Brian Molko pendiri sekaligus frontman band Placebo
Brian Molko, anggota Placebo, mengenakan jumper keren (Semua foto dari arsip pribadi).

FYI.

This story is over 5 years old.

Wawancara Musisi

Mengenang Kembali 'Without You I'm Nothing', Album Placebo Paling Keren

Kami ngobrol bareng Stedan Olsdal, basis Placebo, tentang intimasi dan kegigihan mempertahankan prinsip di bandnya. Semua faktor tadi membuat album ini tetap relevan walau sudah berusia 20 tahun.
Emma Garland
London, GB

Placebo memperkenalkan album ketiganya Without You I’m Nothing melalui video klip single 'Pure Morning' yang menampilkan Brian Molko sebagai sesosok pria yang nekat hendak terjun dari atap Savoy Place. Di bawah, polisi sudah dikerahkan. Sejumlah mobil patroli tampak berkumpul sementara orang berharap-harap cemas akan apa yang akan terjadi. Molko beneran terjun. Tubuhnya meluncur ke bawah untuk sekian detik sebelum akhirnya terungkap dirinya berjalan secara vertikal di dinding gedung.

Iklan

“Itu lagu tentang basian setelah pakai obat-obatan sementara penghuni Bumi lainnya baru bangun dari tidurnya,” jelas Molko kepada Billboard waktu itu. "Coba, berapa kalian pernah keluar dari klub saat matahari terbit dan orang-orang dalam perjalanan menuju kantir? Kamu merasa terasing. Kamu ingin dipeluk dan tidur dengan mudah."

Lagu 'Pure Morning' dan videonya menegaskan corak bagi seluruh track dalam Without You I’m Nothing—sebuah album yang berkisah tentang impuls manusia dan sejumlah refleksi yang dilakukan setelahnya. Liriknya sendiri banyak bicara tentang penggunaan obat-obatan terlarang dan intimasi serta persilangan di antara keduanya. Tak ayal, Without You I’m Nothing terasa seperti amatan gelap terhadap birahi atau nafsu manusia.

Referensi tentang heroin dan patah hati muncul bergantian di lagu “My Sweet Prince.” lebih jauh, keseluruhan album ini punya satu benang merah yang terjalin dari lagu ke lagu berikutnya: sensasi kehilangan pijakan—entah itu tanah atau lantai yang kita injak—yang kerap menyertai sakau. Alhasil, album ini terasa lembut sekaligus keras sebab Molko dkk mengikhlaskan sebagian balutan distorsi yang sebelumnya dominan di album self-titled mereka.

Without You I’m Nothing sukses secara komersial dan menuai banyak pujian kritikus. Sampai saat ini, album itu sudah terjual sampai lebih dari satu juta kopi. Adapun “Every You Every Me” dipakai sebagai soundtrack Cruel Intentions—film roman paling gila sepanjang dekade ‘90an. Kendati berhasil memukau publik mainstrem, menurut jurnalis James Oldham dari NME, Without You I’m Nothing adalah album yang dibuat oleh para freak untuk sesamanya. Setelah Molko dan Oldsdhal terang-terangan mengaku sebagai gay dan biseksual, musik Placebo lekas dimaknai sebagai musik kaum queer. Imej itu toh tak ditolak oleh ketiga anggita Placebo. Mereka—terutama Molko—malah makin sering tampil sebuah kolektif yang membaurkan batas antar gender. Dari semua era album Placebo, Without You I’m Nothing memang secara khusus dicipatakan untuk fans mereka yang memahami perasaan menjadi yang liyan—sentimen yang tergambar nyata dalam sound dan visual album ini.

Iklan

Per November 2018, Without You I’m Nothing genap berusia 20 tahun. Sampai sekarang album tersebut dianggap sebagai pencapaian tertinggi dalam karir sepanjang 22 tahun band asal London ini. Untuk memperingati kelahiran album ini, Placebo meluncurkan website khusus yang merangkum semua kenangan akan album ini dari para penggemar. Ada penggemar yang mengunggah fan art. Ada pula yang memotret kuku kaki yang diberi kutek warna hitam—sebuah penghormatan bagi video “Pure Morning”. Sebagian lainnya mengisahkan kronologi mereka bertemu pasangan dan teman dekat berkat konser Placebo.

Pengunjung website ini juga bisa menjumpai foto-foto lama memorabilia—merchandise lawas, liontin spesial dan tato—yang melambangkan hubungan fan Placebo dengan album Without You I’m Nothing. Yang menarik, seroang fan mengunggah foto kondom rasa hummus. Apa maksudnya? Jelas saya tidak tahu. Lagian, saya tak pada tempatnya menilai apa yang dilakukan penggemar Placebo.

