FYI.

This story is over 5 years old.

Bertanya Buat Teman

Suka Menggigiti Kuku Tangan? Artinya Kamu Perfeksionis

Bukan berarti ini kebiasaan yang baik lho. Kata dokter sih, ibaratnya kamu kayak sengaja menjilat semua benda yang pernah disentuh—bonus bakteri patogennya.
Foto ilustrasi menggigit kuku jari oleh JGI / Jamie Grill / Getty.

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic.

Bertanya Buat Teman adalah rubrik khusus menjawab semua pertanyaan kalian seputar kesehatan, yang paling tolol sekalipun. Jadi, kalau ada teman yang punya masalah tapi enggak berani tanya ke dokter, bisa kalian wakili lewat rubrik ini.

Begini Skenarionya:
Ketika sedang cemas, temanmu hobi mengigiti setiap kuku jarinya atau merobek kulit di sekitarnya seperti binatang buas yang sedang mengoyak mangsanya. Kamu memintanya berhenti melakukan kebiasaan tadi, tapi temanmu mengaku sudah mencoba semua metode: kuteks kuku dengan rasa amit-amit untuk menangkis tukang gigit, mengenakan karet gelang di pergelangan tangan. Tidak ada yang berhasil.

Iklan

Kamu khawatir temanmu menelan kuman, dan fakta bahwa dia secara rutin menggerogoti ujung jarinya hingga berdarah tentunya tidak sehat. Apakah kebiasaan menggigit kuku hanyalah sekedar kebiasaan penanda cemas, ataukah ini tanda masalah lain yang lebih mendalam?

Faktanya:
Kebiasaan menggigit kuku, dikenal sebagai onychophagia, adalah gangguan perilaku umum yang mempengaruhi 20 hingga 30 persen populasi manusia di berbagai negara. Menggigit kuku secara kompulsif memiliki implikasi kesehatan luas yang dapat mempengaruhi beberapa sistem organ yang berbeda, menurut pemaparan John Yost, pofesor klinik dermatologi di Stanford Health Care dan direktur Nail Disorders Clinic (iya, beneran ada klinik ngurusin orang yang demen menggigit kuku tangan). “Manusia kerap membawa bakteria patogen di atas dan di bawah kuku jari, dan menggigiti mereka memberikan jalan terbuka bagi bakteria untuk masuk ke dalam sistemn pencernaan.” Mengigit kuku juga bisa meningkatkan penyebaran infeksi seperti kutil dan bisul bernanah di mulut dan tangan. Bahkan, kalau sudah parah sampai berisiko merusak gigi. “Yang pasti, ini lebih dari sekedar kebiasaan buruk yang sulit dihilangkan,” kata Yost.

Kebiasaan ini dikategorikan sebagai gangguan repetitif fokus tubuh yang juga mencakup trichotillomania (menarik rambut) dan dermatillomania (mencubit kulit). “Semua gangguan ini melibatkan tangan, dan mereka semua, tergolong otomatis dan tidak bisa dikendalikan,” kata Kieron O’Connor, seorang profesor psikiatrik di University of Montreal dan direktur OCD Spectrum Study Center. “Orang menyebutnya kebiasaan akibat cemas, tapi biasanya kebiasaan ini tidak berhubungan dengan saraf atau kecemasan, tapi lebih akibat spektrum emosi frustrasi.”

