FYI.

This story is over 5 years old.

Pelecehan Seksual

Demo Pelajar SMP di Wonogiri Akibat Teman Sekelas Dilecehkan Guru Raih Simpati Warganet

Solidaritas para pelajar muda itu membuat banyak orang optimis, bahwa kesadaran seputar perlindungan hak perempuan di Indonesia bisa terus membaik.
Pelajar SMP di Sinabung, Sumatra Utara
Ilustrasi pelajar SMP di Indonesia oleh Beawiharta/Reuters

Orang tua dan guru sering berpesan: belajarlah yang benar di sekolah dan jadi anak yang baik. Nasehat ini benar-benar dipraktikkan oleh pelajar SMP Negeri 1 Slogohimo, Wonogiri, Jawa Tengah, dengan cara menggelar unjuk rasa. Mereka menuntut salah satu guru bahasa Inggris, berinisial HM, diberhentikan setelah diduga melakukan pelecehan seksual terhadap seorang murid perempuan.

Protes pelajar SMP ini bermula Sabtu 26 Januari 2019 lalu di tengah jam pelajaran. Murid perempuan yang dituduh HM tidak mengerjakan tugas seperti yang diperintahkan, mengalami pemegangan fisik. Tindakan tak patut itu dilakukan sang guru di depan siswa lainnya. Perilakunya ternyata menyulut kemarahan dan protes dari teman-teman si pelajar perempuan. Ratusan siswa berkumpul di lapangan sekolah, menuntut sang guru segera dipecat. Polisi sampai datang meminta murid-murid SMP itu tenang, dan kasus ini pun jadi sorotan nasional.

Iklan

Aksi murid SMP macam ini terbilang langka dalam sistem pendidikan Indonesia yang terkenal kerpa melindungi nama baik institusi, alih-alih korban pelecehan. Karena sorotan publik terlanjur membesar, Kepala Dinas Pendidikan dan Budaya, Wonogiri, Siswanto angkat bicara. Ia mengatakan guru yang bermasalah tersebut akan ditarik dari sekolah ke dinas, jika pelecehan seksual tersebut terbukti benar.

"Kami telah membentuk tim dan terjun ke lapangan. Tim mencari fakta dan mengklarifikasi, baik guru yang bersangkutan, siswa dan guru-guru lainnya. Kalau memang benar seperti yang disuarakan siswa ya kami tarik dulu berhenti mengajar," kata Siswanto, saat dihubungi media awal pekan ini.

Lantas kalau pelaku sudah pindah ke dinas, adakah sistem yang bisa melindungi orang-orang di dinas dari tindakan pelecehan seksual serupa?

Nyatnaya protes dari siswa berlanjut pada Senin 29 Januari, setelah mereka melihat guru yang bermasalah masih mengikuti upacara di sekolah. Unjuk rasa Senin tidak hanya melibatkan murid. Wali murid turut datang ke sekolah, menyampaikan keluhan jika guru tersebut masih dibiarkan mengajar. Akibatnya, HM segera diamankan dan langsung diselidiki oleh polisi terkait dugaan pelecehan tersebut.

Budaya penanganan kasus pelecehan seksual yang berpihak pada korban di institusi pendidikan Indonesia belum muncul. Jangankan pendidikan dasar dan menengah, di perguruan tinggi yang seharusnya sudah menerapkan sistem pendidikan manusia dewasa, nyatanya masih banyak sekali kasus pembungkaman korban pelecehan untuk melindungi nama baik kampus.

Iklan

Contohnya skandal pelecehan Agni, yang dipublikasikan oleh pers mahasiswa Balairung November tahun lalu. Rektorat baru bergerak untuk tidak meluluskan terduga pelaku begitu saja setelah berita ini ramai di media sosial.

Kabar terbaru dari kasus Agni, pelaku bukan sekadar membantah. Malah penulis laporan Balairung, Citra Maudy, dipanggil oleh kepolisian. Langkah polisi dikecam oleh Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta yang menganggap polisi hendak mengkriminalisasi pekerja pers, dan bukannya fokus mengusut kasus pemerkosaan yang dialami Agni.

Karenanya, unjuk rasa para pelajar di Wonogiri ini segera mengundang simpati pengguna Internet. Mereka memuji kesadaran anak-anak tersebut untuk bersolidaritas dengan kawan yang mengalami pelecehan.

Kisah keberanian pelajar sekolah menengah melawan sistem sekolah yang busuk bukan kali ini saja. Pada 2008, murid di SMA Negeri 3 Solo pernah berunjuk rasa dan berkolaborasi membongkar korupsi dana kesiswaan oleh kepala sekolah dan wakil kepala bidang sarana prasarana. Keberanian pelajar SMAN 3 Solo itu sempat diangkat jadi film dokumenter karena menginspirasi banyak pihak.

Hingga artikel ini dilansir, penyelidikan polisi dan dinas pendidikan Wonogiri masih berlangsung. Setidaknya keberanian anak-anak itu untuk melawan ketidakadilan telah menyentuh banyak orang.

Generasi yang lebih tua kadang kecewa melihat minimnya kesadaran memihak korban kekerasan seksual di negara ini. Apa yang terjadi di Slogohimo membuat siapapun yang masih merawat akal sehat berani terus menyalakan harapan.