oli london
Foto: Oli London
Identitas

Influencer Inggris Rombak Wajahnya Habis-Habisan Agar Mirip Orang Korea

Oli London merasa jati diri sejatinya adalah orang Korea, sepulang dari mengunjungi Korsel. Padahal dia lahir dan besar di keluarga kaukasian Inggris. Obsesi Oli London memicu perdebatan di medsos.

Pada 2020, influencer Inggris Oli London menggegerkan dunia per-Kpop-an dengan menikahi patung kardus vokalis BTS Jimin. Dia lagi-lagi membuat sensasi. Kali ini dengan menyebut dirinya sebagai “orang Korea transrasial nonbiner”.

Kepada VICE, dia mengaku telah menghabiskan sekitar £175.000 (Rp3,5 miliar) untuk menjalani serangkaian operasi plastik. Dia terobsesi memiliki wajah mirip idolanya, Jimin.

Iklan

Oli pertama kali “melela” atau membuka jati dirinya melalui twit yang dikirim pada 19 Juni lalu. “Ini bendera resmi saya sebagai orang nonbiner Korea,” demikian bunyi twitnya. Dia menyertakan foto bendera Korea dengan warna pelangi.

Influencer 31 tahun itu mengunggah video berjudul “I’m Non Binary Korean…” dua hari kemudian. Dalam video itu, Oli mengklaim SJW ingin “nge-cancel” dirinya. Dia kemudian menegaskan statusnya sebagai orang Korea dalam video lanjutan yang diunggah pada 26 Juni. Dengan begitu, dia merasa tak lagi menjadi orang Inggris.

“Panggil saya they, them, orang Korea dan Jimin. Saya mirip seperti orang Korea, dan Korea adalah negara saya,” tuturnya. They/them adalah kata ganti untuk orang-orang yang tidak menganggap dirinya sebagai laki-laki atau perempuan.

Kritik-kritik pedas membanjiri kolom komentar pada video Oli.

Isi emailnya menjelaskan, dia merasa dirinya sangat cocok dengan budaya Korea sejak 2013. “Saya sudah setahun mengajar bahasa Inggris di Korea. Satu tahun itu mengubah hidup saya selamanya,” kata Oli.

Di tahun itu, dia menjalani operasi pengecilan hidung di Korea, tapi hasilnya tidak sesuai yang diharapkan. “Hidung saya bengkok, jadi butuh empat kali operasi,” ujarnya.

Kebanyakan orang Korea Selatan kesal dengan sikap Oli. Narasumber VICE merasakan hal yang sama.

“Dia seharusnya tidak mengganti bendera kami kalau memang menghormati Korea,” Sanghwa “Eden” Shin, orang Korea yang sudah dua tahun tinggal di Mumbai, India, berbicara kepada VICE. “Korea memang belum terbuka dengan hak-hak LGBT+, tapi pendekatannya ini telah melecehkan negara kami.”

Iklan

Oli dianggap telah mengapropriasi budaya Korea dan memiliki obsesi tidak sehat dengan Jimin. Sejumlah pengguna Twitter bahkan menjulukinya “Sasaeng”, alias penggemar fanatik yang abusif dan obsesif. 

“Saya rasa dia punya fetish orang Korea,” tandas Soojinn J, keturunan Korea Selatan-Amerika-Kanada yang tinggal di Toronto. “Saya bisa memahami orang yang ingin diakui secara apa adanya, tapi Oli London tampaknya tidak menghormati budaya Korea.”

Menurut Soojinn, influencer kulit putih itu melihat budaya Korea sebatas pada K-Pop dan penampilan umum orang Korea. “Budaya Korea lebih dari dua aspek ini. Saya sedih melihat nilai-nilainya dikurangi oleh orang yang viral.”

