kesehatan

Menkes Terawan Tuding Banyak Ibu Melahirkan Operasi Caesar Jadi Penyebab BPJS Tekor

Dokter kandungan jadi sasaran tembak Menkes yang curiga ada akal-akalan di balik tingginya angka persalinan caesar.
Menkes Terawan Tuding BPJS Kesehatan Tekor Karena Marak Ibu Melahirkan Operasi Caesar Akal-Akalan Dokter Spesialis Kandungan
Bayi-bayi yang lahir melalui operasi Caesar di salah satu RS Jakarta. Foto oleh Bay Ismoyo/AFP

Telinga para dokter kandungan harusnya memerah. Baru-baru ini Menteri Kesehatan dr. Terawan Agus Putranto menunjuk mereka sebagai salah satu biang defisit keuangan BPJS Kesehatan. Modusnya dengan mengakali ibu hamil agar bersalin lewat operasi caesar sehingga klaim rumah sakit ke BPJS membengkak, demikian ia katakan ketika bicara di hadapan kepala dinas kesehatan se-Indonesia, pekan lalu.

"Wong sectio caesarea aja perbandingannya dengan normal itu 45 persen. Harusnya menurut WHO 20 persen," begitu omel Menkes, dikutip Tempo, menembak statistik operasi caesar di Indonesia yang dua kali lipat lebih tinggi dibanding standar WHO.

Iklan

Harusnya Menkes lebih marah lagi karena di data BPJS Watch, angka persalinan caesar mencapai 66% dari total persalinan. Persentase ini mengacu pada statistik persalinan 2019 yang dikumpulkan BPJS Watch: Persalinan lewat operasi caesar mencapai 586.690 kasus, sedangkan persalinan normal hanya 273.198 orang. Kalau selisih angkanya sejauh ini, kayaknya sekarang udah bisa dibalik deh penyebutan kelahiran normal (baca: lumrah) itu yang mana.

Ketua Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mencoba berbaik sangka dengan mengatakan, tetap perlu diberlakukannya audit medis untuk membuktikan apakah benar ada konspirasi dokter di sini. Masalahnya, dugaan praktik nakal ini sudah berseliweran sejak bertahun-tahun lalu.

Menurut laporan Antara pada 2014, ada main mata antara bidan klinik bersalin untuk merujuk pasien bersalin agar menjalani operasi caesar di rumah sakit. Pasien ditakut-takuti dengan modus, usia kandungan sudah “lewat waktu" sehingga bayi harus segera dikeluarkan. Setelah operasi caesar sukese, bidan akan mendapat imbalan sejumlah uang.

Dikutip dari laporan tersebut, Bidan Yesie Aprilia, pelopor gerakan Gentle Birth untuk Semua menyebut, semakin sedikit tenaga kesehatan di perkotaan yang pro persalinan normal.

"Sedikit-sedikit operasi. Padahal fungsi obstetri itu ya menunggui ibu melahirkan sekaligus diberi motivasi, itu yang hilang saat ini. Terbukti dengan dokter kandungan yang kaya raya sekarang ini,” ujar Ketua Komisi IX DPR RI Ribka Tjiptaning pada 2014, masih dari Antara.

Iklan

Idealnya, operasi caesar dilakukan ketika ada indikasi medis darurat. Keputusannya baru boleh diambil setelah ibu hamil diobservasi dokter kandungan selama 24 jam. Mekanismenya harus hati-hati karena operasi Caesar meningkatkan risiko komplikasi medis dan psikologis ibu.

Namun, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak tuduhan Menkes Terawan. Menurut Anggota Dewan Pertimbangan IDI Zaenal Abidin, BPJS bangkrut bukan karena oknum dokter nakal, melainkan karena sistemnya sudah salah sedari awal. Zaenal mengaku ia dan timnya sudah mengkaji dan memberi usul kepada pemerintah agar angka iuran jangan terlalu rendah sejak 2014, namun pemerintah memutuskan tetap mengambil angka iuran termurah.

"Nah, itu jadi persoalan. Kita tetap dengan iuran sangat rendah. Ketika dinaikkan masyarakat protes. Jadi, 2016 kenaikan dilakukan bertahap, tapi Komisi IX DPR protes dan erpres dicabut. Selama dua bulan (ketika dinaikkan) itu agak normal, tapi ketika dicabut anjlok lagi, defisit bengkak lagi. Sumbangan defisit terjadi tiap bulan," ungkap Zaenal kepada CNBC Indonesia.

Zaenal menambahkan bahwa dokter hanya mendapat uang dari rumah sakit. Klaim BPJS dilakukan rumah sakit, bukan dokter. Jadi, seharusnya pemerintah curiga dulu sama rumah sakit sebelum menuduh dokter. Kalau udah begini, ujung-ujungnya ya saling tuding.

Zaenal menganggap daripada Menkes asal tuduh, mending fokus aja dulu sama sistem kebijakan BPJS yang cacat sejak lahir itu.

Tahun 2019 adalah tahun defisit terbesar BPJS Kesehatan, diproyeksikan mencapai Rp32,8 triliun, meski sejak lahir di 2014, BPJS Kesehatan emang nggak pernah enggak rugi. Lompatan kerugian yang terlalu besar (tahun lalu kerugian “cuma” Rp9 triliun) membuat pemerintah panik mencari siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas utang-utang ini.