Politik

Pemerintah Hendak Jorjoran Naikkan Dana Bantuan Parpol dari Rp1,4 Miliar Jadi Rp6 Triliun

Jokowi bakal tercatat dalam sejarah jadi satu-satunya presiden Indonesia yang menaikkan dana parpol dua kali berturut-turut—andai rencana ini serius diwujudkan.
Pemerintahan Jokowi Jorjoran Naikkan Dana Parpol dari Rp1,4 Miliar Jadi 6 Triliun Per Tahun
Beberapa logo partai politik yang berlaga dalam pemilu 2019. Foto oleh Adek Berry/AFP

Mulai 2023, pemerintah berencana membagikan dana parpol sebesar Rp6 triliun pada semua partai politik yang mendapat kursi di DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Tapi rencana yang sudah disetujui Presiden Joko Widodo ini masih belum pasti akan dilaksanakan.

Informasi kenaikan dana parpol disampaikan Direktur Politik dan Komunikasi Bappenas Wariki Sutikno di Jakarta, Senin (4/11). Sobat miskin yang hampir jantungan baca berita ini bakal makin kaget ketika baca pendapat Pak Wariki bahwa anggaran segitu kecil banget… kalau dibandingin sama proyeksi APBN 2023 sebesar Rp2.700 triliun. Hmm…..

Iklan

"Saya [dari Bappenas] ngitung enggak sendirian, saya ngitung dengan KPK, dengan salah satu partai, tidak perlu saya sebut. Partai yang sangat berperan. Kurang dari Rp6 triliun dalam satu tahun," kata Wariki, dikutip CNN Indonesia. "[Besaran ini berlaku] tidak di tahun pertama, kedua, ketiga RPJMN [2020-2024], ini kemungkinannya akan tahun keempat atau tahun kelima, yaitu 2023-2024."

Pemerintah Indonesia sesudah reformasi rutin memberi bantuan finansial kepada parpol yang lolos ke DPR/DPRD, diatur dalam UU 2/2008 dan PP 5/2009. Tujuannya kalau dalam undang-undang sih untuk membiayai pendidikan politik kader dan masyarakat, juga buat membiayai sekretariat. Di luar UU, dana parpol diharap bisa menekan ongkos politik elektoral biar pejabatnya nanti agak kurang-kurang korupsinya. Sebab, dengan dikasih uang dari APBN/APBD, parpol harus menyetor laporan keuangan yang nantinya diperiksa BPK.

Mulanya besar dana parpol dari APBN dan APBD sebesar Rp108 per suara. Cara menghitungnya begini: untuk parpol yang tembus DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, jumah suara yang didapat dikali Rp108.

Tahun lalu, peraturan pemerintah yang pertama dikeluarkan Jokowi adalah PP 1/2018 tentang kenaikan dana parpol. Dana Rp108 per suara dinaikkan menjadi Rp1.000/suara untuk DPR RI, Rp1.200 untuk DPRD Provinsi, dan Rp1.500 untuk DPRD Kabupaten/Kota.

Kenaikan itu adalah hasil usulan Menteri Dalam Negeri saat itu yang juga politisi PDIP Tjahjo Kumolo. "Sekarang kita berupaya mengusulkan Rp1.000 dari Rp108 yang selama 20 tahun nggak naik. Kan wajar," ujar Tjahjo pada 3 Juli 2017, dikutip Detik.

Iklan

PDIP, partainya Tjahjo dan Jokowi, tentu menikmati potongan terbesar kue dana parpol ini. Di pemilu legislatif 2014, PDIP menjadi pemenang pemilu dengan 23,6 juta suara. Sekilas nilainya tidak besar-besar banget, "cuma" Rp23,6 miliar, yang buat nebus semua koleksi tas Syahrini aja masih kurang. Tapi angka itu jelas gede dibanding anggaran tahunan PDIP se-Indonesia yang kata Tjahjo di angka Rp2 miliar.

