Perubahan Iklim

Saatnya Kita Menyadari Banjir Dahsyat Jabodetabek Awal 2020 Dampak Perubahan Iklim

BMKG bilang rekor curah hujan tertinggi di Jabodetabek 24 tahun terakhir dipicu kenaikan suhu samudra. Sejauh ini 21 orang tewas, dan 19 ribu orang terpaksa mengungsi akibat air bah.
Bencana Iklim Banjir 2020 Jabodetabek Disebabkan Perubahan Iklim BMKG Anies Baswedan
Banjir di kawasan Jakarta Timur pada 1 Januari 2020 membuat sebagian orang terpaksa memanfaatkan dokar ditarik kuda untuk menembus air. Foto oleh Dasril Roszandi/AFP

Banjir sudah menjadi langganan tiap tahun di Jakarta dan sekitarnya. Tapi di awal tahun ini, yang dianggap terburuk sepanjang satu dasawarsa belakangan, bukan cuma perkara sampah yang menumpuk di sungai dan tata ruang yang salah kaprah, tapi juga terkait bencana iklim akibat pemanasan global.

Hujan lebat telah mengguyur seantero Jakarta pada 31 Desember 2019 dan berlanjut hingga keesokan harinya. Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat curah hujan pada malam pergantian tahun mencapai 377 mm/hari. Itu curah hujan tertinggi sejak 2007, saat curah hujan di Jakarta mencapai 340 mm/hari.

Iklan

“Hujan yang turun di malam tahun baru di bagian barat dan utara Jawa sangat ekstrem dan memicu banjir di Jabodetabek dan Cikampek di Jawa Barat," tulis BMKG dalam rilisnya dilansir The Jakarta Post. “Ini bukan hujan biasa."

BMKG mencatat salah satu penyebab hujan ekstrem tersebut adalah angin muson—sebuah fenomena perubahan drastis dalam arah mata angin yang ditandai oleh perubahan musim hujan.

"Angin yang bergerak dari timur laut Jawa bertemu dengan angin yang berhembus dari selatan. Pertemuan itu menyebabkan terbentuknya formasi awan masif di langit Jawa," kata juru bicara BMKG Fachri Radjab dalam pernyataan resminya.

Fakta bahwa bencana iklim akibat pemanasan global berada di balik banjir Jakarta tak bisa dipungkiri lagi. Fachri menambahkan kenaikan suhu di Samudera Hindia juga menyebabkan tingginya uap air, yang pada akhirnya mempengaruhi formasi awan tebal di Jawa. BMKG memprediksi hujan lebat akan turun hingga akhir pekan ini.

Tercatat 31.232 orang mengungsi. Sementara jumlah korban tewas mencapai 21 orang hingga artikel ini dilansir. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 103 titik banjir di Jabodetabek. Terbanyak adalah Jakarta Selatan dengan 22 titik, diikuti Jakarta Timur dengan 11 titik.

Intensitas hujan sedang hingga tinggi berada di wilayah Bogor sejak 31 Desember hingga saat ini, menyebabkan tinggi muka di Pintu Air Katulampa mencapai lebih dari 110 cm. Akibatnya Sungai Ciliwung meluap. Banjir tahun ini juga menjadi yang terparah sejak 2013, yang menyebabkan 47 kematian di Jabodetabek.

Iklan

Laporan perubahan cuaca dan pemanasan global yang dirils PBB mengungkap 2019 menjadi tahun terpanas dalam kurun lima tahun terakhir. Dikutip dari CNN Indonesia, iklim pada kurun tersebut diperkirakan naik 1.1 derajat Celcius di atas era pra-revolusi industri (1850-1900) dan 0,2 derajat Celcius lebih hangat sejak 2011-2015.

Alih-alih menurunkan emisi karbon sesuai Perjanjian Paris 2015, jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer justru meningkat 2 persen, atau 37 miliar ton, pada 2018. Dalam Perjanjian Paris 2015, negara-negara dunia menargetkan untuk membatasi kenaikan suhu jangka panjang di bawah 2 derajat celcius atau idealnya 1.5 derajat celcius di atas level pra-revolusi industri. Jika tidak, maka Bumi akan menghangat sekitar 2.9 derajat Celcius hingga 3.4 derajat Celcius pada 2050.

Pada 2016, dalam jurnal Nature Climate Change, sekelompok ilmuwan yang dipimpin Markus Donat dari University of New South Wales mengidentifikasi bahwa pemanasan global justru tidak membuat Bumi mengering, tapi justru membawa banjir dan hujan ekstrem. "Fenomena ekstrem justru akan melanda daerah yang memiliki iklim kering dan basah," kata Markus.

Markus dan timnya menemukan jumlah hari yang dilanda hujan lebat telah meningkat 1 hingga 2 persen setiap dekade di daerah kering dan basah. Kelompok ilmuwan tersebut menganalisis cuaca sepanjang 60 tahun belakangan di setiap daerah paling kering dan basah di Bumi, termasuk negara tropis dan gurun.

Presiden Joko Widodo, dalam keterangan resminya, mengatakan banjir disebabkan sampah dan kerusakan ekosistem. Tapi presiden seharusnya mulai menyebut bahwa efek pemanasan global tak lagi bisa diremehkan.