FYI.

This story is over 5 years old.

The Business of Babies

Kalian Kira Semua Bayi Lucu Bisa Jadi Model Iklan? Kagak, Standarnya Berat Banget

Kami mewawancarai koordinator casting model anak dan balita yang biasa "memasok" calon bintang iklan ke berbagai agency di Indonesia, untuk mengetahui jenis bayi macam mana lebih disukai industri periklanan.
Ilustrasi oleh Adam Noor Iman.

"The Business of Babies" adalah seri liputan yang digarap VICE menelisik fenomena di Indonesia, tentang cara orang-orang memanfaatkan isu reproduksi menjadi bisnis bernilai miliaran Rupiah. Untuk artikel perdana ini, kami mengangkat bisnis model bayi. Tahu kan banyak bayi nampang di iklan, pasti ada keterlibatan agency dong. Nah, di seri artikel berikutnya, VICE akan menyoroti penipuan obat kesuburan, bisnis antar jemput ASI, hingga menelisik bagaimana perusahaan multinasional meyakinkan banyak perempuan di Tanah Air kalau air susu mereka kalah bergizi dibanding susu formula.

Iklan

Keponakan gue, usianya sekarang 7 bulan, adalah manusia paling lucu yang gue kenal. Gue bilang gitu bukan cuma karena gue tantenya. Setiap kali gue posting foto yang menampilkan pipinya yang tembem, matanya yang bulat, dan lipatan lemaknya, pasti gue dapat lebih banyak likes dari biasanya. Gue jadi kepikiran, apa keponakan gue pantas jadi model? Banyak orang memulai karirnya dari Instagram, jadi kalau dia punya potensi, mendingan karirnya dimulai sejak dini.

Gue ngelihatin foto-foto bayi di Instagram. Banyak banget bayi dari keluarga tajir yang mengendorse handuk, krim pampers, dan susu formula. Biasanya orang tua dari para influencer bayi ini juga “selebgram” mapan—jadi mereka terlahir dengan pengaruh. Jutaan orang telah ngelike foto-foto mereka sejak mereka masih berwujud gumpalan di sonogram. Dengan following seperti itu, jelas mereka bakal berhasil menjual berbagai produk di internet.

Tapi, coba deh lihat terus foto-foto bayi di Instagram. Elo bakal menyadari bahwa bayi yang tenar berkat “usaha sendiri” sangat jarang. Gimana sih, caranya menerobos baby modelling agency? Karena penasaran itulah, gue akhirnya ngobrol-ngobrol bareng Talitha Rahma Ekochandra, perempuan yang sudah bekerja di industri model anak selama 10 tahun terakhir. Gue pengin tahu apa saja syarat-syarat jadi calon fotomodel bahkan sebelum gigi susumu tumbuh.

Agensi model anak Talitha, yang biasa merekrut anak-anak berumur 6 bulan hingga 10 tahun, memiliki puluhan ribu bocah bertampang menggemaskan di katalog mereka. Anak-anak ini akan diarahkan pada kontrak iklan televisi dan reklame, menjual produk-produk bayi seperti pampers sampai minyak goreng. Gue sadar bahkan mungkin bakal sulit dapat uang sebesar yang diperoleh bocah-bocah tadi, padahal pakai toilet aja mereka belum becus.

Iklan

OK. Kita mungkin udah lewat masanya. Tapi gimana kalau elo punya anak (atau setidaknya adik, sepupu, keponakan, apa aja deh) terus kepikiran, hmm… gimana ya caranya memampang muka bocah ini di papan reklame? Kontrak iklan reklame rata-rata bernilai Rp25 juta—lebih tinggi dari gaji bulanan sebagian besar orang Indonesia. Sedangkan nongol bentar di iklan televisi biasanya dibayar Rp15 juta—tetap lebih dari cukup untuk membayar biaya hidup bulanan dan hura-hura.

Singkat cerita, apa sih syarat-syarat kalau ada orang tua pengin anaknya menjadi model bayi? Berikut penjelasan dari Talitha.

(CATATAN TAMBAHAN: Seluruh staf VICE percaya semua bayi lucu dan menggemaskan, dan mereka pantas mendapatkan penghasilan dari iklan-iklan. Kami hanya mereproduksi standar-standar kecantikan bayi supaya semua orang bisa menyadari cara kerja industri ini, dan betapa spesifik—dan bahkan rasis—tuntutan-tuntutan industri ini. Kami ingin sekali melihat representasi setara dalam industri model bayi. Tapi, sampai tiba waktunya kesetaraan tercapai, ini adalah hal-hal yang membuat para pencari bakat dan pelaku industri periklanan lokal tergila-gila terhadap bayi tertentu.)

KULITNYA TERANG DAN MERONA

Pasar Indonesia menyukai bayi-bayi berkulit terang. Hal ini tidak mengejutkan; toh negara kita punya industri pemutih kulit yang massif banget. Standar serupa menimpa para bayi. Punya kulit berwarna terang saja tidak cukup. "Mereka harus terlihat merona,” kata Talitha.

Sejujurnya, gue sendiri belum pernah melihat langsung bayi-bayi dengan pipi merona. Jadi gue gak tahu bahwa yang semacam itu nyata. Gue mengajukan contoh supaya lebih paham. Gue tanya, “Jadi kayak bayi Sunda?” karena orang Sunda adalah kelompok etnis kedua di Indonesia yang terkenal atas kulit yang “bening.” Talitha diam sesaat lalu bilang enggak.

