FYI.

This story is over 5 years old.

Musik

Ngobrol Bareng NIKI Membahas R&B, Musik 90'an, dan Konsep Go International

Nicole Zefanya adalah bintang baru R&B asal Indonesia. Dia berupaya menembus pasar AS, bersama label 88 Rising. Mungkinkah dia menyusul kesuksesan Rich Chigga?

Kalimat berikut adalah penjelasan misterius dari video musik YouTube dalam berjudul “I LIKE U,” singel penyanyi 18 tahun yang dikenal dengan sebutan NIKI. Lagu tersebut merupakan ballad piano yang bisa membuat orang berjoget, ditemani triplet hi-hat ala trap yang trendi, bass 808, dan vokal menawan NIKI. Dalam video, NIKI bernyanyi sendiri di dalam kamar yang penuh dengan poster TLC dan Aaliyah—bentuk penghormatan terhadap musisi legenda R&B akhir 90-an yang jelas mempengaruhi musikalitasnya.

Iklan

NIKI, bernama asli Nicole Zefanya, lahir dan besar di Jakarta. Sejak remaja, dia merekam video ia menyanyikan lagu bikinan sendiri dan juga lagu-lagu cover dari musisi Amerika dan Inggris di kanal YouTube yang ia unggah menggunakan nama sendiri. Sensibilitasnya akan musik pop terasah oleh dua hal: internet dan beberapa sesi liburan keluarga ke Los Angeles. Ia memilih pop dan R&B modern sebagai genre tempatnya memampatkan semua pengaruh musikal yang ia dapat semasa hidup.

Kini, NIKI sedang menimba ilmu di sebuah universitas kecil di Nashville, Tennessee, sambil terus menelurkan single. Lagu-lagu terbarunya dirilis oleh 88 Rising, manajemen dan media produksi musisi Asia berbasis New York yang juga bertanggung jawab atas melejitnya Rich Chigga, Higher Brothers, dan Keith Ape. Kedua video musik terbarunya, “I LIKE U” dan “See U Never” (menampilkan Rich Chigga alias teman setanah air Brian Immanuel) telah mendapatkan lebih dari 796.600 play. Berarti memang banyak yang suka musiknya toh.

Ethan Harfenist mewakili VICE mengobrol dengan NIKI untuk menemukan bagaimana dia bisa menyeimbangkan hidupnya sebagai anak kuliah dan membangun karir sebagai ratu R&B favorit internet.

VICE: Materi barumu yang dirilis 88Rising terbilang progresif, walau masih condong ke musik R&B klasik. Kayaknya sekarang nostalgia sedang populer ya. Kenapa sih kita sekarang terobsesi banget sama musik 90-an akhir dan awal 2000?
NIKI: Saya juga sering memikirkan hal serupa. Kayaknya sih mulainya gara-gara… OK, bentar gini deh, kan EDM udah lama populer, dan kayaknya sekarang EDM agak mulai mati—bukan mati sih, tapi mulai kehilangan tahtanya baru-baru ini. Nah, gara-gara itu, hip-hop mulai naik lagi dan jadi semakin bervariasi. Sekarang banyak banget sub-genre hip-hop. Saya akan menyebutkan beberapa orang. Ada musisi asal Singapura bernama Sam Rui, enggak tau kenapa yang pertama kepikiran namanya dia. Dia menggunakan synth mellow yang super alternatif dan indie pop tapi dicampur dengan elemen trap dan jadilah musik R&B kontemporer modern.

