Ebrahim Noroozi memotret warga yang terhibur menonton hukuman mati
Ebrahim Noroozi memotret warga yang terhibur menonton hukuman mati.

FYI.

This story is over 5 years old.

Fotografi

Potret Suram Hukuman Mati di Iran yang Jadi Sarana Hiburan Buat Warga

Seri foto memukau dari Ebrahim Noroozi menggambarkan paradoks Republik Islam Iran. Awas, beberapa fotonya bisa menimbulkan rasa tidak nyaman.
KM
seperti diceritakan pada Kieran Morris

Melalui seri Ebrahim Noroozi: Snapshots of Iran, redaksi AMUSE menayangkan potret paling mengesankan dari sosok fotografer Iran terkemuka ini.


Ebrahim Noroozi merintis karirnya dengan cara mengarahkan lensa kamera ke berbagai obyek yang biasanya dihindari fotografer lain. Sejak mulai memotret pada 2004, Noroozi meraih kesuksesan luar biasa. Dia menerima berbagai penghargaan (termasuk tiga penghargaan World Press Photo), mengisi pameran seperti Paris Photo, dan foto-fotonya sempat diterbitkan media bergengsi seperti Time Magazine dan New York Times.

Iklan

Sebagai fotografer, dia lebih banyak menghabiskan hari menyelami kehidupan masyarakat pinggiran Iran. Noroozi menjelajahi cerita-cerita mengenai manusia dan lingkungan dengan kepekaan tinggi; dia menyadap keindahan yang terkandung dalam setiap subyeknya. Dia tidak peduli seberapa gelap, menjijikan atau mengerikan potret tersebut. Pengorbanan itu dia lakukan di sebuah negara yang seringkali disalahpahami. Iran di mata negara Barat, dianggap sarang ekstremis. Sementara bagi bangsa mayoritas muslim di Asia, negeri ini juga dianggap musuh karena dikuasai ulama Syiah.

Iran adalah bangsa penuh keajaiban; sebuah bangsa yang tercemar stereotipe kurang adil. Ini adalah negara di mana sejarah kuno Persia masih menonjol dan mempengaruhi kehidupan masa kini; di Iran pula, kenangan perang dan trauma belum terlupakan dari ingatan kolektif warga setiap kali Amerika Serikat berulah. Iran pernah punya pemerintahan demokratis, tapi AS dan Inggris menggulingkan pemerintahan itu demi konsesi minyak, menggantinya dengan raja kejam berjuluk Shah. Pada 1979, rakyat Iran akhirnya berpaling pada revousi Islam dipimpin ulama-ulama Syiah, menyingkirkan Shah.

"Saking girangnya melihat hukuman mati, warga yang menonton seperti kesurupan. Pikiran mereka tidak di dunia ini lagi."

AMUSE berkolaborasi dengan Noroozi menayangkan beberapa foto paling mengesankan dari karirnya. Potret-potret yang menyoroti berbagai aspek sebuah masyarakat dan negara yang terus menjadi misteri bagi orang luar. Benang merah seri foto kali ini, kami beri nama Pengamat Kematian, mendalami topik hukuman mati di Iran. Seri foto itu mendokumentasi bagaimana masyarakat mengamati pelaksanaan ‘keadilan’ yang dijatuhkan pada pelaku pidana berat.

Iklan

Para penonton, dalam foto-foto ini, sedang menikmati hukuman gantung dua laki-laki yang dihukum karena memperkosa empat perempuan, dan terlibat dalam perdagangan hampir tiga ton narkoba. Noroozi mengarahkan kameranya ke arah kerumunan penonton, bukan terpidana. Dari sudut pandang ini, dia sukses menampilkan pengalaman naluri purba manusia, serta semua impuls-impuls yang menyertai kenikmatan orang menyaksikan hukuman mati.


Ebrahim-Noroozi-Death-Observers-1-of-8
Ebrahim-Noroozi-Death-Observers-2-of-8

Untuk seri ini, saya memotret kerumunan orang yang berbeda-beda, di tempat yang berbeda-beda, dan berukuran berbeda-beda. Kadang proses memotretnya mudah; kadang sulit; kadang saya diusir dari lokasi oleh polisi. Semua orang tahu hukuman mati merupakan praktik wajar dalam hukum di Iran. Bedanya dibanding negara lain, barangkali adalah skala penonton yang hadir untuk menontonnya. Beberapa hukuman mati 'hanya' dihadiri 400 orang, ada yang sampai seribuan, bahkan lebih dari itu. Banyak sekali laki-laki dan perempuan dari semua usia dan kelas sosial, sengaja berkumpul pagi-pagi hanya untuk menyaksikan eksekusi.

Ebrahim-Noroozi-Death-Observers-3-of-8
Ebrahim-Noroozi-Death-Observers-5-of-8
Ebrahim-Noroozi-Death-Observers-6-of-8

Kadang-kadang, saking asyiknya menonton, saya berjalan melewati kerumunan tanpa diperhatikan. Beberapa orang tidak bermasalah melihat kehadiran fotografer di lokasi. Sepertinya, syok yang ditimbulkan dari eksekusi gantung menarik semua perhatian mereka. Penonton rata-rata responsnya girang melihat orang digantung. Seakan-akan mereka kesurupan. Pikiran penonton sudah tidak di dunia ini lagi. Kadang, ada orang yang pingsan dan harus digendong keluar dari kerumunan. Sekarang muncul tren, warga ingin merekam hukuman mati dengan ponsel. Menurut saya, ketika orang melihat hal yang tidak dianggap normal, mereka merasa harus merekamnya.

Iklan
Ebrahim-Noroozi-Death-Observers-7-of-8
Ebrahim-Noroozi-Death-Observers-8-of-8
Ebrahim-Noroozi-Death-Observers-9-of-9

Saya ingin menampilkan potret-potret ini dengan harapan peristiwa serupa semakin jarang terjadi. Hukuman mati di ruang terbuka sangat menyakitkan untuk disaksikan. Mengamati kematian makhluk hidup selalu jadi pengalaman buruk, apalagi jika makhluk itu manusia yang sama seperti kita semua. Walaupun praktik macam ini sudah ada selama berabad-abad, menontonnya masih menimbulkan perasaan yang aneh. Kamu terkejut, tapi tidak terlalu merasa emosional. Saking terkejutnya, kamu malah jadi seperti kehilangan emosi. Hukuman mati sekarang lebih jarang dilaksanakan di ruang terbuka dibanding dulu. Barangkali pemerintah Iran juga sadar ada efek negatif yang ditimbulkan terhadap penonton. Bagiku itu hal yang bagus.

Simak karya-karya lain Ebrahim di Instagram.

Artikel ini pertama kali tayang di AMUSE—situs bagian dari VICE membahas travelling