Jadi, kalau niatnya adalah mengenang kembali—sekaligus menegaskan—betapa siginifikannya album ini, Noisey memilih ngobrol bareng Stefan Olsdal tentang tema intimasi, keberbedaanm dan kegigihan mempertahankan prinsip—pokoknya, segala hal yang bikin album ini begitu menakjubkan meski sudah berusia dua dekade.

PLACEBO_3

Noisey: Kamu adalah anggota Placebo kelihatan paling girang merayakan ulang tahun album ini. Menurutmu, Without You I’m Nothing itu album yang reflektif enggak sih?
Stefan Olsdal: Ya, sepertinya sih begitu. Album ini mengulik tema yang kelewat gelap. Masalahnya, saat itu, kami bukan band paling stabil dan paling punya kemampuan untuk memproses emosi-emosi ini serta segala hal yang terjadi di sekitar kami. Sampai sekarang, menurut saya sih, yang paling penting dari Placebo adalah band ini selalu ringkih, terutama dalam lirik dan cara kami membicarakan jatidiri kami dan siapa kita sebagai manusia. Kami tak pernah merasa sebagai bagian sebuah pergerakan besar. Yang jelas, kami cuma mantan musisi kamar yang aneh dan enggak punya banyak teman [tertawa].

Iklan

Kamu sadar “keberbedaan” karakter orang-orang yang tertarik mendengarkan musik kalian?
Menjelang kami menggarap Without You I’m Nothing, saya rasa konser-konser Placebo mulai jadi tempat dan ruang yang aman bagi mereka yang merasa termarjinalisasi dari masyarakat. Kami benar-benar bereksperimen dengan cara kami berdandan hingga sampai di titik di mana apa yang kami kenakan sangat cari dari sudut pandang gender dan identitas serta preferensi seksual.

Obat-obatan dan seksualitas sempat jadi wajah budaya populer. Tapi dua topik ini tak pernah diulik seperti dalam Without You I’m Nothing, yang menyajikannya sangat gelap dan lewat sudut pandang introvert. Tak cuma dalam liriknya tapi sampai ke pemilihan soundnya. Apakah kalian menyadari hal ini saat rekaman?
Pertanyaan yang bagus. Kami terus terang sangat mendalami dua tema itu. Judulnya saja ekstrem banget. Saya bukan apa-apa tanpa kamu. Sebagian besar sentimen dalam album ini mirip seperti perasaan jatuh cinta. Kami mengulik hubungan antar manusia, kedalamannya dan derita yang diakibatkan olehnya. Begitu juga ketergantungan pada orang lain atau pada sesuatu, itu juga ikut kami singgung.

Waktu itu, memasang bendera Union Jack sedang jadi tren di kalangan anak band—pokoknya, cukup nongkrong di pub, nulis beberapa lagi dan manggung. Begitu kehidupan anak band saat itu. Tapi, ini bukan scene kami. Yang kami rasakan kami seperti ditarik ke segala arah oleh label kami—jadi kami bersama-sama melawannya. Dan rasanya seperti ada dua kubu “kami vs seluruh dunia.” saya rasa album ini adalah kesempatan kami memproses apa yang kami rasakan saat itu.

Iklan
BRIANMOLKO_4

Dulu dan sampai sekarang, Placebo terlihat kontras dengan budaya maskulin jalanan di Inggris. Apakah kalian merasa sedang melawan sesuatu?
Ini juga pertanyaan yang menarik. Saya rasanya kamu punya DNA untuk menjadi berbeda dari sononya. Jadi, dalam beberapa level, kami merasa seperti sedang berjuang melawan sesuatu. Yang menguatkan kami hanyalah kegigihan memegang apa yang kami yakini dari awal. Dan itu ada harganya loh. Saya masih ingat duduk di kantor seorang eksekutif perusahaan rekaman di New York, kami ditunjukkan semacam jalan singkat menjadi band terkenal. Mirip kayak keledai yang dipancing dengan wortel. Demi bisa memegang kontrol artistik atas karya-karya kami dan karena ingin mengerjakan segalanya dengan cara kami, kami banyak menampik tawaran seperti ini. Mungkin saja, kami bakal lebih sukses jika mau nurut. Tapi, Placebo itu semacam mafia art house yang gigih memegang prinsip. Lebih baik kami mati mempertahankan gagasan kami. Gampangnya begitu. Nah, kami seserius itu. Makanya, mungkin dalam prosesnya kami bikin banyak musuh dan menyingung perasaan banyak orang. Kami bercanda-canda dan menertawakan banyak orang. Tapi, kalau sudah berhubugan dengan Placebo, kami serius.