Tapi Rp1.000 per suara itu adalah usulan Tjahjo yang kedua. Sebelumnya, pada 2015, Tjahjo Kumolo menyodorkan angka yang lebih lezat: perlu ada dana sebesar Rp1 triliun per parpol.
Mantan wapres Jusuf Kalla yang veteran Partai Golkar sampai cuma berkomentar "Wuih…," mungkin saking enggak masuk akalnya. Bayangkan saja. dari Rp108, yang kalau suara PDIP 25 juta artinya akumulatif Rp2,5 miliar, menjadi 1 triliun.

Tjahjo punya alasan mengajukan nilai sebesar itu. "Ternyata akar permasalahannya [marak korupsi pejabat dari parpol] ada di pembiayaan dan pendanaan kampanye yang terlalu jorjoran," ujarnya di Maret 2015, dikutip Tempo. "Partai perlu pendanaan pemerintah, agar tak ada kebebasan kader cari obyek proyek pendanaan partai."

Menurut ICW, aktualnya pemerintah keluarkan Rp386 miliar per tahun untuk membiayai parpol. Namun, betapapun kita kesal uang pajak kita dipakai buat ngeduitin parpol yang nggak kita sukai, pimpinan KPK Agus Raharjo dari tahun ke tahun selalu bersetuju ada aliran besar dana parpol dari APBN/APBD.

Iklan

"Hampir seluruh negara di dunia menyediakan dana untuk parpol," kata Agus membenarkan kebijakan dana parpol pada Juli 2016, dikutip Kontan. Maret tahun ini, Agus usul dana parpol besarnya Rp20 triliun.

Dalam tulisan politisi Partai Demokrat di Kompas pada 2016, ia mengabarkan bahwa KPK juga usul agar negara memberi bantuan ke setiap parpol berupa natura jatah siaran di televisi. Alhamdulillah jatah itu kini sudah difasilitasi secara tak sengaja oleh Mata Najwa dan ILC.

Yang bikin agak bingung, di level DPRD tampaknya Rp1.200/suara tadi tidak diperlakukan sebagai angka baku. Di DPRD DKI Jakarta saat ini, dana parpol sebesar Rp2.400/suara. Perasaan udah gede, September lalu Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DKI Jakarta masih minta angkanya naik dua kali lipat jadi Rp4.800.

Komentar politisi, KPK, BPK, dan ICW menyuratkan dan menyiratkan bahwa APBN/APBD memang perlu memberi dana yang mencukupi kebutuhan parpol. Landasannya asumsi bahwa modal cekak mendorong partai mencari ongkos poltiik dengan cara tak terpuji. Audit BPK atas dana partai sepanjang 2007-2011 menunjukkan ada uang Rp300 triliun yang beredar. Uang-uang itu didapat partai lewat proyek negara, bantuan sosial, hibah, dan sumbangan dengan cara-cara yang kadang hitam, kadang putih.

ICW melaporkan pada Maret 2014, kalau cuma mengandalkan iuran anggota mah aslinya dalam setahun parpol paling banter punya duit Rp22 miliar. Dua tahun kemudian, ICW bilang kalau aktualnya parpol butuh Rp150-Rp250 miliar per tahun. Akibatnya, muncul sumbangan-sumbangan dari “hamba Allah” untuk membiayai acara mewah parpol.

Berkaca pada berbagai laporan pembanding itu, dana parpol pada akhirnya jadi problematik. Kita bisa berdebat soal alasan orang korupsi, apakah emang karena BU banget seperti yang diasumsikan di atas, atau mengutip teori-teori korupsi yang dipublikasikan KPK, bisa karena serakah aja. Jika asumsi pertama yang diambil, maka BPK harus menjadi gawang terakhir untuk menjaga akuntabilitas penggunaan dana parpol.

Masalahnya, Bappenas yang ngitung dana parpol sekarang diketuai orang parpol. Belum lagi, pada 25 September Kontan merilis berita dengan judul "Empat dari Lima Anggota BPK 2019-2024 Berasal dari Parpol". Pusing, pusing dah….