Yockie Suryo Prayogo, musisi brilian kebanggaan Indonesia, baru saja tutup usia pada 5 Februari kemarin. Dia bukanlah jenis musisi yang gemerlap dan bergaya bak bintang rock. Dia lebih menyerupai sosok idealis dan jenius yang barangkali sulit ditemui bandingannya dari musisi zaman sekarang.Yockie adalah musisi lintas generasi. Karya-karyanya bak mesin waktu, selalu relevan di era apapun. Siapa yang tak kenal lagu Lilin-lilin Kecil yang dinyanyikan mendiang Chrisye? Bahkan soundtrack Badai Pasti Berlalu pun masih menghantui hingga kini. Karya-karyanya bareng grup kugiran God Bless seperti Semut Hitam, Raksasa, dan Apa Kabar? Adalah cetak biru musik rock Indonesia yang memadukan unsur jazz, pop, dan etnik.
Iklan
Jurnalis kawakan Denny Muhammad Ramadhan yang menghabiskan lebih dari separuh hidupnya mengarsipkan karya Yockie, menganggap sosok kibordis andal tersebut sebagai musisi paripurna. Tak cuma andal merangkai lagu, Yockie adalah musisi yang peka dengan pelbagai persoalan yang hinggap dan mencekik masyarakat kelas bawah.“Sosoknya menawarkan banyak sudut pandang,” ujar Denny kepada VICE Indonesia. “Sebagai keyboardis, komposer, penata musik mau pun pengamat masalah sosial dan politik.”Yockie yang meninggal pada usia 63 karena komplikasi penyakit yang dideritanya, berkali-kali mengatakan bahwa musik bukanlah suatu kendaraan untuk mengejar tren atau memupuk popularitas. Ia yakin musik adalah sebuah karya seni, bukan sebuah produk komersil yang dimassalkan. Album solonya Musik Saya Adalah Saya yang dirilis pada 1978, menjadi bukti bahwa kreativitas Yockie tidak pernah didikte oleh pasar.Dalam satu wawancara, Yockie pernah bilang dia bermain musik bukan untuk mencari uang dan ketenaran. “Saya main musik bukan untuk hidup kok,” ujar Yockie. “Saya tidak mencari duit apalagi mencari popularitas. Saya enggak butuh duit dari kalian,” ungkap Yockie dalam wawancara di tahun 2011. Meski hengkang terlebih dulu dari God Bless, Yockie mengaku tak pernah mengiba royalti sepeser pun.Konser bertajuk "Menjilat Matahari"—judulnya diilhami salah satu lagu mahakarya God Bless— yang digelar Oktober tahun lalu, menjadi panggung terakhir bagi Yockie. Yockie kini telah benar-benar pergi untuk menjilat Matahari. Raganya mungkin telah ditelan bumi dan waktu, namun karyanya tak akan semudah itu menyerah di hadapan waktu.
Iklan
Demi penghormatan terakhir kepada Yockie, Denny Muhammad Ramadhan meluangkan waktu sejenak merangkum 10 karya terbaik Yockie buat VICE Indonesia. Lagu-lagu tersebut, menurut Denny, tak pernah minggat dari dalam kepalanya meski tren musik bertubi-tubi datang silih berganti.Salah satu finalis Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors putaran pertama penyanyi bareng Dhenok Wahyudi. Meski bukan ciptaannya, lagu ini sangat mempresentasikan kedekatanya dengan irama jazz.Pada lagu yang ditulisnya bareng James F Sundah ini Yockie seperti ingin memberi pelajaran betapa luas komposisi yang dapat dimainkan dalam setiap lagu. Ia pun menabrak batas tabu harmoni. Irama rock progresif yang rumit berhadapan dengan karakter vokal Chrisye yang linier namun pada akhirnya justru melahirkan keseimbangan baru.Dipetik dari album dengan judul yang sama, lagu ini sangat menonjolkan keakuannya sebagai seniman musik yang penuh ambisi dan gagasan. Sulit untuk tidak mengatakan bahwa inilah konsep rock opera pertama dalam khasanah musik pop kontemporer di Indonesia. Durasi sepanjang lebih dari 20 menit dimanfatkannya untuk mengeritik industri musik yang mendiktekan persoalan pasar serta isu pembajakan. Ada narasi yang diisi oleh Sys NS, vokal yang dieksekusi secara bergantian oleh Harvey Malaiholo, Andi Meriem Mattalata, Bram Manusama, Kasino, Berlian Hutauruk dan Rafika Duri. Yockie menempatkan dirinya sebagai sutradara yang mengatur para pelaku dalam proyek ambisius ini, termasuk menempatkan Idris Sardi di bawah Koordinasinya.
1. 'Dalam Kelembutan Pagi' (1977)
2. 'Jurang Pemisah' (1977)
3. 'Musik Saya Adalah Saya' (1979)
Iklan
4. 'Juwita' (1980)
5. 'Citra Hitam' (1980)
6. 'Sri Kustinah' (1983)
7. 'Kehidupan' (1988)
Iklan