Perselingkuhan

Pertanyaan Sulit: Haruskah Kita Melaporkan Teman yang Berselingkuh?

Kami minta psikolog yang mendalami hubungan untuk membantu menjawab pertanyaan sulit ini. Intinya kita dilarang boleh ikut terbawa emosi.
Pertanyaan Sulit: Haruskah Kita Melaporkan Teman yang Berselingkuh?
Ilustrasi dari Getty Images

Kasus perselingkuhan memang selalu berhasil membuat masyarakat emosional, dulu dan sekarang. Preseden ini sudah ada sejak era pra-Internet. Contoh lain, bubarnya Orde Baru turut membuat affair anak-anak Soeharto dibicarakan terbuka. Jika masih ingat, puluhan tahun lalu Bambang Trihatmodjo sudah merasakan perihnya jadi korban doxxing. Bedanya kini, perselingkuhan warga biasa pun bisa viral dan menjadi sorotan netizen.

Iklan

Sebenarnya saking bangkotan topik perselingkuhan, sudah tersedia segala macam artikel membahas perselingkuhan dari berbagai sisi. Kenapa di perselingkuhan yang lebih sering disalahkan cuma perempuan ‘pelakor’? Atau cerita pelaku yang sulit setia pada pasangan.

Jika ada topik yang terlewat, itu adalah perspektif orang ketiga: seorang teman yang menjadi saksi perselingkuhan koleganya, lantas dilanda dilema apakah harus membongkarnya atau diam saja.

Ya, itulah pertanyaan yang sulit dijawab banyak orang. Jika kamu tahu temanmu diselingkuhi suami atau istrinya, di tim mana kamu akan bergabung? Tim si pengadu atau tim si kura-kura dalam perahu?

Agar pertanyaan ini tak terjebak dualisme sebagaimana debat bubur, kami memutuskan bertanya pada psikolog tentang cara mengatasi dilema ketika kita menjadi saksi perselingkuhan.


Lya Fahmi, psikolog RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, menilai bahwa yang mula-mula harus dipikirkan justru regulasi emosi kita sendiri tatkala dikejutkan perselingkuhan teman. Ia memintaku membayangkan sahabat baikku berselingkuh. Kurasa, hampir pasti aku akan menjadi sangat marah.

Iklan

Emosi tersebut, menurut Lya, yang harus kita olah dulu sebelum urusan lapor-melapor. “Menurutku kita enggak bisa sembarangan ngasih tahu orang kalau pasangannya berselingkuh,” papar Lya kepada VICE. “Gimana mau ngasih tahu kalo kita sendiri dalam posisi marah banget. Yang ada malah meledakkan korban karena tertransfer emosi kita.”

Pesan Lya, kita harus berpikir matang-matang saat memutuskan sikap kita atas perselingkuhan sahabat dekat. Terutama terkait dampaknya pada diri kita sendiri. “Pendapatku pribadi, kalau kita emang siap dan punya energi untuk terlibat dalam drama perselingkuhan itu, ya gapapa sih ngasih tahu. Tapi kalau enggak, mending enggak ikut-ikut,” pungkasnya.

Psikolog Zahwa Islami menyuarakan pendapat senada. “Mengetahui teman kita sendiri melakukan perselingkuhan adalah sesuatu yang membingungkan, karena pada dasarnya teman diharapkan untuk saling mendukung, tetapi justru seseorang itu berperilaku yang menyimpang dari nilai kita,” Zahwa mengatakan kepada VICE.

Berikut empat hal yang bisa kita lakukan ketika ‘terjebak’ dalam situasi semacam itu, ujar Zahwa. 

Merefleksikan motif kita

“Ketika kita ingin mengonfirmasi sesuatu, pahami alasan mengapa kita melakukannya. Apakah hanya karena kita ‘ingin tahu’ atau kepo, sehingga mungkin itu hanya memenuhi kebutuhan pribadi; atau kita secara tulus ingin mengingatkan untuk kebaikan teman dan keluarganya?” 

Memahami bukan berarti menerima

“Ketika kita melakukan konfrontasi terhadap teman yang berselingkuh, kemungkinan dia akan menceritakan alasan kenapa dia melakukannya. Mulai dari relasi yang tidak memuaskan, hubungan seks yang membosankan, keinginan untuk variasi seksual, atau keinginan balas dendam [alasan-alasan ini dirangkum Lawrence Joseph dalam bukunya The Dynamics of Infidelity].

Iklan

“Alasan tersebut perlu kita pahami, namun tidak dapat dibenarkan dan didukung. Jika kita dapat memberikan pandangan yang ‘mengembalikan value-nya’, lakukan. Namun bila kita tidak mampu, kita bisa memberikan nasihat padanya untuk pergi ke profesional [psikolog].”

Pahami batasan

“Tetap pahami batasan hal-hal yang perlu atau tidak perlu kita ketahui, juga hal-hal yang bisa atau tidak bisa kita lakukan terkait permasalahan tersebut. Batasan tersebut khususnya mengenai keputusan apakah hubungan si teman dilanjutkan atau udahan/ cerai, karena itu merupakan pilihan pribadi dari teman dan pasangannya.”

Menjaga kerahasiaan

“Tidak semestinya kita berbagi permasalahan teman kepada orang lain, terutama bila tidak ada tujuan pasti. Contoh tujuan pasti, misalnya, bersepakat untuk menyelidiki kebenaran perselingkuhan.” 

Menurut Zahwa mengutip artikel ini, pada akhirnya dinamika kasus perselingkuhan sangat beragam. “Ada peluang seseorang melakukan perselingkuhan berulang kali, ada juga peluang seseorang dapat membangun relasi dan belajar dari perselingkuhan itu menuju relasi yang lebih kuat, dekat, dan hangat,” tutup Zahwa.