Menurutmu, sudah sejauh apa lanskap musik populer berkembang, terutama dalam hal ekspresi gender dan identitas?
Jelas masih ada ruang dalam kancah musik yang belum sepenuhnya aman. Tapi, selebihnya sekarang cenderung lebih aman untuk mengulik identitas dan musik sekarang lebih bisa bikin kita tak merasa sendirian. Nah ini yang berat, dari dulu sampai sekarang—merasa sendirian menjalani hidup sebaga orang yang dianggap berbeda.

Iklan

Saat Placebo baru mulai, aku kesulitan menemukan seseorang yang mengalami situasi yang sama. Sekarang, stigma tentang identitas hingga ganguan mental di kancah musik mulai hancur. Malah, sekarang kalau kamu anak band dan merasa sedang punya masalah, ada yang siap membantumu. Coba kesempatan itu ada dari dulu, saya pasti sudah menggunakannya. Kami harus mencari segalanya sendirian dan tak banyak kesempatan untuk bicara dengan orang yang memiliki pemikiran serupa. Sekerang berbeda, kancah musik lebih aman dan tak sesepi dulu, dalam hal penemuan identitas diri.

STEFANOLSDAL_4

Placebo sekarang terhitung band besar dan main di panggung-panggung skala stadion. Kalian masih merasa konser kalian sebagai surga bagi para outsider seperti dulu?
Penonton konser Placebo itu macam-macam sih (tertawa). Masih a da loh penonton yang berkomentar “eh ini band apa sih? Yang tinggi dan ceking itu siapa namanya? Lihat deh mereka nyanyi tentang topik-topik tabu di atas panggung..” Yang pasti, sebagian penonton datang karena benar-benar paham apa yang kami mainkan dan merasa akan menemukan komunitasnya di konser kami. Mereka saling menjaga satu sama lain. Mereka menyisakan tempat bagi sesamanya. Pokoknya, saling menyayangi satu sama lain. Kami senang mendengarnya. Cuma di saat yang sama, mereka ini sudah menua. 20 tahun sudah berlalu. Sekarang fan-fan ini sudah mulai membawa anak kecil ke konser kami. Saya harap mereka hidup dengan bahagia dan bisa membesar anak-anak yang lucu—kelak anak-anak inilah yang jadi generasi masa depan yang berpikiran terbuka dan penyayang.

Iklan

Tonton dokumenter VICE menyoroti sosok pendeta pengusir setan resmi yang masih ditugaskan gereja di zaman modern:


Without You I’m Nothing mendapatkan sorotan yang luar biasa, apalagi setelah track “Every You Every Me” jadi soundtrack Cruel Intentions. Kesuksesan komersial ini punya dampak pada band atau komunitas yang dari tadi kamu sebut-sebut?
Seluruh industri dan segala hal yang ada kaitannya dengan ketenaran serta band adalah perangkat untuk membesar-besarkan ego. Kamu kayak jadi bebek dipaksa makan biar hatinya membesar untuk dimasak jadi Foie Gras. liver kami juga menjerit—secara harfiah dan kiasan. Kami benar-benar menyambut dan merayakan ketenaran karena kami memang berhasrat jadi band paling besar di muka bumi. Hanya saja, karena itu, kami pasti akan menghabiskan ratusan jam dengan terapis psikologis di masa depan. Seperti yang saya bilang tadi, kami agak kurang siap dan tak tahu harus bagaimana menghadapi ketenaran. Di saat yang sama kami harus menjaga satu sama lain. Akibatnya, kami harus mengurusi tetek bengek hubungan antar anggota band, ego tiap individu sambil terus kobam ether (sejenis anastesi). Makanya, hal kecil bisa memicu persoalan yang besar. Tapi kesusksesan tak buruk-buruk amat kok. Kami lebih bisa mencapai banyak audiens. Kami tur ke Selandia Baru, Amerika Utara dan keliling Amerika Serikat. Kami bisa ketemu orang-orang aneh di mana-mana.