Iklan

Kenapa Temanmu Punya Kebiasaan Kayak Gitu:
Apakah temanmu yang hobi menggigit kuku memiliki standar yang tidak realistis? Apakah dia lebay tiap kali mempersiapkan sesuatu, atau berusaha mencapai banyak target sekaligus? Dalam penelitian tahun 2015, yang melihat dampak dari emosi ke kebiasaan repetitif fokus tubuh, O’Connor dan rekan-rekannya menemukan bahwa perfeksionisme merupakan karakteristik yang memicu semua kebiasaan repetitif fokus tubuh. “Perfeksionisme memiliki dimensi yang berbeda, tapi satu aspek yang selalu muncul dalam kebiasaan repetitif ini adalah si pelaku biasanya lumayan kritis terhadap diri sendiri—mereka memiliki standar yang tinggi dan mudah frustrasi atau tidak puas dengan diri sendiri,” ungkapnya. Menurut O’Connor, biarpun kerap diasosiasikan sebagai pelapasan stres, menggigit kuku dipicu minimnya kemampuan pengaturan emosi seseorang. “Orang dengan kebiasaan macam ini biasanya tidak terlalu peka mengenali emosi mereka sendiri dan menghadapi emosi negatif, jadi satu cara untuk menghadapinya adalah lewat perilaku repetitif, yang awalnya menghasilkan semacam rasa nyaman tapi sebetulnya memiliki implikasi yang merusak, dan kemudian mereka merasa bersalah atau malu—emosi negatif—yang semakin memperparah kritik terhadap diri sendiri,” urai O’Connor. “Ini adalah siklus yang tanpa henti.”

Kemungkinan Terburuk Bila Kebiasaan Ini Tidak Berhenti:
Khawatir tentang kesehatan temanmu yang hobi menggigiti kuku wajar kok. “Dengan menggigiti kuku, kamu berarti menjilat apapun yang disentuh tanganmu hari itu apabila kamu belum mencuci tangan dengan baik, entah pintu di ruang umum, atau tuas buat nge-flush toilet—bayangin kamu seakan-akan menjilat tuas toilet tersebut,” kata Yost.

Akibat menggigiti kulit di sekitar kuku, temanmu meningkatkan risiko terkena infeksi bakteri dan jamur, yang biasa menyebar ke saluran darah atau mempengaruhi tulang di bawah kulit sekitar kuku. Dan biarpun ini tidak terlihat parah seperti sakit akibat infeksi yang tidak bisa dikenali dokter, kukunya juga bisa rusak lho. “Orang yang menggigiti kulit di sekitar kuku bisa terkena bintil kuku, disebut paronychia, yaitu pembengkakan lipatan kuku lateral atau proksimal,” imbuh Yost. “Pembengkakan kronis dari kulit bisa menyebabkan luka di matriks kuku—kelompok sel terletak di bawah kulit ari di mana kuku terbentuk—yang akan menyebabkan deformitas kuku secara permanen.” Bisa jadi bentuknya kerut kuku atau retak permanen di kuku.

Nasehat Dokter Buat Temanmu:
Kalau kebiasaan menggigiti kuku jari tangan temanmu makin parah, dia wajib ngobrol sama psikologi atau psikiater, yang bisa membantu mengidentifikasi pemicu (triggers) dan membantu mengalihkan energi tersebut ke dalam bentuk perilaku lebih produktif. Menghapus kebiasaan menggigit kuku jari tangan bisa dilakukan, kata O’Connor, tapi tentunya dengan tantangan tidak sedikit. “Orang kerap mengira solusi kebiasaan macam ini hanyalah masalah kemauan, tapi sebetulnya proses penyembuhan memang memakan waktu, dan pelaku harus benar-benar termotivasi untuk berhenti.”

Salah satu penanganan psikologis paling umum bagi tukang menggigit kuku adalah pembalikan kebiasaan. Artinya pasien wajib sadar kapan kebiasaan mereka akan terjadi dan justru melakukan aktivitas yang berlawanan, seperti menaruh tangan di dalam saku. Apabila temanmu suka dengan metode yang lebih DIY, dia bisa mencoba metode tersebut di rumah. O’Connor menyarankan pasien atau keluarganya mencatat jenis situasi yang biasa memicu keinginan mulai menggigiti kuku jari tangan. Dengan mencatat jenis-jenis momennya, pasien bisa menghadapi emosi yang timbul tepat sebelum kebiasaan ini dimulai.