Bangkitnya Genre Musik Spotifycore di Indonesia
Ilustrasi tren spotifycore oleh Yasmin Hutasuhut

FYI.

This story is over 5 years old.

Musik Indonesia

Genre Spotifycore Makin Populer, Begini Dampaknya Buat Musik Indonesia

Banyak musisi sengaja merancang lagu supaya tidak di-'skip' pendengar. Formula ini dijuluki 'spotifycore'. Apakah musik Indonesia terpengaruh? Dimas Ario berbagi opininya buat pembaca sekalian.

Membuka aplikasi musik streaming lewat ponsel kini jadi ritual wajib harian, termasuk di Indonesia. Namun, sebagian besar konsumen layanan streaming seringkali menganggap musik sekadar latar menenangkan hati atau sebagai teman berkegiatan. Mereka kerap tidak terlalu peduli untuk mengetahui nama musisi atau judul lagu yang ada pada playlist yang didengar.

Pendengar musik seperti ini dikategorikan sebagai pendengar kasual yang punya kecenderungan pasif, dibanding konsumen yang fokus menggemari album atau lagu musisi tertentu.

Iklan

Umumnya pendengar kasual hanya mengonsumsi playlist yang terpampang pada halaman utama di layanan musik streaming, hasil kurasi tim editorial atau muncul dari proses algoritma yang ada. Ciri lain pendengar kasual adalah jarang sekali mengambil risiko. Alih-alih mendengarkan setiap lagu hingga selesai, ibu jari mereka mudah menekan tombol skip ketika mendapati lagu yang tidak sesuai selera, atau yang dirasa mengganggu alur lagu-lagu pada playlist.

Perilaku pendengar kasual akhirnya berpengaruh pada estetika sebagian musisi. Artis yang sadar perubahan selera lantas membuat musik yang lebih ‘ramah streaming’: tepatnya memakai formula hook dan chorus yang datang lebih cepat, serta nuansa musik yang tepat guna untuk ditempatkan pada berbagai playlist “suasana hati” dan “aktivitas” laiknya yang bertebaran di layanan musik streaming. Hook dan chorus yang datang lebih awal juga menyesuaikan perhitungan baku pada layanan streaming, di mana lagu akan dihitung satu stream jika didengar melebihi durasi 30 detik.

Tipe musik ramah streaming tersebut digolongkan sebagai sebuah aliran musik baru yang dijuluki sebagai 'Spotifycore' oleh Jon Caramanica, kritikus musik dari The New York Times. Musik yang dilabeli sebagai Spotifycore ini sebenarnya merupakan hasil penyulingan dari Pop/Elektronika dengan ketukan drum Hip Hop/EDM (Electronic Dance Music) bertempo lambat, dicampur sensitivitas melodi R&B/Soul kiwari.

Iklan

Beberapa musisi internasional kini dianggap pengusung Spotifycore, antara lain Sasha Sloan, Charlotte Lawrence, dan tentunya bintang pop yang sedang menanjak, Billie Eilish yang ditahbiskan jadi ratu dari Spotifycore melalui debut albumnya.

Mengapa musik macam ini diberi embel-embel Spotify, walau bukan produk resmi raksasa streaming asal Swedia itu? Penyebabnya tentu agresivitas pemasaran Spotify ‘membungkus’ lagu-lagu dengan tipikal tertentu, untuk ‘dijajakan’ sebagai latar pelipur suasana hati atau teman berbagai aktivitas sehari-hari. Oleh sebab itu kita sering mendapati aneka ragam playlist dengan unsur “Chill” dan juga playlist yang muncul di waktu-waktu tertentu, dengan berbagai judul macam Santai, Kopi, bahkan Mager.

Ini bukan tren baru. Musik menenangkan selalu mendapat tempat di telinga pendengar musik dari masa ke masa, sejarahnya merentang panjang jauh sebelum era streaming.

Dimulai sejak dekade 40'an, rekaman musik orkestra sering menjadi musik latar untuk makan malam atau aktivitas relaksasi. Tren serupa berlanjut ke dekade 60'an/70'an memakai musik lounge yang biasa diputar pada pesta cocktail dan lobi hotel, hingga kompilasi “Chill-Out” dari Café Del Mar yang pada era 90'an sempat populer.

Sepanjang dekade 70'an, beberapa perusahaan rekaman Indonesia merilis seri musik santai, berisi komposisi instrumental yang mendaur ulang lagu-lagu populer. Salah satu yang paling dikenal adalah seri Musik Santai dari Yockie Suryoprayogo.

Iklan

Perkembangan musik santai di Indonesia tiga tahun terakhir didominasi musik pop akustik dengan denting gitar dan lantunan suara lembut, yang kerap diputar di banyak kedai kopi kekinian. Belakangan juga muncul istilah “Folk Senja”, untuk lagu-lagu dengan melodi pop dan lirik ‘puisi era caption Instagram’ yang dibungkus kemasan musik Folk lengkap dengan gitar akustik dan kebersahajaannya. Salah satu penggawanya Fiersa Besari. Saat naskah ini ditulis, lagu-lagu Fiersa Besari mendominasi beberapa playlist “Santai” yang memiliki banyak pengikut. Bahkan ada satu lagu Fiersa yang sudah diputar 13 juta kali, membuatnya sejajar Raisa, Tulus, dan Sheila on 7 jika memperhatikan angka putarnya saja.

