FYI.

This story is over 5 years old.

Kebersihan Tubuh

Pakai Deodoran Alami Malah Bikin Bau Badan Kita Makin Parah Lho

Kata pakar, mendingan pakai deodoran biasa aja lah.
Bercak keringat di baju memicu bau ketiak
Foto ilustrasi bau ketiak oleh yokeetod / Getty Images 

Manusia pada dasarnya sering mengeluarkan bau yang kurang sedap. Tubuh berkeringat untuk mendinginkan suhu badan. Berkeringat saja tak otomatis bikin kita bau. Masalahnya, terdapat sejumlah bakteri di kulit. Bakteri itulah yang lantas bercampur dengan keringat dan mulai mengurai cairan yang keluar dari dalam tubuh. Hasilnya, bau kurang sedap menguar ke mana-mana.

Bau keringat tak mengenal kelas sosial. Manusia supertajir yang eeknya enggak bau, masih mungkin bermasalah dengan bau tubuh dari ketiak. Untungnya, teknologi modern berhasil membereskan masalah ini, lewat produk deodoran dan antiperspirant yang memerangi aroma tak sedap dari keringat.

Iklan

Kalian barangkali beruntung dikelilingi teman-teman yang taat memakai deodoran sehingga tubuhnya tak menyebarkan bau asem kurang aduhai. Masalahnya, ada ketakutan terhadap penggunaan sejumlah merek deodoran ternama lantaran mengandung aluminium.

Aluminium dalam deodoran punya fungsi vital: menutup kelenjar keringat sehingga bakteri tak bisa berkubang dengan keringat. Meski sejumlah penelitian jelas-jelas membuktikan bahwa kandungan aluminium dalam deodoran tak perlu dikhawatirkan, para pemuja gaya hidup alami berkeyakinan deodoran dan antiperspirant berbahan dasar aluminium dapat menyebabkan kanker payudara. Bahkan, bisa memperburuk kemampuan otak mengingat.

Asumsi deodoran memicu kanker itulah yang belakangan memicu tumbuhnya industri deodoran alami. Varian deodoran satu ini lebih fokus membereskan keberadaan bakteri dalam tubuh, bukan masalah keringatnya. Dan yang terpenting, deodoran alami umumnya tak mengandung aluminium.

Sikap anti deodoran dan anti perspirant yang mengandung aluminium berakar pada email berantai yang beredar pada akhir dekade ‘90an. Email-email tersebut menyebut deodoran berbahan dasar aluminium adalah biang penyebab kanker payudara. Saking ramainya kabar burung itu, National Cancer Institute sampai mengeluarkan pernyataan bahwa tak ada hubungan berarti antara antiperspirant dan kanker. Selain itu, Alzheimer's Association juga pernah mencoba meblejeti mitos tentang dampak deodoran aluminium terhadap berkurangnya kemampuan mengingat. Sayang, dua upaya ini belum ampuh untuk menghalau ketakutan akan aluminium dalam deodoran—serta bau orang yang memilih memakai deodoran alami.

Iklan

Sebelum jauh ngomongin baunya, ada baiknya kita bahas pertanyaan mendasar satu ini: memangnya deodoran alami itu manjur?

Ada yang bilang deodoran ini bekerja maksimal pada tubuh mereka. Tapi, ada juga pengguna yang bilang khasiatnya biasa saja. Malah, sebagian lagi bilang deodoran alami menghasilkan apapun selain bau tubuh yang makin busuk. “Deodoran alami bikin bau ketek saya makin parah,” kata Amanda Bristow, yang sudah menjajal lima merk deodoran alami untuk mengobati bau “semerbak” tubuhnya. "Gara-gara deodoran alami, bau saya mirip bau jamur, bau bawang, bau handuk kotor. Pokoknya, aku bau banget kayak mayat."


Tonton wawancara VICE bersama sosok yang yakin 100 persen kalau dirinya putri duyung:


Sheilla DiChoso, pecinta produk kecantikan beraroma manis, mengatakan bahwa deodoran alami sangat manjur. “Aku mulai pakai deodoran alami karena takut aluminium,” katanya. “Deodoran alami memang bisa bekerja sebagai deodoran tapi tidak sebagai antiperspirant. Bau badanku sih hilang jadi aku cuma memakai deodoran alami selama beberapa tahun. Tapi, keringatku muncul lagi. Solusinya saya pakai selang-seling dengan antiperspirant biasa. Sayangnya, deodoran alaminya menghalangi kerja antiperspirant. Dengan berat hati, aku berhenti memakai deodoran alami. Jujur aku suka deodoran alami. Kalau saja aku tak banyak berkeringat, aku masih akan memakainya.”

