FYI.

This story is over 5 years old.

kesehatan

Sudah Saatnya Junk Food Dikemas Polos Seperti Rokok

Wolfram Schultz, Ilmuwan dari University of Cambridge, menyatakan kemasan warna-warni dari jajanan tidak sehat membuat orang terus tertarik mengkonsumsinya.

Artikel ini pertama kali tayang di MUNCHIES.

Hampir semua jajanan tidak sehat yang kandungan nilai gizinya rendah dikemas warna-warni. Lihat saja, mulai dari permen, keripik kentang, minuman berkabonasi, sampai nugget-nugget ga jelas itu pasti mencolok sekali bungkusnya. Selain warna, bungkus jajanan itu selalu diimbuhi maskot kartun lucu yang membuat anak kecil tertarik membelinya. Kalau kalian keliling supermarket, perhatikan deh, bungkus snack-snack yang isinya "angin doang" pasti lebih mudah ditemukan daripada buah dan sayuran.

Iklan

Junk food, apapun bentuknya, populer karena bisa memberi kita pasokan kalori secara instan dan rasanya 'enak' (Maha Benar MSG dan segala variannya).

Persoalannya, semua panganan tinggi energi tapi rendah dari sisi nutrisi itulah penyebab utama krisis obesitas global yang sedang terjadi beebrapa tahun belakangan. Banyak negara mengusulkan undang-undang baru membatasi konsumsi gula dan kalori pada makanan yang dijual bebas. Dari sudut pandang pakar syaraf otak, ada solusi yang lebih murah dan cepat: menyeragamkan kemasan junk food dan jajanan tidak sehat.

Ide ini datang dari Wolfram Schultz, Guru Besar Bidang Kerja Otak di University of Cambridge, Inggris. Dia melontarkan ide memasang label bahaya dan kemasan polos untuk junk food saat diberi kesempatan pidato atas anugrah The Brain Prize yang dia terima untuk penelitiannya di bidang syaraf kepuasan otak manusia. Schultz menyatakan makanan tinggi kalori akan mengancam manusia di masa mendatang jika tak cepat-cepat diatur peredarannya.

Dari sudut pandang neurosains, kemasan warna-warni jajanan tidak sehat akan memacu dopamin di otak manusia bersikap toleran pada junk food. Warna-warna terang serta maskot kartun lucu dianggap tidak berbahaya oleh otak kita. Efeknya, sangat mungkin orang akan berlebihan mengonsumsi makanan semacam itu. Schultz lantas mengusulkan kemasan polos serta label bahaya makanan tinggi kalori agar junk food tidak lagi terkesan menarik bagi konsumen.

Surat kabar  The Daily Telegraphmengutip pidato lengkap Schultz. Dalam kesempatan itu, sang ilmuwan mendesak pemerintah manapun agar tidak lagi bersikap baik pada produsen jajanan kalori tinggi. "Ketika dia dikemas menarik, peluangnya mengisi kulkas akan meningkat. Makanan semacam itu akan anda lihat hampir tiap hari, dan pada akhirnya, akan lebih sering anda konsumsi. Kebijakan yang paling baik adalah mengelola hasrat manusia untuk mengonsumsi lebih banyak kalori. Manusia tidak butuh kalori sebanyak yang ditawarkan industri saat ini."

"Karena itulah, promosi dan iklan-iklan menyesatkan yang mendorong kita mengonsumsi lebih banyak kalori juga tidak kita perlukan," imbuh Schultz.

Schultz bukan akademisi pertama yang menyuarakan wacana label bahaya dan kemasan polos untuk junk food. Beberapa penelitian ilmiah dan kajian dari Kementerian Kesehatan Inggris sebelumnya sudah menampilkan kaitan positif antara kemasan menarik junk food dengan dorongan konsumen untuk membelinya. Tahun lalu pemerintah Belanda sedang merancang dasar hukum pelarangan karakter kartun dalam kemasan jajanan tidak sehat, terutama yang kandungan gula, lemak, dan garamnya tinggi.

Sepertinya tinggal tunggu waktu junk food akan bernasib sama seperti rokok yang di banyak negara sekarang sudah diwajibkan memakai kemasan polos penuh label bahaya.