Kecanduan Gawai

Program 'Chickenisasi' Bandung Diklaim Berhasil, Meski Belasan Anak Ayam Mati

Sebagian mati karena lupa diberi makan, ada yang dimakan kucing. Walkot Bandung Oded M. Danial menganggapnya hal biasa. Dia pun pede kecanduan anak pada gadget berkurang.
Program 'Chichkenisasi' Bandung Diklaim Oded M Danial Berhasil, Meski Belasan Anak Ayam Mati
Ilustrasi anak ayam dalam program Pemkot Bandung via Pixabay.

Meski tahun baru belum seminggu berjalan, gelar politikus paling optimistis 2020 dapat kita sematkan pada Wali Kota Bandung Oded M. Danial.

Akhir tahun lalu, Oded meluncurkan program yang dinamai “Chickenisasi” demi mengatasi tren kecanduan gawai di kalangan siswa sekolah Bandung. Bentuknya dengan membagikan anak ayam ke ratusan siswa SD dan SMP agar menjadi pengalih dari kebiasaan main gawai.

Belum dua bulan berjalan, proses kaderisasi peternak kepada anak-anak yang belum tentu pengin jadi peternak ini mulai menimbulkan dampak negatif (yang mungkin orang satu Indonesia udah bisa prediksi): Banyak anak ayam karena lupa dikasih makan dan dimakan predator tikus dan kucing. Halo PETA?

Iklan

Oded menanggapi kejadian ini dengan santai. Meski ada nyawa binatang yang melayang karena program bermodal logika tanpa kajian ini, ia masih menganggapnya wajar.

"Namanya edukasi pastinya ada yang gagal dan berhasil. Gagalnya juga bisa macam-macam. Mati karena teu kaparaban [enggak dikasih makan] atau dimakan tikus tadi. Hal itu hal biasa saya kira," kata Oded kepada Detik. Oded semakin merasa kejadian mati massal ini adalah hal biasa karena jangankan anak-anak, pengusaha ayam saja masih suka kena hama tikus.

Kepala SMP Negeri 54 Bandung Ike Fiesta Renny mengatakan, sudah ada 13 ekor anak ayam mati saat dipelihara anak didiknya. Ika juga mengakui ada murid yang dua kali bikin anak ayamnya mati karena kesulitan memelihara.

"Beberapa anak ayam mati karena dimakan tikus. Kendalanya itu. Mungkin disimpannya di bawah [rumah]. Memang ada juga sih yang sebagian kecil anak ayam mati lagi, tetapi tidak segera dilaporkan. Ketika di-monitoring, baru dilaporkan. Sepertinya itu yang agak ogah-ogahan mungkin," ujar Ika kepada kantor berita Antara.

Pada November 2019, Pemerintah Kota Bandung menyerahkan nasib dua ribu nyawa anak ayam kepada pelajar SD dan SMP. Sebulan kemudian, Oded sudah mengklaim programnya berhasil, dan siap menambah 10 ribu ayam baru kepada murid-murid lain. Katanya saat itu, kebijakan ini sukses bikin murid-murid disiplin.

Ukuran keberhasilannya dinilai dari bobot anak ayam yang bertambah. Per Januari, Kepala Dinas Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Bandung Gin Gin Ginanjar menyatakan, rata-rata anak ayam semakin gemuk dengan pertambahan berat 350-400 gram dari semula 39-48 gram.

"Kalau dari tingkat kematian masih di bawah ambang toleransi kurang dari 10 persen dan itu pun bukan disebabkan karena penyakit atau pemeliharaan, tetapi karena dimakan predator seperti kucing atau tikus," ucap Gin.

Mungkin perlu ada yang mengingatkan Kepala Dispangtan Bandung, ketika ada anak ayam matinya karena dimakan kucing atau tikus, itu berarti yang salah adalah cara pemeliharaannya dong. Tapi sudahlah. Kalau memang program ini sangat efektif, ada baiknya generasi X dan baby boomers diminta ramai-ramai mengurus ayam supaya tidak kecanduan gawai, dan akhirnya mereka bisa berhenti menyebar hoax seperti kesimpulan peneliti beberapa waktu lalu.