Coronavirus

Benarkah Perokok dan Pengguna Vape Lebih Rentan Terinfeksi Coronavirus?

Seberapa besar peran rokok dalam meningkatkan penularan Covid-19? Berikut kajian sementara para ilmuwan.
Seorang laki-laki ngevape
Christian Horz/EyeEm/Getty Images

Kasus coronavirus (COVID-19) terus bermunculan, dan totalnya di Indonesia mencapai enam kasus. Wabah ini bahkan telah menewaskan 22 orang di Amerika Serikat. Namun, coronavirus bukan sesuatu yang perlu ditakuti, apalagi jumlah pasien pulih sudah lebih dari setengahnya. Jadi kalian tidak usah sibuk menimbun berbotol-botol jamu tradisional dan masker yang dibutuhkan tenaga medis. Daripada panik tanpa alasan, mendingan juga kalian mempelajari lebih dalam soal wabah penyakit ini.

Iklan

COVID-19 diketahui menyerang paru-paru, sehingga tak sedikit perokok dan pengguna vape bertanya-tanya seberapa besar risiko penularan yang mereka miliki. Rasa penasarannya terutama dipicu oleh kenyataan virus corona lebih banyak menyerang laki-laki di Tiongkok. Negara tersebut memiliki populasi perokok terbesar di dunia. Lebih dari setengah penduduk laki-lakinya merokok jika dibandingkan dengan 2 persen perokok perempuan. Dari sini, muncullah spekulasi merokok menjadi faktor risiko infeksi dan kematian di Tiongkok.

Sebagaimana dikatakan ahli paru Russell Buhr di UCLA Health, studi yang mengumpulkan informasi dari 72.314 pasien di Tiongkok membenarkan jumlah pasien laki-laki lebih banyak dari perempuan. Akan tetapi, studinya tidak menjabarkan apakah mereka semua merokok. Bisa jadi ada penyebab lain yang membuat laki-laki lebih rentan tertular virus. Hanya saja belum diketahui apa alasannya.

Untuk sementara ini, ada beberapa yang mesti diperhatikan para perokok dan pengguna vape, sebagai berikut:

Saya perokok. Apakah saya lebih gampang tertular coronavirus?

Kami belum tahu betul soal ini. “Kita semua sudah tahu tembakau dan produknya mengurangi kemampuan tubuh melawan infeksi,” terang Buhr. Hal tersebut sudah terbukti oleh sains. (Kalian juga bisa menjadikannya sebagai alasan berhenti merokok.) Pada umumnya, paru-paru perokok tidak dapat merespons infeksi secara efektif. Kebiasaan merokok jangka panjang meningkatkan risiko penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Kondisi ini membuat orang lebih mudah terkena infeksi.

Lalu bagaimana dengan COVID-19? “Secara umum, coronavirus sama dengan flu biasa,” lanjut Buhr. Tapi ini jenis virus corona baru. Para ilmuwan masih mencari tahu proses penularan COVID-19 dan siapa saja yang lebih rentan terjangkit virusnya. Sejauh ini, mereka baru menemukan kategori penyakit ini masih cukup konsisten. Risiko kematian pada anak-anak lebih rendah daripada orang dewasa. Penyakit kronis seperti diabetes dan tekanan darah tinggi cenderung memperparah infeksinya. Menurut Buhr, jenis virus ini memiliki pola yang sama.

Iklan

Dengan begitu, ahli kesehatan belum bisa memastikan perokok lebih rentan terinfeksi COVID-19. “Kondisi paru-paru yang tidak normal lebih mudah terinfeksi, dan proses pemulihannya tergolong sulit,” kata Yasmin Thanavala, guru besar prodi Imunologi di Roswell Park Comprehensive Cancer Center, New York.

Kondisi seperti PPOK, misalnya, meningkatkan kemungkinan infeksi secara umum. Meskipun begitu, Thanavala ingin menekankan mereka masih mempelajari paru-paru pasien coronavirus. “Kami belum tahu ada tidaknya pasien yang mengidap PPOK dan coronavirus pada saat bersamaan,” ujarnya. Sejauh ini, faktor komorbiditas atau penyakit penyerta yang diidap pasien COVID-19—seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis, hipertensi dan kanker—memang berkorelasi dengan tingkat kematian yang lebih tinggi. Hanya saja ilmuwan dan ahli kesehatan belum tahu pasti seberapa rentan perokok terhadap penyakit ini.

Bagaimana dengan pengguna vape?

Thanavala mendalami efek samping nge-vape. Belum lama ini, dia dan rekan-rekannya menerbitkan studi yang menunjukkan Vitamin E asetat dapat merusak paru-paru perokok vape. Dia menjelaskan asap dan secondhand smoke menyebabkan peradangan dan menekan respons imun pada tikus. Walaupun datanya masih dikembangkan, studi praklinis pada tikus menunjukkan “penggunaan vape secara teratur memengaruhi kemampuan hewan merespons infeksi.” Lagi-lagi ini persoalan paru-paru yang sudah terkontaminasi asap, terlepas dari kerentanan spesifik apapun terhadap COVID-19. Meskipun begitu, menurutnya, “penggunaan vape dengan atau tanpa THC bisa saja mengurangi kemampuan paru-paru menangkis infeksi.”

Adakah hal spesifik yang bisa dilakukan perokok atau pengguna vape untuk menghindari infeksi?

Tidak. Sementara vaksin dan pengobatan coronavirus masih dalam proses pengembangan, maka mencegah lebih baik daripada mengobati. Langkah paling mudah yang bisa diterapkan yaitu rajin cuci tangan, menutupi batuk dengan siku, dan tidak menyentuh wajah. Percayalah pada pakar kesehatan. “Kami ingin kalian semua menanggapinya serius,” tutur Buhr. “Dengarkan omongan dokter.”

Artikel ini pertama kali tayang di VICE US.