Iklan

Mungkin juga tren revival ini karena hip-hop sedang sangat variatif, dan saya menggunakan hip-hop sebagai contoh karena menurut saya R&B itu jatuh di bawah payung hip-hop, tapi itu opini pribadi aja sih. Ngejawab pertanyaan gak sih? [tertawa]

R&B modern jelas sangat terpengaruh oleh eksperimentasi dalam ranah rap modern. Tapi dalam perihal gaya musik, dan bukan instrumentasi, apakah kamu terpengaruh berat oleh sound TLC di akhir 90'an?
1.000 persen setuju! Jelas. Saya besar mendengarkan banyak Destiny’s Child karena nyokap suka banget musik R&B akhir 90-an kayak Boys II Men, Aaliyah dan seterusnya. Jadi saya jujur gak ngerti gimana tren ini dimulai, tapi iya, musik saya jelas berutang banyak terhadap R&B akhir 90-an. Dan kayaknya, gaya fashion 90-an juga kembali masuk lagi deh! Dan ini mempengaruhi musiknya juga.

Oh iya, fashion 90-an juga ngetren lagi. Bikin penasaran gak sih apakah zaman sekarang ada yang orisinil? Apa semuanya cuman remix ulang dari refleksi masa lalu?
Menurut saya banyak musik yang baru, tapi memang semuanya berakar dari tren atau gaya yang sudah muncul di masa lalu. Zaman sekarang, orisinalitas memang sangat sulit untuk ditemukan. Ya gimana ya, mungkin mudah untuk ditemukan, tapi juga sulit menemukan yang 1.000 persen murni orisinil dalam seni karena adanya perkembangan macam internet dan jasa streaming musik. Orang bisa membuat musiknya sendiri dari dalam kamar sekarang. Dan karena dunia terasa lebih terhubung satu sama lain, semua orang saling terpengaruh oleh orang lain. Jadi dalam konteks itu, saya merasa orisinalitas sejati memang sulit ditemukan. Tapi di saat yang sama, orang-orang jauh lebih kreatif dengan penggunaan software musik yang terus berkembang. Sekarang ada synth yang dibangun di dalam komputer lho! Sekarang kita bisa memanipulasi bunyi synth dalam jutaan cara untuk membuat lagu ciptaan terdengar orisinil. Tapi memang, saya jelas terpengaruh oleh orang-orang yang memainkan musik yang sama di masa lalu.

Iklan

Musisi Asia sepertinya sedang naik daun di AS berkat Rich Chigga, CL, dan banyak lainnya. Kira-kira apa pemicunya?
Saya merasa orang Asia kurang memiliki representasi di media. Coba sebutkan nama satu musisi mainstream Asia yang bukan komposer musik klasikal aktif 20 tahun yang lalu. Seseorang yang populer dan berada di depan mata publik. Coba sebutkan satu orang Asia yang memenangkan Grammy dalam lima tahun terakhir—atau dalam 30 tahun terakhir deh! Sebutkan nama satu aktor Asia yang memenangkan Oscar. Susah kan? Kita dibahas aja enggak.

Generasi sekarang itu sangat—gimana ya ngomongnya? Saya merasa generasi saya semakin inklusif sebagai masyarakat dan acara TV semakin banyak menggunakan kaum minoritas, dan mendobrak stereotip Asia yang biasa ditunjukkan media-media barat. Karena garis pembatas ini mulai rapuh, banyak kaum Asia mulai muncul ke permukaan. Orang-orang mulai menyadari eksistensi kami. Menurut saya itu yang sedang terjadi: media mulai menyadari kemunculan kami.

Bagaimana kamu berusaha menampilkan akar Indonesiamu sebagai musisi di AS? Saya pernah membaca wawancara media Barat sama Rich Chigga. Dia keselip lidah menggambarkan Jakarta sebagai kota penuh kejahatan dan kekerasan senjata api. Tentu saja info itu keliru. Bagaimana kamu berusaha menginformasikan ke dunia seperti apa Indonesia itu?
Saya gak terang-terangan berteriak ‘Hidup Indonesia!’ di media sosial atau gimana gitu. Tapi dalam kehidupan sehari-hari, seperti di kampus, tinggal di Tennessee, saya berusaha menginformasikan orang tentang tanah air saya. Misalnya dalam percakapan saya mengatakan, ‘Wah, lucu elo bilang gitu, karena di kota kelahiran gue di Jakarta, kayak gitu tuh biasa.’ Dan saya berusaha memasukkan tidak hanya Jakarta, tap jugai Asia dalam percakapan.