Soojinn dikasih tahu temannya tentang kisah “coming out” Oli pekan lalu. “Saya awalnya bingung. Kok bisa orang mengaku sebagai budaya lain, padahal dia tidak punya asal-usul atau pemahaman tentangnya? Saya masih bisa memahami keinginan untuk operasi plastik, tapi saya takkan pernah bisa mendukung orang yang mengklaim mereka berasal dari budaya yang sedang ngetren.”

Perbandingan foto Oli London sebelum dan sesudah operasi plastik.

Perbandingan foto Oli London sebelum dan sesudah operasi plastik.

Istilah “transrasial” kerap dipermasalahkan. Namun, kata ini biasanya digunakan untuk menggambarkan anak angkat yang berasal dari ras berbeda dari keluarga angkatnya.

Bagi Oli, “transrasial” menggambarkan seseorang yang terjebak dalam budaya dan etnisnya sendiri. “Saya merasa terjebak dalam diri saya sendiri sejak pertama kali mengunjungi Korea beberapa tahun lalu,” ungkapnya.

Iklan

Segelintir orang di internet menyamakan transgender dengan transrasial. Komentator sayap kanan Ben Shapiro bahkan mendukung keputusan Oli.

Ada juga grup-grup Facebook yang para anggotanya mendiskusikan rencana untuk menjadi transrasial seutuhnya. Beberapa mengaku ingin melakukan operasi plastik.

“Aneh rasanya melihat orang memamerkan hasil operasinya,” ujar Sharon Kim, orang Korea yang tinggal di Toronto, Kanada. “Idola K-Pop biasanya diam saja. Mereka tidak pernah menceritakannya.”

Sharon yakin keputusan Oli didasarkan oleh tren operasi plastik yang meningkat di Korea Selatan. “Saya geli melihatnya ingin operasi plastik supaya mirip orang Korea, sedangkan tante saya ingin membiayai operasi kelopak mata sebagai hadiah kelulusan.”

Korea Selatan memiliki rasio operasi plastik tertinggi per kapita. Sebagian orang melihatnya sebagai cara meningkatkan status sosial dan memperbaiki nasib. Operasi kelopak mata, hidung dan suntik putih adalah prosedur kecantikan paling populer di Negeri Ginseng. Beberapa memperbaiki bentuk kelopak mata mereka agar terlihat lebih besar.

Iklan

Baru-baru ini, Oli menjalani operasi pengangkatan dahi dan pelipis, suntik putih, canthoplasty (operasi yang mengubah bentuk mata) dan pemasangan selubung gigi (dental crown). Masih banyak bedah plastik yang harus dijalani selanjutnya. “Saya akan terus merombak wajah sampai mirip idola K-Pop saya, Jimin.”

Oli London melakukan prosedur filler mata pada Agustus 2018 di London, Inggris. Foto: Marcus Hessenberg / Barcroft Media via Getty Images

Oli London melakukan prosedur filler mata pada Agustus 2018 di London, Inggris. Foto: Marcus Hessenberg / Barcroft Media via Getty Images

Oli bukan orang kulit putih pertama yang mengaku sebagai ras lain. Pada 2015, aktivis Rachel Dolezal menuai kontroversi setelah berpura-pura menjadi perempuan Kulit Hitam.

Tahun lalu, sejarawan Jessica A. Krug menerbitkan esai di Medium yang membeberkan, selama ini dia berbohong dan bertingkah seperti orang Kulit Hitam.

Dolezal adalah presiden Asosiasi Nasional untuk Kemajuan Orang Kulit Berwarna (NAACP) di Amerika Serikat, sedangkan Krug adalah mantan profesor studi Afrika-Amerika di George Washington University. Keduanya lahir di keluarga kulit putih, tapi mengaku sebagai orang kulit Hitam.

Pada 2014, lelaki kelahiran Brasil mengubah bentuk matanya supaya terlihat “seperti orang Asia”. Dia melakukan ini setelah setahun tinggal di Korea Selatan.

