FYI.

This story is over 5 years old.

Takhayul Populer

Alasan Pipis Sembarangan Membuatmu Kena Sial

Perkara mistis atau tekanan sosial? Kalian tentu bisa menebak jawabannya.
Foto ilustrasi dari Matt Madd/Flickr

"Takhayul Populer" adalah seri artikel VICE mengungkap akar mitos-mitos populer dari Indonesia yang masih dipercayai sampai sekarang. Klik di sini untuk membaca artikel serupa.

Hidup di negeri penuh mitos kedengerannya cukup menarik. Tapi ada repotnya juga. Mitos atau kepercayaan menjadi hal turun-temurun yang udah enggak jelas sumbernya. Misalnya soal larangan kita pipis di sembarang tempat. Terutama di pohon, semak, atau bangunan kosong. Kalau kalian nekat, akibatnya serius. Pipismu bisa dianggap mengganggu penghuni gaib yang bisa membawa konsekuensi betulan. Misalnya kau kena sial, celaka, atau bahkan diikuti mahluk halus. Jadi bisa dibayangkan ketika lagi bepergian dan enggak ada toilet, kudu mikir 1.000 kali buat menuntaskan 'panggilan alam'.

Iklan

Dalam masyarakat Sunda, mitos kerap disebut pamali. Sementara di Jawa, kepercayaan yang berkembang dalam masyarakat disebut gugon tuhon.

Setiap kali menanyakan satu mitos pada yang dituakan jawabannya mungkin, "Ya memang sudah seperti itu. Enggak usah ditanyakan lagi." Salah satu mitos atau kepercayaan yang kadang bikin repot adalah larangan kencing di sembarang tempat terutama pohon, semak atau bangunan kosong.

Saking sudah tertanamnya di kepala, mitos soal kencing di sembarang tempat kadang bikin saya enggan menuntaskan hajat meski sudah kebelet. Mendingan nunggu sampai dapet toilet daripada harus menanggung risiko. Pasti sering denger kan legenda urban yang bilang bahwa pipis di sembarang tempat bisa bikin kemaluan membengkak.

Makanya para orang tua dulu sering berpesan supaya kalau pipis sembarangan di pohon atau kebun, harus 'minta izin' dulu. Minimal bilang "permisi mau numpang kencing." Supaya enggak memancing kemarahan si penunggu tempat. Selayaknya legenda urban lain, konsekuensi gaib tadi jelas sulit dibuktikan. "Mitos atau pamali, itu adalah sebuah larangan yang berlaku pada komunitas tertentu yang sifatnya kultural," kata Budi Gunawan, antropolog dari Universitas Padjajaran.

Menurut Budi, mitos adalah upaya untuk menjelaskan sesuatu ketika penjelasan rasional atau ilmiah belum dimiliki masyarakat. "Misalnya larangan kencing di pohon, itu adalah upaya menjaga kelestarian dan kebersihan. Tapi karena penjelasan ilmiahnya belum dimiliki, dibuatlah larangan lewat pamali," tutur Budi.

Iklan

Dalam mitos juga ada upaya konservasi alam. Budi mencontohkan pamali menebang pohon yang konon bisa membuat penunggunya marah.

"Dalam mitos ada fungsi adaptif. Mitos seperti sistem untuk mendikte perilaku masyarakat secara turun temurun, sehingga tanpa orang menyadari dia akan menurut saja," kata Budi.

Mitos sebagai upaya konservasi ternyata masih berlaku di dunia modern. Di desa Cikondang, Pangalengan, Jawa Barat, pamali disebut sebagai papagon hirup yang berfungsi sebagai suatu kepercayaan untuk mengatur tingkah laku. Papagon hirup harus ditaati dan dihormati untuk memelihara lingkungan sekitarnya. Hasilnya, bertahun-tahun masyarakat desa mampu menjaga kelestarian alam.

Lantas bagaimana dengan hal-hal gaib yang menyertai mitos soal pipis tadi? Budi mengatakan itu tergantung kepercayaan.

"Hal gaib itu urusan lain. Orang modern mungkin melihat dengan cara lain. Tergantung orang itu percaya atau tidak," kata Budi

Jadi, lain kali kalau kau sudah terlanjur kebelet banget, pipis aja deh. Tidak perlu khawatir diganggu demit. Tapi, toh ada baiknya anjuran ini terus kita patuhi. Pipis itu bau dan mengganggu orang lain. Sering kencing sembarangan lebih berisiko membuatmu dicap manusia jorok, daripada diuber-uber mahluk halus.