Perang Narkoba di Indonesia

Pengguna Narkoba di Indonesia Jadi 3,6 Juta, Kata BNN Karena Harga Tak kena Inflasi

Jumlah itu naik 0,03 persen dibanding 2018. Ganja jadi yang terfavorit, disusul sabu dan ekstasi. Menurut anggota DPR, karena kerjanya tak efektif, mending BNN dibubarin aja.
Pengguna Narkoba di Indonesia 2019 Naik Jadi 3,6 Juta, Kata BNN Karena Harga Narkoba Tak kena Inflasi
Operasi BNN menangkap pengedar sabu di Jakarta. Foto oleh Bay Ismoyo/AFP

Di tengah ekonomi Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja karena daya beli masyarakat sejak pertengahan tahun ini terus melemah, rupanya daya beli narkoba tidak tidak terpengaruh sama sekali. BNN melaporkan jumlah pengguna narkoba di Indonesia sepanjang 2019 naik 0,03 persen dibanding tahun lalu.

"Lebih kurang jumlahnya 3,6 juta yang menggunakan [narkoba] di Indonesia ini," kata Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol. Heru Winarko di Jakarta, Kamis (5/12), dikutip Tirto.

Iklan

Bahkan menjelang tutup tahun, angka peredaran narkoba semakin tinggi. Ganja masih yang terfavorit di Tanah Air, disusul sabu-sabu dan ekstasi. Polisi menduga ini sesuai kebiasaan lama yang berkaitan dengan pesta tahun baru sebentar lagi.

"Tapi yang pasti peningkatan itu berdasarkan data itu meningkat pada setiap akhir tahun," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Kombes Krisno Halomoan Siregar kepada Wartakota di Jakarta, Rabu (14/12). "Kalian [jurnalis] sendiri lah menyimpulkan kira-kira seperti itu kenapa."

Di tengah berkembangnya wacana pembubaran BNN karena tak berhasil menekan angka peredaran narkoba di Indonesia, Kepala BNN menekankan bahwa tren naiknya pengguna ini berlaku global. Kok bisa gitu? Kalau kata Heru sih, karena harga narkoba tidak kena pajak dan tidak terpengaruh bertambah mahal akibat faktor inflasi. "Di dunia [angka pengguna juga naik]. Apalagi tidak kena pajak dan inflasi," ujarnya, dikutip dari Katadata. Hmm, benarkah demikian? Semoga ada pengedar bisa menghubungi redaksi lewat DM untuk memberi info pembanding ya soal klaim inflasi ini.

Peredaran narkoba yang membludak terang saja menyudutkan BNN. Sebab, BNN terkesan kurang bagus kerjanya biar lembaganya tetap relevan atau pedagang narkobanya yang selalu satu langkah di depan. Untuk kasus kedua, sepanjang tahun ini kepolisian berhasil membongkar berbagai modus penyelundupan narkoba mulai dari menggunakan kapal pesiar, jasa titip, sampai perjalanan motor ratusan kilometer.

Iklan

Dari data BNN yang dikutip Wartakota, sebanyak 63 persen dari 3,6 juta pemakai itu mengonsumsi ganja. Di peringkat kedua dan ketiga narkoba terfavorit, ada sabu dan ekstasi. Rentang usia pemakai juga sangat luas, dari 15 sampai 65 tahun.

Data suram pengguna narkoba di Indonesia membuat panas hubungan BNN dan Komisi III DPR RI. Pada rapat dengar pendapat antara keduanya, 21 November lalu, DPR bersemangat menghujani BNN dengan kritik pedas karena dinilai tidak becus kerja. Sebagai salah satu lembaga yang paling sering dianggap tidak becus kerja, saya maklum mengapa DPR terlalu berapi-api kalau ada kesempatan maki-maki lembaga lain.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP bahkan usul agar BNN dibubarkan aja. "Kita akan melakukan revisi terhadap Undang-undang Narkotika. Dilebur saja, enggak perlu lagi [BNN]. Enggak ada progress," paparnya, dilansir Kompas.

Tuduhan serius datang dari anggota fraksi PAN Sarifuddin Sudding. Menurutnya, BNN tidak serius menangani pemberantasan narkoba karena hanya jadi tempat singgah anggota kepolisian yang mau naik jabatan.

"Saya melihatnya bahwa sebagai tempat penampungan aja para perwira-perwira. Kalau kombes menjadi brigjen, ya masuk BNN [dulu]. Jadi, banyak perwira-perwira polisi yang di mabes diparkir dulu di BNN supaya dapat bintang brigjen. Tapi, kinerja BNN secara nyata di lapangan saya juga tidak melihat," ujar Sudding dikutip Kompas.

Sudding mengungkapkan bahwa sejak BNN didirikan pada 2002 sampai sekarang, Indonesia masih saja darurat narkoba. Dari situ ia menilai BNN telah gagal dan lebih baik dibubarkan dan dileburkan saja jadi satu institusi di kepolisian.