Guna memahami kenapa respons terhadap deodoran alami begitu beragam, saya bertanya kepada Arielle Nagler, seorang dokter kulit dan pengajar di NYU Langone Medical Center's Ronald O. Perelman department of dermatology. “Saya rasa ini ada hubungannya dengan sensitivitas seseorang terhadap bau badan mereka sendiri, bau wangi yang diidentikan dengan deodoran serta apakah deodoran yang mereka gunakan mengandung elemen bakteri sebab bau badan memang ada hubungannya dengan proses penguraian keringat oleh bakteri—bukan karena keringatnya sendiri,” jelasnya.

Iklan

Penjelasan ini bisa menjawab kenapa deodoran alami hanya bekerja pada beberapa individu tertentu. Namun, masih ada satu pertanyaan penting: kenapa bau badan sejumlah pengguna deodoran alami bukannya menghilang malah makin parah? Salah satu teori mengatakan ini mungkin disebabkan oleh masalah detoks. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa mereka yang terbiasa menggunakan antiperspirant memiliki Staphylococcaceaebacteria dalam kadar tinggi di bagian ketiak (sebaliknya, mereka yang jarang atau tak pernah memakai deodoran punya banyak Corynebacterium di bagian tubuh yang sama). Sementara itu, penelitian lain menunjukkan bahwa Staph (disingkat begini saja ya biar cepat) adalah salah satu bakteri paling bau yang dikenal manusia. Jadi, bila kamu terbiasa menggunakan antiperspirant, kamu sebenarnya sedang menumpuk bakteri bau di ketiakmu dari hari ke hari. Masalahnya, tubuh butuh waktu lama untuk membereskan “sampah” ketiak ini.

Pengalaman Bristow bisa jadi contoh paling gampang untuk menjelaskan kesimpulan di atas. Saat ini, Bristow emoh menggunakan deodoran dan antiperspirant kecuali dalam momen yang sangat spesial—dan bau tubuh Bristow jauh lebih baik sekarang. “Lantaran aku tak mengoleskan apapun di ketiak, saya rasa saya melatih ketiak saya agar tak berbau sebusuk sebelumnya,” katanya. “Lalu, kalau aku keringatan, bodo amat deh. Semua orang juga keringatan kok.”

Nagler mengaku bahwa hingga kini manusia belum punya cara efektif untuk memprediksi bagaimana seseorang bereaksi pada bahan baku deodoran tertentu (peluang nih buat yang mau bikin perusahaan rintisan di bidang bioteknologi). Akibatnya, sampai sekarang misteri kenapa deodoran alami bikin sejumlah orang berbau layaknya pantat belum bisa dipecahkan.

Iklan

“Manjur tidaknya sebuah deodoran bergantung pada bahan bakunya dan bakteri apa yang hidup di permukaan kulit penggunanya. Dari pengalaman saya, saya pernah melihat deodoran alami berhasil mengatasi bau badan, tapi saya tak pernah melihat pasien berhasil membereskan masalah keringat mereka dengan deodoran alami. Masalah keringat memang tak bisa diatasi dengan deodoran. Kita butuh antiperspirant. Pengguna deodoran alami umumnya masih kerepotan menangani keringat. Jadi, kalau masalahnya keringat yang berlebihan, deodoran alami bukanlah solusi yang ampuh. Tapi kalau masalah bau badan, tingkat kemanjurannya variatif.”

Kebanyakan deodoran alami mengandung kombinasi madu, gula, santan, baking soda, minyak bunga matahari, lilin lebah, dan essential oil untuk memerangi bakteri dan menggantinya dengan bau yang lebih wangi. Agent Nateur—deodoran alami yang diendorse oleh Goop, situs produk kecantikan milik Gwyneth Paltrow—juga memasukkan “cinta” sebagai bahan bakunya. Mantap!

Meski begitu, Nagler masih merekomendasikan deodoran mainstream berbahan dasar aluminium sebagai pilihan utama mengenyahkan bau badan.

“Saya rasa banyak bukti di luar sana yang menunjukkan tak ada masalah dengan penggunaan deodoran dan antiperspirant,” ujarnya. “Bahkan dalam kurun waktu yang lama, belum ada bukti konsisten dua produk itu bermasalah. Dan selain suntik botox, deodoran adalah salah satu solusi efektif mengatasi keringat.”

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic