FYI.

This story is over 5 years old.

BUKU

Rasa Lapar Dan Selera Makan Manusia Membentuk Peradaban

Di buku 'Food Fights and Culture Wars' muncul pertanyaan absurd seperti ini: “Apakah perayaaan pesta makan malam memicu terjadinya Revolusi Perancis?”

Artikel ini pertama kali tayang di MUNCHIES.

Apabila anda membaca buku-buku sejarah, bakal ada keterangan klise bila Revolusi Perancis disebabkan oleh kemiskinan, kekeringan, dan ketimpangan kekayaan. Cuma, kalau anda berkonsultasi dengan Tom Nealon, dia akan mengatakan pesta makan malamlah yang bertanggung jawab atas terjadinya Revolusi Perancis.

Di buku terbarunya, Food Fights & Culture Wars: A Secret History of Taste, penulis yang mengaku sebagai ahli bumbu masakan ini berusaha membahas titik pertemuan rahasia antara makanan dan sejarah manusia. Dia juga membedah bagaimana rasa lapar dan selera makan mendikte arah dari peradaban kita selama ini.

Iklan

Ditemani illustrasi yang diambil dari koleksi Perpustakaan Inggris, Nealon menggunakan selera humor dan pengetahuannya yang luas ketika membahas beberapa makanan modern, mulai dari coklat, mayones, hingga Marmite, dan melempar pertanyaan absurd seperti: Apakah Charles Dickens seorang kanibal? Apakah meminum lemonade bisa menyembuhkan wabah penyakit?

Kami ngobrol bersama Nealon tentang sejarah dan dampak makanan pada peradaban dari berbagai era, mulai dari abad pertengahan, hingga abad modern.

MUNCHIES: Menurut anda kenapa makanan menjadi elemen yang sangat penting di kehidupan manusia?
Tom Nealon: Ada beberapa hal yang bersifat universal ketika membicarakan kondisi tubuh manusia dan makanan adalah salah satu yang terpenting. Manusia akan selalu tertarik dengan makanan karena makanan adalah cara kita untuk mengenalkan diri ke kultur dan ide-ide baru yang mungkin sulit diekspresikan dengan cara lain.

Buku ini coba mematahkan beberapa mitos soal makanan—yang mana favorit anda?
Yang tentang mayones itu favorit saya karena konyol banget dan itu salah satu mitos pertama yang saya pecahkan. Mayones itu katanya ditemukan setelah perang Menorca di Port of Mahon, perang yang memulai Perang Tujuh Tahun. Inggris baru saja merebut Menorca dari tangan Spanyol lalu Perancis menyerang Inggris dan perang terjadi.

Kabarnya, ketika sedang perjamuan makan perayaan, laksamana membawa koki mereka namun mereka kehabisan krim. Mereka ingin menaruh krim di atas hidangan penutup, tapi tidak ada yang bisa digunakan. Jadi akhirnya dia berpikir, "Gue campur aja ya minyak, cuka, bubuk mustar dan kuning telur!" Cerita omong kosong seputar mayones ini nyangkut selama beratus-ratus tahun.

Mitos-mitos yang anda berusaha pecahkan sudah tersebar sangat luas. Seperti apa metode penelitian anda?
Biasanya saya muncul dengan sebuah ide yang masuk akal bagi saya. Saya kepikiran tentang wabah yang melanda Paris dan lemonade—dua hal yang terjadi di waktu yang bersamaan. Mungkin ada hubungan di antara mereka. Ada banyak hal yang saya teliti tidak menghasilkan cerita apapun yang menarik, jadi saya buang. Tapi cerita lemonade tadi ternyata membuahkan hasil. Awalnya, saya pikir mungkin lemonade membantu penyebaran wabah karena ada orang yang berkeliaran menjual lemonade ke berbagai daerah. Tapi kemudian di tengah penelitian, saya menemukan sesuatu yang berbeda. Saya ikuti dengan harapan akan ada cerita yang menarik. Tapi memang biasanya banyak yang mentok.

Di buku itu, anda banyak menyajikan fakta, tapi ada komen-komen setengah bercanda. Misalnya ketika anda seolah-olah mengatakan bahwa Charles Dickens adalah seorang kanibal. Bagaimana pembaca tahu mana yang fakta mana yang bukan?
Saya tidak suka membaca buku yang mengejek pembacanya, jadi saya tidak berusaha melakukan itu, tapi memang batasnya tipis. Saya berusaha menghibur dan meninggalkan beberapa petunjuk ketika menyajikan ide-ide yang gila yang menurut saya bisa saja benar. Jadi saya gak tau gimana persisnya pembaca bisa membedakan fakta dan yang bukan. Karena fakta-fakta yang saya tulis itulah yang akhirnya membuat saya menciptakan kesimpulan tertentu. "Oh, mungkin gini!" atau "Oh, mungkin gitu ya!" Nah di bagian inilah pembaca perlu merespon dengan: "Ya kedengarannya masuk akal sih!" atau "Hmm ceritanya seru, tapi gak yakin benar atau engga." Ini adalah sebuah proses.

Saya suka sekali dengan ide tentang "Kecerdikan di Belakang Masakan." Gimana anda menemukannya?
Kalau di resep-resep makanan tua, ini jelas banget. Ketika mereka berusaha mengelabui konsumer, mereka benar-benar kurang ajar. Salah satu favorit saya adalah ketika mereka mengambil potongan ayam, memisahkan dagingnya, kemudian memoles tulangnya sampai terlihat menarik dan menaruh kembali dagingnya dan menggorengnya bersamaan. Ini seperti otensitas yang palsu. Saya juga suka yang cerita angsa, bagaimana mereka menguliti angsa atau burung merak dengan hati-hati, memasaknya dan menaruh kulitnya kembali sebelum menyajikannya.

Apakah anda pernah coba memasak resep-resep abad pertengahan yang menarik?
Saya pernah memasak pie bintang lima (Stargazy pie) dari buku resep Inggris Abad 17. Pie-nya menggunakan buah dan ikan, dua itu aja udah sulit. Terus ada kismis, jahe, bunga pala dan buah pir. Setelah gigitan pertama, anda berpikir, "Menarik. Saya suka kombinasi rasanya," terus setelah gigitan kedua malah "Kenapa saya makan beginian ya?"