Iklan

Masalahnya adalah Oli tidak pernah merasakan apa yang dirasakan orang Korea dan bangsa Asia pada umumnya. Sebagaimana dijelaskan jurnalis Sandra Song dalam artikelnya di Paper Magazine, Oli mengabaikan trauma, rasisme dan segala macam kesulitan yang dihadapi orang Korea. “Dia hanya mengambil hal-hal bagus (K-Pop dan kuliner Korsel) tanpa mengakui bagaimana tindakan rasis dan diskriminatif orang Barat memengaruhi hidup kita,” tulisnya. “Jadi, yah… Rasanya aneh jika ada orang kulit putih mengaku-ngaku sebagai orang Korea.”

Oli London memegang foto dirinya sebelum operasi plastik di London, Inggris pada 2018. Foto: Marcus Hessenberg / Barcroft Media via Getty Images

Oli London memegang foto dirinya sebelum operasi plastik di London, Inggris pada 2018. Foto: Marcus Hessenberg / Barcroft Media via Getty Images

Misalnya, kebencian terhadap orang Asia kian memburuk di Amerika Serikat. Stop AAPI Hate, organisasi nirlaba yang memantau kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap orang Asia-Amerika dan Penduduk Pasifik di AS, mencatat lebih dari 6.603 insiden terkait kebencian sepanjang Maret 2020-2021. 65,2 persen bentuk kekerasan yang dialami berupa pelecehan verbal. Warga keturunan Tionghoa melaporkan jumlah insiden tertinggi (47,3 persen). Orang Korea menyusul di belakangnya (16,6 persen).

Iklan

Jurnalis transgender Filipina-Amerika Meredith Talusan menulis untuk The Guardian, keputusan Dolezal untuk menggelapkan warna kulitnya adalah pilihan aktif, sementara orang transgender melakukan transisi hampir selalu tidak disengaja. Menurutnya, transisi bisa terjadi ketika seseorang merasa tidak cocok dengan gender yang ditanamkan dan diajarkan sejak lahir. Dengan kata lain, transrasial jelas-jelas berbeda dari transgender. Talusan menyebut “tidak ada perbandingan” di antara keduanya. 

“Dolezal mungkin merasakan hubungan yang kuat dengan kulit Hitam sampai-sampai dia memutuskan dirinya berkulit Hitam. Namun, keputusannya menggunakan identitas tersebut karena selama ini dia terpapar budaya orang kulit Hitam, bukan karena atribut mendasar dari kehidupannya,” terang Talusan dalam artikel The Guardian.

Oli London di jalanan kota Seoul pada 2019. Foto: Daniel Smukullia / Barcroft Media via Getty Images

Oli London di jalanan kota Seoul pada 2019. Foto: Daniel Smukullia / Barcroft Media via Getty Images

Namun, Oli menuduh “orang-orang woke” menyerangnya karena dia berbeda.

“Orang woke dan troll akan selalu menyerang orang yang mereka anggap berbeda [menurut] standar masyarakat,” tukasnya. “Saya unik dan tidak sesuai norma, sehingga mereka menyerang dan merundung saya untuk merendahkan saya [...] Orang-orang memanggil saya rasis, padahal sebenarnya merekalah yang rasis.”

Oli bersikukuh dengan pendiriannya. “Saya telah mengidentifikasi diri sebagai orang Korea sejak empat tahun lalu, dan transrasial sejak dua tahun lalu. Saya baru berani membicarakannya sekarang.”

Sementara itu, semua narasumber VICE melihat Oli hanya ingin cari perhatian dan tenar di medsos. “Saya sudah beberapa tahun tinggal di India. Orang India pasti akan tersinggung jika saya operasi plastik agar mirip aktor Bollywood. Mereka berhak merasakan itu,” tutur Sanghwa. “Saya rasa dia hanya menginginkan ketenaran. Belum tentu dia masih mau punya wajah mirip Jimin 10 tahun lagi.”

Follow Jaishree di Twitter dan Instagram.