FYI.

This story is over 5 years old.

Shit Indonesian Say

Penyebab Temanmu Sering Banget Nunda Kerjaan Pakai Istilah 'Sebat Dulu'

Deadline udah deket, eh si doi malah bilang 'sebats cuy'. Udah gitu dia ga ngerokok pula. Kenapa istilah ini bisa populer banget di Indonesia sih?
Ilustrasi oleh Diedra Cavina.

Selamat datang kolom Shit Indonesian Say. VICE Indonesia berusaha menelisik kebiasaan verbal orang-orang di Indonesia yang tumbuh subur, diinternalisasi, dimaklumi, sampai dianggap wajar dalam pergaulan sehari-hari. Padahal kata atau istilah itu kadang bermasalah banget. Dalam edisi kali ini, kami akan membahas satu istilah populer berikut: "Sebat dulu!"

Sebagian besar dari kalian pasti tahu, "sebat" (kadang juga 'sebats') adalah istilah slang untuk memendekkan pengucapan "sebatang rokok". Istilah tadi makin populer beberapa tahun belakangan, sebagai alasan mengulur waktu, entah si pengucapnya beneran ngerokok atau enggak. Ibaratnya, "sebats dulu" ada di persimpangan antara kebiasaan merokok akut dan sekadar keinginan menunda-nunda pekerjaan.

Iklan

Bayangkan begini skenarionya. Selepas makan siang di warteg terdekat, kaum perokok akan menolak langsung balik ke kantor atau kampus, pakai alasan 'sebat'. Padahal ada kerjaan buat klien yang musti dibereskan jam 2 siang. Kenapa harus sebat? Tentu saja karena sebat lebih cepat dan masuk akal, dibanding mereka bilang, "ntar sih, nunggu satu episode Game of Thrones dulu!"

Tidak ada dalih yang jauh lebih selow macam "sebatang rokok" yang secara matematis paling lama isapannya menghabiskan waktu 10 menit saja.

Istilah sebats, setelah dikaji lebih lanjut, populer berkat jumlah perokok di Indonesia tidak sedikit. Data dari The Tobacco Atlas menunjukkan 1 dari 66 lelaki di Indonesia merokok.Secara keseluruhan, Indonesia menempati peringkat tertinggi di Asia Tenggara dengan jumlah perokok 51,1 persen dari total jumlah penduduk. Uniknya, istilah 'sebat' juga populer di kalangan nonperokok.

Rekan kerja saya di VICE Indonesia, Adi Renaldi, merasa istilah "sebat dulu" begitu penting baginya dalam khazanah bahasa slang Indonesia. Dia mengaku berulang kali menggunakan istilah "sebats" sebagai dalih menunda sejenak kewajiban atau pekerjaan, terutama ketika sedang buntu akal.

"Kadang sebetulnya enggak pengen ngerokok banget, cuma kalau lagi buntu sama kerjaan dan tulisan yaudah deh sebat dulu," kata Adi padaku sambil curhat. "Kadang memang sebat jadi alasan buat lari dari kesibukan."

Pendapat berbeda datang dari kawanku yang lain, Michael Reily, pekerja media di Jakarta. Dia juga kadang melontarkan istilah tersebut. Tapi baginya "sebat dulu" bukanlah dalih menunda pekerjaan, melainkan hanya kebiasaan saat ngobrol bersama kawan sebaya saja. Pun, dirinya tak menyangkal kalau "sebat dulu" jadi standar untuk mengukur waktu.

Iklan

"Kalau gue sih biasanya enggak betah kalau lama-lama ngerokok di luar, dan 'sebat dulu' lebih ke ngerasa tanggung aja buat menghabiskan rokok," kata Reily. "Gue enggak membantah kalau sekarang jadi standar penentu waktu."

Aku menghubungi psikolog Elizabeth Santosa, demi mencari tahu kenapa durasi merokok menjadi dalih bersikap malas, atau setidaknya, dipakai banyak orang untuk mengajak lawan bicaranya bersantai sejenak. Eh, Elizabeth malah ikutan curhat bahwa istilah "sebat dulu" sering membuatnya kesal. "Hahaha, kayak suami saya," kata Elizabeth.

Elizabeth menerangkan kalau ada kenalanmu yang rutin pakai alasan sebat dulu ketika menerima ajakan atau perintah terkait pekerjaan, pemicunya bukan kebiasaan merokok. Jawabannya satu: dia adalah tipe yang suka menunda-nunda alias prokrastinator. Kebiasaan prokrastinasi berdasar telaah psikologi tidak pernah dilakukan secara spontan, melainkan selalu sadar dan terencana.

"Prokrastinasi terjadi ketika ada tujuan, ada perilaku yang ingin dituju dengan rentang waktu dan segala persiapannya, tapi orang ini malah memilih tidak melakukannya. Dia memilih untuk mengerjakan saat detik-detik terakhir," kata Elizabeth.

"There are two types of "orang yang bilang sebat". Memang betul, [bilang sebat] itu adalah salah satu bentuk manipulasi dari prokrastinasi," imbuh Elizabeth. "Tapi tidak semuanya prokrastinator."

Elizabeth menilai orang yang masuk kategori prokrastinator biasanya menunda-nunda semua jenis pekerjaan baik pekerjaan yang disukai maupun yang tidak. 'Sebat dulu' belum tentu akan jadi alasan yang dia pakai.

Iklan

"Orang yang bilang sebat itu ada macam-macam motifnya, karena memang adiksi atau kebiasaan, atau karena memang alasan saja untuk menunda waktu," kata Elizabeth.

Di luar soal bahaya merokok, yang semua juga sudah paham, Elizabeth menyatakan orang terbiasa bilang 'sebat' pada lawan bicaranya untuk menunda pekerjaan sebaiknya mengubah sikap. Ini jenis karakter diri yang bisa menimbulkan masalah.

"Sesungguhnya itu enggak sehat, dan harus dihapus," ujar Elizabeth. "Karena ada beberapa pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat, dan akhirnya capaianmu sebagai individu tidak maksimal."

Manusia rupanya sudah lama menghadapi yang namanya "habitual hesitation" atau kebiasaan malas ini sejak era berburu dan meramu. Artinya, 'sebat dulu' hanyalah istilah baru yang sudah biasa dilakukan manusia sejak ribuan tahun lalu. Tukang ngeles 'sebat dulu' di masa lalu sangat mungkin dibentak negarawan Romawi Kuno seperti Cicero, yang pernah berkata tegas sangat membenci, "kelambatan dan prokrastinasi" sebagai biang kerok kejatuhan sebuah peradaban.

Mempertahankan istilah 'sebat dulu' pas nongkrong tak masalah sih. Kuncinya adalah, jangan pakai istilah ini demi menjustifikasi penundaan kewajiban. Kalau ngotot menunda-nunda, tak perlu kaget bila aktivitas atau pekerjaanmu berujung pada kegagalan. Jangan menyalahkan quote klasik di buku tulis pelajar Indonesia yang bilang "kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda." Sebab, mau sampai kapan sih kita nunda-nunda keberhasilan terus?