FYI.

This story is over 5 years old.

Sains Menjawab Pertanyaan Iseng

Kami Bertanya Pada Dokter Penyebab Manusia Sering sakit Setelah Naik Pesawat

Menurut sains sih pesawat terbang adalah sarang mikroba berbahaya
Ilustrasi kabin pesawat oleh Suhyeon Choi/Unsplash.

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic.

Kita semua pasti pernah mengalaminya: kurang enak badan setelah bepergian dengan pesawat. Sebelum berangkat, kamu bugar-bugar saja. Beberapa hari kemudian, kamu mulai batuk-batuk, lalu kena demam, dan flu seminggu lamanya. Kamu terus bertanya-tanya "jangan-jangan gara-gara naik pesawat." Tapi apa memang benar begitu? Sebenarnya, tak ada yang benar-benar berbeda dari ruangan dalam pesawat. Melakukan penerbangan tak lantas bikin sistem kekebalan tubuh kalian menurun. Satu-satunya yang berbeda adalah kamu duduk sangat berdekatan dengan orang lain dalam pesawat selama penerbangan. Nah, jika salah satu dari penumpang, terutama mereka yang kebetulan duduk di dekatmu sakit, mereka gampang menularkan mikroba pembawa bibit penyakit. Beberapa penelitian memperkirakan bahwa nyaris 20 persen penumpang pesawat komersial di AS dan Eropa menderita gangguan infeksi pernafasan seminggu setelah terbang. Salah satu hal yang bikin kita sakit adalah menyentuh permukaan benda yang sudah terkontaminasi mikroba. Demikian kesimpulan William Schaffner, seorang spesialis penyakit menular dari Vanderbilt University Medical Center. Informasi ini tentu saja bukan temuan baru. Kita—yang kamu juga termasuk di dalamnya—sering banget ngoceh tentang titik-titik tempat bakteri bersemayam mulai dari meja makan lipat, bantal, sandaran kepala, sandaran tangan, dan tentu saja kamar mandi pesawat. Sebenarnya, daftarnya bisa lebih panjang dari itu. Intinya tetap sama: tanganmu merayap ke permukaan obyek-obyek tadi, lalu kembali menyentuh hidung atau mulutmu. Hal ini lantas jadi rute penularan penyakit. Infeksi pernafasan punya "jalur" penularan sendiri. Jika kamu menderita gangguan kesehatan yang menyebalkan itu, salahkan sirkulasi udara kabin pesawat. Saat seorang menderita infeksi pernafasan (sayangnya, 99 persen infeksi saluran pernafasan bagian atas memang menular), dia akan menghasilkan "awan" virus di udara sekitar mereka saban kali mereka batuk, bersin atau sekedar menghela nafas. "Misalkan, saya tengah menderita infeksi yang viral dan menghembuskan nafas, saya akan mengeluarkan partikel mikroskopis menular yang bisa kamu hirup. Partikel-partikel ini nanti akan berkembang biak di membran mukosa [seperti hidung dan tenggorokamn]. Hasilnya: anda akan kena flu," kata Schaffner. Dia menambahkan sebuah fakta yang tak menyenangkan: awan virus ini bisa merentang sejauh 90 cm. Selama dalam penerbangan, kamu akan berdekatan dengan banyak orang, kemungkinan jauh lebih banyak dari orang berada di dekat meja kerjamu. Selain itu, ada masalah dengan sirkulasi udara dalam pesawat. Udara dalam pesawat memang difilter tapi peredaran terbagi dalam beberapa bagian pesawat. Jadi, kamu mungkin tak akan tertular mikroba dari seluruh penumpang, tapi kemungkinan besar, kamu akan ketularan penyakit dari mereka yang duduk di satu bagian pesawat bersamamu. Orang-orang yang bisa menularkan penyakit bukan cuma mereka yang "kerap bersin dan batuk" menurut Schaffner, tapi mereka juga yang belum menunjukkan tanda-tanda sakit namun membawa virus dalam nafas mereka. Jadi, makin susah menebak siapa yang sebenarnya bikin kamu sakit. Durasi kamu berada dalam pesawat juga menentukan apakah kamu tertular penyakit atau tidak. "Makin lama paparannya, makin besar kemungkinan kamu tertular penyakit. Ini sih nenek-nenek juga tahu," ungkap Schaffner. Celakanya, ini tak cuma berlaku pada sakit flu biasa, tapi juga pada kasus mikroba jahat yang bisa mengakibatkan tuberkolosis. Tenang, mikroba ini termasuk jarang ditemukan dalam pesawat. Selain durasi, frekuensi terbang juga harus diperhitungkan. Makin sering kamu naik pesawat, makin tinggi kemungkinan kamu tertular penyakit. Peneliti sebenarnya bisa saja menanyai penumpang sebelum dan sesudah penerbangan untuk mencari tahu seberapa sering mereka sakit dan kapan gejala-gejala penyakit mulai terdeteksi. Masalahnya, penilitian-penelitian macam ini rumit dan makan banyak dana. Selain itu masih banyak masalah kesehatan yang harus didahulukan, sehingga penelitian menyakut hal ini belum perlu dilakukan. "Intinya penerbangan memang bisa jadi faktor yang bikin seseorang sakit," Schaffner menyimpulkan. Lagipula, kita tak perlu penelitian yang bertele-tele untuk bisa melakukan tindakan preventif agar tak jatuh sakit setelah bepergian dengan pesawat. Cukup minum air dan tidur yang memadai, maka kamu bisa menjaga sistem kekebalan tubuh. Tapi, kalau kamu tipe orang yang gampang panik, tak mengapa bila kamu menambahkan langkah pengamanan tambahan: pakai masker selama dalam pesawat. Bagi mayoritas orang yang tidak parnoan, Schaffner punya nasehat sederhana: "Kita sudah tahu kok caranya agar tidak sakit—cuci tangan dan berdoalah."