FYI.

This story is over 5 years old.

isu lingkungan

Maskapai Penerbangan Menghasilkan Jutaan Ton Sampah yang Tak Bisa Didaur Ulang Setiap Tahunnya

Ini belum termasuk chemtrail alias jejak kimia yang ditinggalkan semua pesawat
Gavin Butler
Melbourne, AU

Perjalanan udara ternyata berdampak buruk bagi planet bumi. Selain mengeluarkan gas rumah kaca, industri penerbangan juga menjadi penyumbang sampah plastik dari peralatan makan yang mereka sediakan.

Setiap satu orang bisa menghasilkan sekitar 1,4 kg sampah saat naik pesawat. Data ini berasal dari Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional (IATA), yang melaporkan bahwa total sampah dari penumpang pesawat di dunia mencapai 5,7 juta ton pada 2017. Angka ini meningkat setengah juta dari 2016.

Iklan

Apa saja sampahnya? Cangkir plastik, botol minum, kemasan makanan, dan pembungkus selimut. Kebanyakan dari sampah tersebut tidak bisa didaur ulang dan berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) atau insinerasi (pembakaran sampah). Seiring dengan meningkatnya populasi dan jumlah penumpang setiap harinya, jumlah sampah juga akan terus bertambah.

Masalah sampah ini dapat dihubungkan dengan sejumlah faktor, seperti uang. Banyak yang memilih plastik karena harganya yang murah dan ringan, sehingga maskapai penerbangan bisa menghemat biaya bahan bakar. Bobot yang lebih ringan berarti efisiensi bahan bakar lebih tinggi.

Masalah besar lainnya adalah hukum di negara-negara Barat yang melarang daur ulang kemasan paket luar negeri karena risiko biosecurity. Penerbangan internasional yang mendarat di Australia, Selandia Baru, Eropa dan Amerika Serikat harus mematuhi peraturan membakar benda yang disediakan selama perjalanan. Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko penyakit binatang menular.


Simak seri dokumenter The Pledge yang membahas tentang pengelolaan sampah plastik

“Australia dan Selandia Baru sangat mementingkan biosecurity, sehingga semua barang bekas pakai harus dibakar,” kata Dr Susanne Becken, dosen pariwisata berkelanjutan di Griffith University, kepada ABC. “Semuanya harus dibakar. Termasuk kaleng soda yang belum dibuka.”

Kedengarannya memang mengerikan, tetapi ada sejumlah pihak yang sudah mulai melakukan perubahan. Qantas, misalnya. Mereka memakai bahan daur ulang untuk bungkusannya dan menawarkan headset yang tidak terbuat dari plastik. Qantas juga bekerja sama dengan organisasi food rescue OzHarvest untuk menyumbangkan barang habis pakai yang belum digunakan kepada siapa saja yang membutuhkan. Sementara Emirates sudah memiliki fasilitas daur ulang di penerbangan mereka dan mengeluarkan selimut eco-friendly yang terbuat dari botol yang bisa didaur ulang.

“Ada banyak solusi yang bisa kita pilih sekarang,” kata Mark Ross-Smith, data specialist dan konsultan penerbangan, kepada CNN Travel tahun lalu. “Namun, penumpang sulit memahami ini karena katering (dan pembuangan limbah) sebagian besar dilakukan di balik layar.”