FYI.

This story is over 5 years old.

Terorisme

Rencana TNI Pakai Jet Tempur Sukhoi Tangkal Militan Filipina Dipertanyakan

Sebab, simpatisan ISIS itu kalaupun hendak menyeberang ke Indonesia lewat laut. Mungkinkah jet tempur efektif?
Tentara Filipina mendobrak rumah diduga persembunyian militan. Reuters photo

Angkatan Bersenjata Indonesia menyiagakan 3 pesawat tempur Sukhoi SU-30 MK2 di pangkalan udara Tarakan untuk mencegah milisi Maute kabur ke wilayah Indonesia di tengah konflik bersenjata yang tengah terjadi di Malawi.

"Kelompok militan bisa kabur dari wilayah Filipina dan terpaksa menyebarang ke Indoneisa." ujar Komandan Pangkalan Udara Tarakan, Koloner PnB Didik Krisyanto, seperti dilansir oleh Jakarta Post.

Iklan

Pihak militer Indonesia telah menyatakan kekhwatiran bahwa konflik di Marawi—yang kini telah masuk pekan keempat—bakal memaksa kelompok militan bersembunyi dan kembali membentuk pasukan di wilayah hutan kalimantan.

Menurut kantor berita Antara, ketiga pesawat tempur Sukhoi akan disiagakan di Tarakan selama satu bulan guna memperkuat patroli kawasan perbatasan Filipina dan Indonesia.

Masalahnya, membasmi kelompok militan tak bisa dilakukan dengan menempatkan alusista canggih—itu pun kalau dimiliki oleh TNI. yang diperlukan adalah operasi kontra-pemberontaan yang tangkas dan menyeluruh yang mencakup: pengawasan, intelejen, pengetatan di pos penjaga perbatasan dan penguasaan lahan.

Pertanyaannya kemudian: apakah tiga Sukhoi ini akan efektif dalam membasmi kelompok militan jika mereka mengobarkan perang gerilya di hutan Kalimantan dan Laut Sulu? Kemungkinan besar tak akan membantu sama sekali. Sukhoi yang dimiliki oleh Indonesia tak pernah sekalipun menembakkan misil apalagi ikut dalam perang sebenarnya.

"Kehadiran Sukhoi di Tarakan adalah bagian dari kegiatan patroli perbatasan yang sudah dikoordinasikan," ujar pengamat militer Connie Kundalini Bakrie. "Tapi, menurut saya, pemerintah sebaiknya lebih bergantung pada operasi intelejen dan komunikasi untuk menggangu operasi militer kelompok militan, seperti dengan mengacak sinyal radio mereka."

Menurut Connie, penyiagaan ketiga Sukhoi hanyalah show of force, yang tak akan efektif, kecuali militer Indonesia memang ingin meluluhlantakan satu buah desa atau hutan lewat sebuah operasi udara. Lagipula, dalam kenyataannya kita tak memiliki SOP serangan macam itu.

Iklan

"Pemerintah seharusnya memperkuat patroli laut dan mengerahkan skuadron pesawat tanpa awak (UAV)," ujar Connie. Dia juga melanjutkan bahwa militer Indonesia harus mengerahkan personelnya guna melakukan operasi pengintaian di area yang ditengarai sebagai tempat persembunyian kelompok teroris. "Ini semua bergantung pada penguasaan kawasan udara, dunia maya dan intelejen."

Connie mengatakan bahwa milisi Maute dan kelompok Abu Sayyaf tengah terdesak di Malawi dan kemungkinan besar akan kabur ke wilayah terdekat, termasuk Kalimantan dan Sulawesi, yang memang masih memiliki sel teroris aktif.

Selama kampanye perang melawan terorisme yang dicanangkan oleh pemerintahan George W. Bush, pesawat jet dikerahkan untuk melakukan serangan udara sebagai dukungan terhadap pasukan darat Amerika Serikat. Serangan udara bisa dengan mudah menghancurkan konvoi musuh, bangunan besar dan kendaraan berat. Sayangnya, serangan udara tak bisa mengeyahkan kelompok kecil pejihad yang melarikan diri.

Di lain pihak, serangan militer tak akan benar-benar bisa memberantas kaum pemberontak—suatu kenyataan yang kerap dilupakan pemerintah Indonesia. Butuh pendekatan halus dan dialog antara dua entitas serta pendekatan diplomatis.

Operasi militer Filipina sejauh ini lewat udara membuktikan kekhawatiran tersebut. Jihadis di selatan Filipina tak mudah dilumpuhkan meski peralatan berat telah dikerahkan.

Milisi Marawi—yang terdiri dari milisi Abu Sayyaf dan kelompok militan Maute—telah menerima serangan udara tanpa henti dari angkatan bersenjata Filipina. Di saat yang sama, gempuran dari pasukan darat Filipina juga tak kunjung berhenti. Nyatanya, serangan-serangan ini tak lantas bisa benar-benar membasmi kelompok militan yang menurut Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) diduga bersembunyi di tiga distrik Malawi. Kuat dugaan, ada ratusan milisi Marawi yang bersembunyi di bangunan-bangunan yang ditinggalkan pemiliknya.

Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict Sidney Jones menyatakan dalam laporannya bahwa serangan militer, seintensif apapun, tak akan pernah berhasil menghabisi kaum militan yang disatukan ideologi, ikatan darah dan keinginan untuk membalas dendam saudara mereka yang tewas di tangan pasukan pemerintah.

Kondisi yang sama bisa dijumpai di Timur Tengah saat serangan udara tentara koalisi AS mulai dilancarkan 23 September 2014 silam di Irak dan Suriah. Di luar harapan, serangan tak memberikan hasil berarti, kendati menewaskan beberapa pentolan kelompok teror itu, termasuk Rayan Meshaal, pendiri media propaganda ISIS.

Sampai saat ini, krisis di Marawi menewaskan 62 personel militer Filipina serta 257 anggota kelompok militan, berdasarkan penyataan juru bicara militer Filipina, Col. Jo-Ar Herrera, seperti dikutip Inquirer.