FYI.

This story is over 5 years old.

musik dan gigs

Kenapa Orang Ini Mendedikasikan Hidupnya untuk Selalu Nontonin Gigs?

Tak berapa lama lagi Jim McDermott akan menorehkan rekor. Ia akan menyambangi gigs nya yang ke-1.000. Diestimasikan ia telah menghabiskan Rp756 juta untun nonton konser. Simak obrolan kami dengan dia.
Dari Noisey Inggris

Artikel ini pertama kali tayang di Noisey Inggris

Pernah gak ketemu orang yang cinta banget dengan sesuatu hingga mereka enggak rela dipisahkan dengan obyek tersebut? Misalnya Erika Eiffel, seorang perempuan Amerika Serikat yang menikah dengan Menara Eiffel. Atau Francine “Penny” Patterson yang mendedikasikan hidupnya mengajarkan seekor gorila untuk menggunakan bahasa isyarat. Nah, kini temui Jim McDermott, seorang lelaki Inggris yang sudah menyambangi hampir 1.000 gig musik.

Iklan

Memang, hobi pergi ke gig jelas tidak seglamor perserikatan resmi antara obyek besi dan hati manusia. Tapi jangan salah, menyambangi gig musik adalah sebuah kehidupan yang penuh dengan aura rockstar, pop star dan selebriti. Dalam dua puluh delapan tahun terakhir, Jim sudah pernah menyicipi naik panggung dan menjadi bagian dari momen pop monumental, bertegur sapa dengan seorang lelaki Irlandia ngetop di jalanan, dan mendekati (biarpun mungkin gak deket-deket banget juga) hampir setiap musisi yang masuk dalam buku ensiklopedia musik rock tebal dijual di bandara-bandara terdekat. Yang pasti pengalaman nonton gig Jim sudah lebih khatam daripada kamu sekadar ke Laneway.

Emang kenapa juga sih si Jim rela ke gig mulu? Kenapa juga enggak nyari hobi lain gitu? Ngecat model pesawat terbang atau jualan alat tulis di eBay misalnya?

Semua dimulai pada 1988, ketika Jim yang berusia delapan belas tahun menonton aksi manggung Erasure. Semenjak itu, dia memutuskan untuk mendedikasikan hidupnya menyambangi tur band di seluruh dunia. Di gig, Jim selalu berdiri di depan, nongkrong dengan band selepas acara, dan membeli CD dari booth merchandise—membuatnya semacam manusia langka di era ketika semua orang hobi mengunduh materi bocoran dan streaming. Faktanya, di rumah dia memiliki ruang CD (bukan ruang makan, bukan ruang tamu, atau ruang belajar, ruang CD!) yang menyimpan koleksi rilisan fisiknya mendekati angka 2.000 keping.

Iklan

Terus gimana ceritanya kami bisa menemukan spesies manusia langka ini? Setelah dibujuk teman-temannya, Jim memulai akun Twitter untuk mendokumentasikan perhitungan mundur menandai gignya yang ke-1.000. Dia tidak terburu-buru dan tidak mau main curang, tapi memprediksikan bahwa dia akan mencapai angka ini di awal 2017. Sebelum peristiwa penting ini terjadi, saya memutuskan untuk ngobrol dengan Jim untuk mengetahui lebih lanjut tentang obsesi nonton gignya ini. Berikut wawancaranya:

Noisey: Halo Jim! Kenapa belum bosen nonton gig? Habis nonton tiga gig berturut-turut aja punggung saya udah pegel.
Jim: Saya meresapi semuanya. Karena saya sudah sering banget nonton gig, saya tidak selalu minum bir. Semuanya tentang musiknya, pengalamannya, atmosfirnya, bandnya…inilah prinsip saya. Ketika saya lebih muda, saya lebih sering minum-minum. Tapi jujur, kalau saya masih minum hingga sekarang, mungkin saya hanya kuat pergi ke 10 gig setahun karena biaya dan rasa letihnya luar biasa. Gak mungkin bisa deh.

Tapi bukankah tanpa bir sekalipun, biaya nonton ke hampir 1.000 gig tetap saja besar?
Hmm kira-kira gini deh: Neil Young manggung baru-baru ini dan harga tiketnya Rp1.3 juta. Kalau setiap gig biayanya segini, saya tidak akan bisa menyambangi 50 atau 60 gig setahun. Biasanya biaya rata-rata per tiket yang saya bayar itu Rp500 ribu, karena saya pergi ke berbagai macam gig.

