahasa Uzbekistan memaki dua orang temannya. Beberapa jurus kemudian, Saipov memandangi Batista dan berkata "Santai saja. Tak usah diperpanjang. Kami tak mau bikin perkara." setelah kejadian itu, Batista dan Saipov menjalin hubungan seperlunya sebagai tetangga. Mereka saling melambaikan tangan ketika berjumpa di jalan. Kendati demikian, Batista sangat jarang melihat Saipov dengan anak istri—dia malah sering terlihat berkeliaran dengan dua kawannya.

"Kalau AS terus menindas kaum muslim, ya wajar bila seseorang terpancing melawan balik."

Iklan

Saipov sering beribadah di Masjid Omar, tempat ibadah itu bertembok putih dengan kerai hijau di bagian depannya. Letaknya Mesjid Omar hanya sepelemparan batu dari kediaman Saipov. Rabu lalu, ketika VICE News berkunjung, pintu gerbang mesjid itu tampak digembok dan dililit dengan garis polisi. Menjelang magrib, masjid kembali dibuka guna pelaksanaan solat Magrib dan Isya. Seorang warga, yang namanya tak mau dibeberkan, mengatakan pada VICE News ketika meninggalkan mesjid bahwa dirinya nyaris tiap hari solat di sana tapi tak pernah sekalipun berjump dengan Saipov. "Itulah keanehan dari cerita teror kali ini," katanya.

Belakangan, jamaah masjid lain bernama Abu Mohammad—baru jadi jamaah mesjid Omar setelah Imam sebelumnya dipecat takmir karena memilih Trump—mengaku pernah melihat Saipov. "Saya pernah lihat orang itu. Berkali-kali malah," ujar Mohammad. "Dia orangnya baik sekali. Murah senyum dan tak pernah menyumpah. Saya datang ke mesjid ini sekali dalam seminggu. Jadi memang saya jarang ke sini tapi saya bertemu Saipov tiap dua atau tiga bulan. Istri dan anaknya kadang juga dibawa ke sini."

"Saya Kaget Bukan Kepalang"

Mohammad merasa kebijakan luar negeri AS, terutama menyangkut perang Irak, mungkin bikin Saipov berang. "Kenapa dia melakukan aksinya? Jelas saya tidak tahu. Saya kaget bukan kepalang ketika mendengarnya," ujarnya. "Kalau AS terus menindas kaum muslim, seseorang memang akan terpancing melawan balik."

"Orang akan memperhatikan penampakkan saya dan mereka bakal berpikir kalau saya termasuk orang seperti Saipov," imbuhnya. Penduduk Paterson khawatir pada cap negatif yang melekat pada komunitas muslim AS. Bagi mereka, aksi teror yang dilakukan Saipov bisa memicu peningkatan insiden kebencian yang menyasar warga muslim di Negeri Paman Sam. Saif Tawara, pria keturunan Palestina-Yordania yang membuka kios permen beberapa blok dari kediaman Saipov, mengatakan bahwa dirinya sama sekali tak pernah berjumpa dengan tersangka aksi teror yang kini potretnya memenuhi media AS. Begitu melihat komentator CNN merinci detail aksi teror New York Selasa lalu di layar TV, Tawara mengungkapkan pada VICE News bahwa dirinya langsung meresahkan imbas negatif tindakan Saipov pada kawasan tempat tinggalnya dan penduduk muslim di dalamnya. "Saya langsung menelepon teman dan bilang 'kalau kamu tak ada kegiatan, diam di rumah saja," ujar Tawara. "Orang akan memperhatikan penampakkan saya dan mereka bakal berpikir kalau saya termasuk orang seperti Saipov. Saya harap orang lebih berpikiran terbuka menyangkut hal ini. Saipov tak jauh beda dengan pelaku penembakan di Las Vegas beberapa waktu lalu. Ini cuma tindakan Saipov semata—seorang pria yang jiwanya sakit." "Saya kecewa ketika tahu Saipov seorang muslim, dan aku merasa bersedih dengan apa yang menimpa para korban," imbuh Tawara. "Saipov cuma seorang pecundang. Saya tak akan memperhatikannya. Yang saya pikirkan adalah para korban. Rasa duka saya untuk mereka dan kelurga yang ditinggalkan." Sembari bicara, Tawara menyiapkan sepiring baklava kepada jurnalis VICE News. Tawara pantang membiarkan reporter pergi tanpa mengisi perut. Tangannya menunjuk para awak media yang berdebat tentang serangan teror Selasa lalu di CNN. "Saya ingin kalian melihat gambaran yang baik-baik tentang komunitas muslim di sini," katanya, "jangan terus melanggengkan penggambaran komunitas muslim yang kerap muncul di media."