Iklan

Saya suka menantang orang. Nashville bukanlah kota paling multi-kultur di Amerika, apalagi kampus saya. Kebanyakan warga berkulit putih. Jadi saya membawa pola pikir Jakarta, pola pikir saya, ke dalam percakapan. Dan ini membuat orang mengatakan, ‘Wah! Gue gak nyangka ada orang berpikir kayak gitu, atau hal semacam itu eksis.’

Kamu tuh menganggap diri musisi Indonesia atau Amerika?
Kayaknya dua istilah itu kurang sreg deh. Saya tidak akan memungkiri bahwa saya dari Indonesia. Tapi ketika orang mengatakan, ‘dia musisi Indonesia,’ itu benar, tapi juga membatasi. Saya tahu banyak musisi lokal Indonesia, yang hanya eksis di Indonesia. Dan saya tidak mau masuk ke dalam golongan itu. Ini konotasi yang saya rasakan dari istilah ‘Musisi Indonesia Niki’. Saya tidak menganggap diri saya musisi Amerika juga, karena ya emang itu gak bener. Saya bukan dari Amerika. Gak tahu deh! Yang pasti saya penyanyi R&B. Saya menciptakan beat saya sendiri dan saya dari Indonesia.

Ada musisi macam Agnez Mo yang sudah lama tinggal di AS tapi belum benar-benar bisa mendobrak pasar di sana. Setidaknya dia tetap sangat populer di Indonesia. Secara profesional, fokusmu di mana? Pasar musik AS atau Indonesia?
Bagusnya sih bisa dua-duanya! [tertawa]. Tapi saya mikirnya ya di manapun saya tembus aja. Masalahnya Amerika dan Hollywood—mungkin bukan Hollywood, sekarang berkat internet udah gak ada lagi sih yang namanya ‘Hollywood’—itu memang pusat dari hiburan dunia. Jadi dalan konteks itu, ya memang saya ingin mengincar masuk ke chart Amerika karena Amerika adalah mayoritas. Apabila sesuatu ngetren di Amerika, kemungkinan akan ngetren di mana-mana. Kalau saya hanya memfokuskan diri di Indonesia, ya asik juga memang kalau berhasil tembus, tapi biasanya gak bisa keluar dari gelembung lokal itu. Dan idealnya adalah dikenal secara universal.

Banyak orang Indonesia sangat terobsesi sama istilah ‘go international.’ Kenapa sih standar sukses sangat bergantung dengan penerimaan dari negara Barat?
Saya suka banget dengan pertanyaan itu. Saya jujur saja ya, semua orang Indonesia sangat sadar—paling tidak di bawah alam sadar—bahwa Indonesia masih jauh tertinggal dalam segala hal. Orang Indonesia kerap meremehkan negaranya sendiri. Kami hanya berpikir—saya menggunakan kata ‘kita’ karena saya orang Indonesia ya. Ini bukan opini pribadi, tapi lebih ke generalisasi. Saya merasa kita kerap mengidolakan dunia luar. Semua yang di luar Asia kayaknya keren banget dan jauh. Saya tidak yakin pola pikir seperti ini muncul dari mana, tapi ya beginilah faktanya.

Oke. Kamu ada rencana untuk manggung di AS? Rich Chigga kan lagi tur di AS tuh, dan nantinya merambah ke Asia juga.
Belum sih. Saya baru punya dua lagu. Begitu saya punya lebih banyak lagu buat set, mungkin, tapi untuk sekarang belum.

Apa kamu akan manggung di Jakarta juga?
Sudah pasti. Itu salah satu target jangka pendek terbesar saya.

Wawancara ini telah disunting supaya lebih ringkas dan enak dibaca.