Memasuki 2019, berdasarkan karakter beberapa rilisan lokal, mulai ada indikasi pergeseran tipe musik santai dari yang sebelumnya berbasis akustik menjadi lebih elektrik dengan dominasi bunyi synthesizer yang mirip langgam Spotifycore. Kalau gaungnya belum begitu terasa di Tanah Air, itu karena mayoritas rilisan bernuansa Spotifycore datang dari nama-nama baru di industri musik Indonesia.


Tonton video eksperimen redaksi Noisey memutar musik trap pada anjing:


Gejala Spotifycore di Indonesia sudah bisa kita disimak sejak 2018, melalui album Mantra Mantra dari penyanyi dan penulis lagu, Kunto Aji (dinobatkan sebagai album pop terbaik tahun itu oleh redaksi VICE Indonesia). Hampir semua lagu yang ada di dalam Mantra Mantra memiliki gaya produksi Spotifycore. Misalnya tempo lambat, intro yang singkat, hingga rata-rata chorus datang pada menit pertama. Bahkan di lagu “Rancang Rencana”, chorus datang setelah intro berjalan 12 detik.

Iklan

Album Mantra Mantra juga mengusung tema kesehatan mental (yang relevan dengan kondisi banyak orang, khususnya remaja di kota besar). Konon Kunto sengaja mengaransemen lagu dalam frekuensi Solfeggio 396 Hz (yang dianggap dapat mengeluarkan pikiran negatif) dan juga frekuensi Solfeggio 741 Hz (yang menimbulkan intuisi untuk menciptakan solusi). Tak sulit menempatkan mayoritas lagu di album Mantra Mantra pada setiap playlist bertema “Santai” yang tersedia di layanan musik streaming.

Album Mantra Mantra pada akhirnya menjadi contoh terbaik musik pop Indonesia era streaming, yang menurut beberapa kritikus musik, tidak lagi terdengar menggelegar dan bertempo cepat namun terasa semakin intim dan bertempo pelan. Semakin pelannya tempo lagu Pop sekarang ini juga dipengaruhi tren Hip Hop yang telah menjadi “musik Pop yang baru” bagi penikmat musik global. Patut diingat, rapper merapal bait kata-kata dengan lebih maksimal pada tempo ketukan lambat. Ritme ketukan Hip Hop tersebut lantas diaplikasikan oleh musik sejenis Spotifycore, namun dengan gaya lebih kalem. Beberapa musik Spotifycore lainnya, karena pada dasarnya berbasis elektronik, tetap mengandung ampas-ampas musik EDM yang menanggalkan keagresifannya.

Perpaduan banyak unsur tersebut dapat disimak pada lagu-lagu dari musisi tanah air berikut yang saya rangkum lewat playlist 'Spotifycore Indonesia 2019'. Semua lagu pada playlist ini adalah musik minimalis dengan ruang-ruang kosong, ditopang ritme dari adonan ketukan Hip Hop dan EDM bertempo lambat, disempurnakan alunan vokal lembut.

Iklan

Jika kita mendengar lagu-lagu di playlist ini melalui headphone, akan terasa jika lagu-lagu sejenis Spotifycore dirancang menghantar kenyamanan dari detik perdana. Biasanya lagu dibuka hanya satu atau dua akor keyboard yang hangat, lalu beberapa detik kemudian masuk vokal yang diikuti ketukan drum. Contohnya bisa disimak lewat lagu “Almost” dari penyanyi dan penulis lagu asal Malang, Steffani BPM atau “Looking For” dari DJ/Produser asal Jakarta, Kayman.

Beberapa lagu lainnya pada playlist ini menyuguhkan bebunyian menenangkan dari awal lagu yang akan membuat kita sejenak melupakan tombol skip. Karya terbaru dari penyanyi Rayssa Dynta “Under Cover” dan juga “Sign” dari grup elektronik BLEU HOUSE bisa jadi contoh lainnya.

Jika menyukai beberapa lagu pada playlist ini, bakal ideal jika kalian mencari tahu informasi lebih lanjut dengan mengikuti akun media sosial para musisi itu. Serta sempatkan datang jika mereka memiliki jadwal pertunjukkan dekat tempat tinggalmu. Semua ini perlu dilakukan agar kita tidak terjebak dengan hanya menjadi pendengar kasual yang ‘mager’ di layanan musik streaming.

Catatan: karena 2019 masih berjalan di bulan keempat, maka playlist ini akan terus diperbarui sepanjang tahun.


Dimas Ario adalah penikmat musik penuh waktu yang gemar mengkurasi lagu-lagu menyenangkan. Kebetulan juga dipercaya jadi manajer band Efek Rumah Kaca. Follow dan ajak dia ngobrol seputar musik lewat Twitter atau Instagram