Iklan

“Kayak gimana ya? Dibilang Chinese juga enggak sih. Chinese pun kalau matanya sipit agak kurang,” ujarnya. “Biasanya tuh selalu ada bright eyes, jadi mata yang bersinar. Yang cerah, yang besar. Justru itu yang dicari. Kalaupun Chinese, kita pilih yang matanya besar. Jadi bisa dibilang enggak murni Chinese juga ya. Indonesia tapi sering dibilang Chinese karena putihnya, mungkin gitu kali ya.”

Gue bilang juga apa? “Spesifik” banget kan.

RAMBUTNYA LEBAT

Perusahaan-perusahaan senang dengan bayi-bayi berambut lebat. “Terus biasanya rambutnya kayak iklan shampo. Yang rambutnya kayak helm gitu,” ujar Talitha. Warna rambutnya sebisa mungkin harus hitam. Dalam industri hiburan di Tanah Air, orang-orang kulit putih dan blasteran biasanya lebih mudah mendapatkan peran. Tapi tidak demikian dalam industri model bayi. Batita yang tampak terlalu “putih” akan kurang beruntung. Itu karena warna rambut benar-benar berpengaruh. Bayi-bayi di Indonesia harus punya rambut hitam.

“Kalaupun anak bule, kami enggak mau yang rambutnya blonde. Justru kami mau yang rambutnya hitam,” ujar Talitha.

Menurut gue aturan soal rambut ini absurd banget karena gue sering lihat bayi yang menggemaskan dan botak. Nyokap gue baru-baru ini bilang bahwa kepala kakak cowok gue enggak ada rambutnya sampai usianya beranjak tiga tahun, dan itu pun setelah nyokap mencoba segala ramuan-ramuan herbal penumbuh rambut. Dari foto-foto keluarga di rumah, kakak gue itu lucu-lucu aja pas bayi. Yah, mungkin dia emang enggak berbakat jadi bintang bayi.

Iklan

Pada dasarnya, rambut seorang bayi ditentukan oleh faktor-faktor di luar kuasa siapapun, seperti hormon dan gen ibu. Sedih juga sih pas tahu kalau perkara rambut doang bisa menghambat karir bayi mengendorse merek biskuit tertentu. Sayangnya hidup memang enggak adil. Ada bagusnya bayi-bayi (plus orang tua mereka) belajar itu sejak dini.

Tapi kalau elo berhasil, ada kemungkinan bayi tersebut bisa “go international.” Iklan televisi di sini biasanya diadopsi negara-negara lain dan dibubuhi bahasa lokal. Jadi, jangan kaget kalau ngelihat bayi Indonesia dengan mata cerah dan pipi merona, jualan susu formula di iklan TV Thailand.

GIGI PUTIH BERSIH

Kriteria ini lebih sering diterapkan kepada calon model balita. Enggak penting kalau ukurannya kecil, yang penting gigi mereka harus putih bersih dan rapi saat balita. Talitha memberi tahu kalau balita-balita ini nantinya disuruh baris, dan pimpinan agensi bakal milih balita yang giginya paling bagus. Kasihan, orang tua mereka mungkin enggak bakal kasih permen supaya giginya tetap bagus (dan rokok juga wajib dihindari. Jangan ketawa sudah berulang kali balita dari Indonesia jadi terkenal karena ngerokok, tapi ya kali deh. Selain itu, rokok juga bisa merusak gigi.)

Talitha ngasih tahu gue kalau ada juga ibu yang sampai ngelem gigi palsu ke mulut anaknya saking pengin anaknya masuk TV dan dunia hiburan yang penuh dengan senyum palsu.

JANGAN KELAMAAN NUNGGU KARENA KELUCUAN (BAYI) CEPAT LUNTUR

Model bayi karirnya sangat singkat, apalagi kalau mereka sudah semakin besar dan kelucuannya semakin menghilang. Talitha sih jujur aja mengingatkan, kalau bayi-bayi yang lucu ini belum tentu cakep saat mereka dewasa nanti. Karena itulah ada orang tua yang nunggu sampai anaknya agak dewasa, dan baru menjadikan mereka model. Tapi, kalau elo merasa punya bayi lucu, disarankan agar mereka menjajal kemungkinan jadi model dari sekarang deh.

Tapi, masih ada harapan mereka jadi model kok, meski mereka tidak selucu pas masih bayi. Banyak mantan model bayi yang belajar akting dan jadi artis sinetron. Dunia perfilman di Indonesia selalu membutuhkan artis anak-anak.

Wah, karena tahu bayarannya besar (dan karirnya hanya sebentar), gue semakin penasaran keponakan gue cocok jadi model atau tidak. Gue kirim foto-foto keponakan ke Talitha untuk tahu pendapatnya.

Gue udah nunggu lama banget, tapi tidak ada balasan juga dari Talitha. Pertanda buruk, nih. Akhirnya dia balas juga dan bilang, “Rambutnya belum tumbuh.” Dia balas pakai tambahan emot :)

Yah, oke deh. Kayaknya emang enggak semua bayi ditakdirkan jadi model.