Band apa yang paling sering kamu tonton?
Depeche Mode. Saya sudah menonton mereka 23 kali, termasuk ketika backpacking di Eropa selama dua minggu di 2009, mengikuti Tour of the Universe. Ada 9 gig di 9 kota dalam waktu 16 hari.

Iklan

Sudah pernah ketemu banyak musisi idola?
Saya bertemu Andy Bell dari Erasure satu kali dan menjual sepatu boot ke dia. Dia mengenakan sepatu ini di Top Of The Pops. Saya dulu bekerja di pusat kota di Dublin di sebuah toko sepatu bernama Black Boots.

Kok bisa? Gimana ceritanya?
Saya mendekatinya dan berkata, “Hai Andy, saya penggemar beratmu.” Kemudian kalau gak salah saya mengatakan, “Kamu suka sepatu boots? Mau masuk toko dan nyoba-nyoba?” Terus dia masuk dan menemani saya selama 20 atau 30 menit sambil mencoba beberapa pasang sepatu boot yang berbeda.

Pernah ketemu sosok idola yang ternyata mengecewakan?
Pastinya. Biasanya 90% pertemuan dengan idola baik-baik saya, tapi satu waktu saya sedang berada di Amsterdam dengan saudara dan teman untuk menonton Noel Gallagher dan The High Flying Birds. Kami berada di depan venue setelah dia beres soundcheck dan menunggu sekitar 40 menit, dan ada sekitar 20 orang menunggu untuk bisa bertemu dengannya. Kami dan banyak orang meminta tanda tangannya. Kemudian saudara saya bertanya, “Boleh foto sama kamu gak?” dan dia langsung bereaksi “Yah gini lagi deh” Kemudian satu orang lain meminta hal yang sama dan dia menjawab “Udah ah”, melempar tangannya ke udara dan langsung berjalan menuju mobilnya.

Diva banget ya?
Saya enggak bilang hidup dia itu mudah, tapi pekerjaan orang normal, bangun setiap pagi dan pergi ke kantor dari jam 9 sampai jam 5 juga enggak gampang.

Iklan

Bener banget. Apa gig terbaik yang pernah kamu tonton?
David Bowie di Glastonbury. Saya bukan penggemar besar Bowie—dan saya tidak pergi ke Glastonbury hanya demi dia—tapi malam itu dia memainkan semua hitsnya selama dua jam. “Absolute Beginners” adalah salah satu lagu favorit saya, dan dia memainkannya—wah pokoknya gokil deh. Kayaknya dia juga enjoy banget main di sana. Semaleman dia senyum-senyum terus.

Cerita lagi dong. Pasti ada pengalaman yang liar nih…
Stone Roses di Pairc Ui Chaoimh di Cork di 1995 adalah gig yang mengubah semuanya buat saya. Saya emang suka band rock, jangan salah, tapi gara-gara gig Stone Roses itu, saya jadi cinta dengan band rock.

Seperti apa rasanya?
Stadiumnya setengah penuh seharian, tapi sekitar 30 menit sebelum mereka naik panggung, tempatnya langsung penuh. Mungkin orang-orang dateng dari pesta, gudang, acara disko dan rave, dan semuanya hanya ingin menonton satu band ini. 30% penontonnya mengenakan topi ember, 60% mengenakan kaos putih gombrong. Stone Roses ngaret setengah jam, yang justru semakin menambah atmosfir ketegangan. Kemudian mereka naik panggung dan menyanyikan lagu-lagu anthem. Penonton menyanyikan kembali setiap kata kembali ke bandnya. Ini membuat saya sadar tentang kedalaman sebuah band rock yang sangat bagus. Lebih dari sekedar lagu yang catchy. Saya bisa melihat lirik-lirik lagunya dinyanyikan dengan penuh gairah, kemarahan dan kegalauan, mantep deh pokoknya.

Kamu sendiri pernah tampil di panggung?
Take That sempat ke Dublin beberapa tahun yang lalu dan mereka kayaknya menghubungi setiap kota tujuan untuk menemukan sukarelawan dari paduan suara setempat untuk ikut melakukan gerakan koreografi di panggung. Saudara lelaki saya sempat bernyanyi untuk Dublin Gospel Choir tapi tidak bisa ikut, jadi dia meminta apabila saya dan tunangan ingin menggantikan dirinya…

Jadi kamu sempet jadi anggota sementara Take That?
Yup, kami disuruh mengenakan poncho, payung, dan biola boong-boongan.

Keren gila!