BRIANMOLKO_6

Ada cerita di balik foto sampulnya? Ada alasan kenapa perlu sampai harus dipotret ulang buat merayakan ultah ke-20 albumnya?
Sarah dan Sally, dua perempuan kembar dalam foto itu, mengelola sebuah majalah bernama Blag, yang mulai terbit pada awal tahun 90an. Jadi, kami berada di lingkaran pergaulan yang sama di London sejak kami pindah ke London pada umur 18 tahun. Selama beberapa tahun, kami berencana bertemu, ngobrol tentang apa yang dilakukan masing-masing orang saat ini, tapi tak pernah kesampaian. Jadi, kesempatan memotret ulang sampul album ini jadi lahan reuni dan mengenang kembali Corinne Day, fotografer yang mengerjakan sampul album Without You I’m Nothing tapi kini sudah meninggal.

Iklan

Kadang, rasanya kita perlu selang waktu beberapa lama sebelum akhirnya kita kembali bisa mengenang momen-momen penting dalam hidup kita. Dan, masa-masa pengerjaan album ini adalah salah satu masa penting di dalam hiduop kami juga mungkin dalam hidup mereka yang terlibat di dalamnya. Sementara di sisi lain, rasanya album ini adalah album yang punya nilai penting bagi banyak fan Placebo. Makanya, kami merasa ingin menciptakan ruang bagi mereka untuk membagikan memori mereka tentang album ini dan menceritakan betapa berharganya album Without You I’m Nothing. Ya sudah, kami turuti saja keinginan kami yang satu ini. Kami bikin forum untuk itu karena kami pikir sudah waktunya dibuat juga.

Ada unggahan yang menurut kamu istimewa di website ulang tahun 20 tahun Without You, I’m Nothing?
Saya terus-terusan dibuat terpukau melihat begitu berharganya album kami banyak orang. Ini bikin tentang masa ketika saya merasa seperti anak hilang. Sekarang saya sadar keputusan saya memeluk musik untuk terus bisa hidup masuk akal. Saya paham sekali betapa pentingnya album Withput You I’m Nothing bagi banyak orang. Saya sekarang bisa melihat ternyata album garapan kami itu menolong sejumlah fan kami melewati masa-masa yang berat dalam hidup fan kami atau setidaknya membuat mereka merasa tak sendirian. Saya pikir musisi lain akan bilang mereka tak akan bisa membuat karya khusus untuk fan-fannya karena hasil bakal tak jujur, begitu karyamu ternyata bermakna bagi banyak orang, rasanya aneh…tapi menyenangkan kok.

PLACEBO_6

Adakah album yang pernah kamu dengar semasa remaja yang punya aura sama seperti Without You I’m Nothing yang bisa kamu rekomendasikan buat penggear Placebo?
Di ujung masa remaja, saya masih bingung mencari jati diri dan menemukan identitas saya dalam berbagai level. Saya merasa bunging, kikuk dan takut tak punya tempat dalam masyarakat. Nah, di masa-masa ini, kadang saya sering mengurung diri di kamar dan menyetel album Depeche Mode Violator. Bagi saya, album itu seperti balsem dingin yang dioleskan ke luka saya yang menganga. Maksudnya, album ini bikin saya tentang ketika saya hampir frustrasi dan ingin cepat-cepat membenturkan kepala ke tembok. Saking seringnya mendengarkan album ini, saya jadi ingin berdandan dengan seperti anggota Depeche Mode, nongkrong dengan mereka dan malah ingin jadi mereka.

Tadi kamu kamu bilang sebenarnya musik pop dan rock punya ruang menerima kecairan gender. Ini menarik karena walaupun sikap orang sekarang mengenai gender sudah berubah dalam pergaulan sosial. Sayangnya dalam waktu bersamaan terjadi kemunduran di kancah politik, dengan menguatnya rasisme dan populisme. Menurutmu, apakah politik dan identitas sudah berubah semenjak Without You I’m Nothing diliris?
Saya sih berpikir seperti ini, dari dulu hingga sekarang, gerakan politik itu dimulai dari diri kita. Kita harus merenungkan kembali dengan seksama siapa diri kita dan apa yang harus diperjuangkan. Upaya kita mengubah dunia juga harus dimulai dari level personal. Jadi, yang bisa dilakukan semua orang dalam banyak kasus adalah membela apa yang mereka percayai dan memegang teguh identitas serta prinsipnya masing-masing. Baru kalau kamu menjajal politik dengan P besar, permainanya akan berubah drastis. Kamu akan merasa tak ada satupun yang bisa diubah dari sistem dan perjuanganmu jadi sia-sia. Tapi ingat, kamu selalu bisa dirimu sendiri.


Emma bisa diajak ngobrol lewat Twitter.

Artikel ini pertama kali tayang di Noisey UK