Karir Perempuan

Profesi 'Ramah Keluarga' Bagi Perempuan Hanya Omong Kosong

Banyak yang perlu dikorbankan perempuan demi “keseimbangan” kehidupan dan pekerjaannya.
AN
Diterjemahkan oleh Annisa Nurul Aziza
Jakarta, ID
Profesi 'Ramah Keluarga' Bagi Perempuan Hanya Omong Kosong
Foto ilustrasi oleh Victor Torres via Stocksy

Tak sedikit media menyatakan "perempuan di masa kini bisa memiliki segalanya", mulai dari karier cemerlang, keluarga bahagia sampai pasangan yang sama mapannya. Ada semacam perdebatan bahwa perempuan harus memilih antara “jalur karier yang tepat” atau menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan rumah tangga supaya para ibu tak perlu melewatkan hari penting anaknya karena mesti lembur.

Perempuan dibebaskan mengejar impian mereka, tapi harus selalu menanggung beban mengurus keluarga. Belum lama ini, New York Times menerbitkan artikel yang melaporkan perempuan akhirnya diperlakukan secara setara di dunia kedokteran. Namun, tak lama kemudian, mereka mengakui fakta masih ada efek struktural yang menyebabkan perempuan belum bisa memiliki segalanya, bahkan jika mereka berprofesi sebagai dokter.

Iklan

Artikel itu menceritakan kehidupan para perempuan yang bekerja di fasilitas kesehatan, serta bagaimana orang lapangan memiliki kendali lebih besar atas jadwal mereka, sehingga menghasilkan kehidupan yang lebih “ramah keluarga”. Setelah itu, data mengungkapkan konsep “ramah keluarga” ini sebagian besar berasal dari fakta bahwa perempuan cenderung memilih bidang tertentu yang tak terlalu menuntut waktu mereka (misalnya, dokter kulit atau dokter anak yang jam kerjanya lebih sedikit).

Tren ini menjelaskan kenapa perempuan cenderung mendominasi kedua spesialisasi tersebut ketimbang spesialisasi ortopedi atau kardiovaskular. Selain mengatur jam kerja, spesialisasi dan pengalaman, kesenjangan gaji antara dokter laki-laki dan perempuan cuma turun sedikit. Salah seorang dokter, yang ceritanya diangkat dalam artikel, mengaku harus pindah ke kampung halaman supaya keluarga besarnya bisa membantu mengurus anak saat ada keadaan darurat. Dia juga mempekerjakan pengasuh anak. Contoh “keseimbangan” ini hanyalah fleksibilitas yang disamarkan dengan cerdik.

Walaupun memperoleh jadwal fleksibel, waktu libur lebih banyak dan kesempatan bekerja di rumah, para perempuan di dunia kedokteran belum mendapatkan peluang karier sebagus laki-laki. Di saat perempuan akhirnya bisa “memiliki segalanya” dengan menjadi dokter, posisinya tetap masih lebih rendah.

Masyarakat telah diatur sedemikian rupa sehingga perempuan harus mengorbankan apa yang tak pernah terpikir lawan jenisnya. Pada akhirnya, perempuan mesti berkompromi dengan mempertaruhkan kesehatan jiwa, mengurus anak atau mengalah untuk tidak berkarier tinggi-tinggi. Profesi “ramah keluarga” macam apa yang masih merugikan perempuan?

Artikel ini pertama kali tayang di VICE US.