Opini

Masalah Terbesar Ide Buka Lagi Bioskop Ada di Jargon 'Protokol Kesehatan' ala Pemerintah

Berkaca dari kemunculan kluster Covid-19 di perkantoran Jakarta, pembukaan fasilitas umum bermodal garansi longgar “sesuai protokol kesehatan” bisa memperburuk keadaan.
Pemerintah Indonesia izinkan bioskop buka lagi asal sesuai protokol kesehatan
Foto ilustrasi menonton film di bioskop sendirian oleh Karen Zhao/via Unsplash

Pemerintah baru saja membahas kemungkinan pembukaan kembali bioskop untuk umum, pagi ini (26/8). Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengakhiri pembahasan dalam satu kesimpulan: bioskop akan dibuka kembali dengan protokol kesehatan ketat. Sebuah janji yang belakangan ini makin familier.

Iklan

Bukan pemerintah namanya kalau tidak menandai presentasi kebijakan ini tanpa menyertakan alasan aneh. Kali ini, giliran Jubir Satgas Wiku Adisasmito jadi sorotan. Doi bilang nonton film di bioskop akan tetap aman karena bikin penonton bahagia. Jadi nanti kebahagiaan itu akan meningkatkan imunitas tubuh penonton sehingga menekan risiko tertular corona.

“Bahwa bioskop dan sinema memang memiliki karakteristik dan kontribusi penting, terutama dalam memberikan hiburan kepada masyarakat karena imunitas masyarakat bisa meningkat karena bahagia atau suasana mental fisik masyarakat juga ditingkatkan,” kata Wiku saat konferensi pers nasib bioskop di YouTube BNPB.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan turut hadir dan mendukung kebijakan ini. Doi menjabarkan data 47 negara yang saat ini enggak nutup bioskop di tengah pandemi, seperti Korea Selatan. Pembukaan bioskop oleh pemerintah juga didasarkan pada rujukan pakar yang bisa Anda baca di tautan ini dan ini.

Sebagai gambaran, salah satu pakar yang dikutip pemerintah berasal dari virolog Hiroshi Oshitani dari Tohoku University. Menurut Hiroshi, tidak ada laporan kluster corona dari lingkungan di mana orang-orangnya menggunakan masker dan tidak berbicara satu sama lain. Bioskop dianggap pemerintah termasuk salah satu lingkungan itu.

Belum ada tanggal pasti kapan pembukaan bioskop dimulai. Katanya sih pemerintah mau ngecek beberapa faktor dulu, terutama kesiapan protokol kesehatan. Apa saja? Coba saya jabarkan singkat.

Iklan

Penggunaan masker jelas wajib. Penonton diharap menjaga jarak satu sampai dua meter. Bioskop akan ditinjau kesiapan fasilitasnya, seperti tempat cuci tangan, penyaringan udara, dan rutinitas pembersihan fasilitas rawan sentuh minimal satu jam sekali.

Semuanya akan dilihat dalam simulasi sebelum benar-benar dibuka, termasuk kapasitas teater yang hanya boleh diisi kurang dari setengahnya. Pemesanan tiket dilakukan secara daring serta yang boleh nonton hanya manusia berumur lebih dari 12 tahun dan kurang dari 60 tahun. Deck presentasi lengkap bisa dilihat di tautan ini. Yang terpenting, Wiku dan Anies berjanji akan menjalankan pengawasan dan evaluasi yang ketat.

Melihat kabar, netizen terpantau khawatir.

Sekretaris Fraksi Golkar DPRD DKI Judistira Hermawan mengkritik rencana tersebut. Menurutnya, inisiatif ini sebaiknya ditunda karena terlalu rawan. “Bioskop termasuk kegiatan usaha yang berpotensi terjadi penyebaran COVID-19. Ruangnya tertutup, full AC, dan sirkulasi udara juga terbatas. Saran kami sebaiknya ditunda,” ujar Judistira kepada Detik.

Kekhawatiran ini wajar melihat fakta pembukaan kegiatan perkantoran dengan janji “sesuai protokol kesehatan” malah menghasilkan kluster baru. Mulai dari BUMN, kementerian dan lembaga, kepolisian, sampai perusahaan swasta, semua silih berganti menyumbang kasus positif.

Kluster perkantoran muncul karena di lapangan, enggak semua protokol benar-benar dijalankan dan diawasi. Dosen Hukum UGM Nabiyla Risfa Izzati melaporkan hasil surveinya di The Conversation yang mengatakan: separuh perkantoran diklaim tidak menerapkan protokol kesehatan sesuai kesepakatan. Wajar jika per 9 Agustus, ada 166 kluster dengan lebih dari seribu orang terinfeksi corona di kantor.

Melakukan survei kepada 457 responden dari berbagai wilayah Indonesia pada 20 Juni hingga 10 Agustus, Nabiyla dapat pengakuan bahwa hanya 51,4 persen responden yang kantornya menerapkan aturan jaga jarak secara ketat. Lalu, hanya 41,5 persen responden yang mengaku secara rutin mendapatkan self-assessment risiko tertular Covid-19 dari perusahaannya.

Menurut Nabiyla, sikap bandel perkantoran terjadi karena dua hal. Pertama, lemahnya pengawasan di lapangan. Dan kedua, tidak ada sanksi yang jelas dan tegas bagi instansi yang melanggar protokol. Ribet pokoknya dah.