FYI.

This story is over 5 years old.

Takut Mati

Takut Mati Adalah Pemicu Sebagian Besar Fobia

Ahli psikologi sosial menyebutnya, "teori manajemen teror."
Ilustrasi oleh Josh Blake/Getty Images

Pada dasarnya, setiap manusia pasti takut mati. Irvin Yahom, penulis dan filsuf eksistensialis, mengatakan bahwa hidup kita "selalu dipenuhi bayang-bayang kematian."

Semakin banyak penelitian yang mendalami bagaimana takut mati bisa menciptakan ketakutan yang luar biasa terhadap hal lainnya. Teori psikologi sosial yang disebut Teori Manajemen Teror (TMT) menjelaskan bagaimana rasa takut ini bisa memengaruhi perilaku dan persepsi diri kita.

Iklan

Menurut teori ini, kita mengendalikan rasa takut mati dengan melakukan hal-hal yang bisa dikenang. Kita fokus pada pencapaian pribadi dan orang terdekat; kita mengabadikan setiap momen lewat foto untuk dikenang; atau kita bahkan beribadah dan percaya akhirat.

Perilaku ini meningkatkan harga diri kita dan mengurangi rasa takut mati. Namun, ada beberapa orang yang mengatasi ketakutannya secara tidak efektif.

Mereka mengalihkan ketakutan sesungguhnya pada hal-hal yang lebih kecil dan mudah ditangani, seperti laba-laba atau kuman. Selama ini kita mengenalnya sebagai fobia, dan ketakutan ini dianggap lebih aman dan mudah dikendalikan daripada rasa takut terhadap kematian.

Hal ini masuk akal, karena sebagian besar gejala gangguan kecemasan ada kaitannya dengan kematian. Anak yang mengidap Separation Anxiety Disorder akan sangat takut kehilangan orang yang penting dalam hidupnya—seperti orang tua atau anggota keluarga—dari kecelakaan mobil, bencana alam, atau penyakit keras.

Penderita OCD berulang kali mengecek stop kontak, kompor dan kunci untuk mencegah bahaya dan risiko kematian. Selain itu, ada juga orang yang mencuci tangan berlebihan supaya tidak tertular penyakit serius.

Mereka yang mengalami gangguan panik akan sering-sering kontrol ke dokter karena takut kena serangan jantung dan mati dini. Pengidap gangguan gejala somatik, termasuk yang sebelumnya diidentifikasi sebagai hipokondriak, sering meminta pemeriksaan medis dan fisik untuk mendeteksi penyakit.

Iklan

Fobia yang spesifik—seperti takut ketinggian, laba-laba, ular dan darah—sangat berhubungan dengan kematian. Orang yang fobia laba-laba, misalnya, akan loncat, menjerit, dan gemetaran saat melihatnya. Beberapa peneliti berpendapat bahwa respons berlebihan ini sangat menggambarkan reaksi normal kita terhadap ancaman, seperti melihat orang bawa senjata tajam.


Tonton dokumenter VICE menyorot industri vape di Cina yang bersiap menjajah seluruh dunia, menggeser kedigdayaan rokok tradisional:


Beberapa penelitian, yang menunjukkan bahwa rasa takut mati mampu meningkatkan respons cemas dan fobia, membuktikan kebenaran hipotesis TMT.

Penelitian-penelitian ini menggunakan teknik "mortality salience induction" untuk memicu rasa takut mati dengan gangguan kecemasan lainnya. Peserta diharuskan menulis perasaannya ketika membayangkan kematiannya. Mereka juga disuruh menjelaskan pendapatnya tentang apa yang terjadi saat mereka meninggal.

Pengidap fobia laba-laba yang dipicu rasa takut mati bereaksi lebih parah ketika melihat laba-laba. Mereka juga tidak mau melihat fotonya. Orang OCD mencuci tangan dan memakai tisu berlebihan ketika dihubung-hubungkan dengan kematian.

Begitu juga dengan orang yang punya fobia sosial. Mereka mengalami kesulitan saat berinteraksi dengan orang lain. Mereka menganggap ekspresi wajah senang dan marah lebih mengancam atau menakutkan daripada ekspresi yang biasa-biasa saja ketika diingatkan akan kematian. Alasannya karena ekspresi wajah senang atau marah menunjukkan penilaian dari orang lain.

Iklan

Takut mati itu wajar atau enggak?

Kematian tidak terelakkan, dan takut mati itu sangat wajar. Kebanyakan orang takut mati karena mereka tidak mau berpisah dengan orang-orang terdekatnya.

Menurut teori manajemen teror, rasa takut ini sebenarnya mampu memotivasi kita untuk hidup lebih baik lagi. Hal ini bisa memicu kita untuk lebih menghargai orang terkasih, menciptakan momen-momen indah, mengejar impian, dan mengoptimalkan kemampuan diri.

Ketakutanmu sudah mencapai tingkat yang tidak wajar apabila membentuk kebiasaan yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Banyak orang OCD yang menghabiskan banyak waktu untuk mencuci tangan atau mengecek ulang sesuatu untuk mencegah kotor, virus, kebakaran, kemalingan, atau hal-hal lainnya yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang-orang yang dicintai.

Orang yang punya fobia juga akan melakukan apa saja untuk menghindari sesuatu yang mereka takuti. Mereka akan bereaksi berlebihan kalau berhadapan langsung dengan pemicunya. Rasa takut matinya sudah tidak "normal" apabila menyebabkan ketakutan yang berlebihan lainnya.

Pengobatannya, seperti Cognitive Behavior Therapy, memerlukan strategi baru yang melibatkan ketakutan terhadap kematian dalam menangani berbagai gangguan. Orang akan terus dihantui rasa takut apabila tidak ada yang melakukan inovasi tersebut.

Lisa Iverach adalah associate honorer di Department of Psychology di Macquarie University dan peneliti di University of Sydney, Australia. Rachel Menzies adalah mahasiswi S3 jurusan psikologi klinis. Ross Menzies adalah associate professor di University of Sydney.

Artikel ini pertama kali tayang di The Conversation . Sila baca artikel aslinya di sini.