FYI.

This story is over 5 years old.

Teknologi Pangan

Perusahaan Jepang Ingin Merancang Sushi Sesuai Data Liur Pelanggan Pakai Printer 3D

Di restoran ini, kamu boker atau pipis dulu baru makan. Bukan sebaliknya. Ini maksudnya gimana ya???
Bettina Makalintal
Brooklyn, US
Sushi cetakan printer 3D yang disesuaikan data biologis pelanggan
Foto dari arsip Open Meals 

Lazimnya nih, kita boker setelah makan di restoran dan pipis setelah menenggak minuman. Sejak dulu, manusia—atau sebenarnya hampir semua makhluk di muka Bumi—mengandalkan siklus biologis serupa. Kita paham bahwa makan apapun—dari gorengan sampai santapan mahal di restoran fine dining—ujung-ujungnya berakhir jadi feses doang.

Siklus sebaliknya jarang atau malah mustahil banget terjadi. Namun, sebuah perusahaan di Jepang bernama Open Meal nekat membalik siklus ini demi satu tujuan: menyatukan sains dan teknik membuat sushi.

Iklan

Menggunakan acuan sampel biologis berupa “air liur, urin dan tinja,” Open Meals ingin menghasilkan sushi hasil cetakan 3D, yang disesuaikan karakter tiap pemesan, seperti yang diberitakan situs berita Australia KXAN.

Gimana tuh maksudnya????

Sushi yang dibuat dari sampel biologis ini pernah ditampilkan pada gelaran South by Southwest. Kali ini tidak sekadar contoh. Open Meals berusaha membuka restoran bernama Sushi Singularity di Tokyo pada 2020. Tertarik? Tunggu dulu sob.

Selama kamu merasa proses memesan tempat di restoran tersebut tak merepotkan, ini mungkin restoran yang kamu cari. Sebab begitu kamu memesan tempat di restoran ini, kamu akan dikirimi "seperangkat alat tes kesehatan," kata juru bicara Open Meals pada KXAN.

Setelah calon pelanggan mengirim, katakanlah sebotol kecil pipis atau tinja, restoran menganalisis nutrisi apa yang dibutuhkan orang itu. Saat mereka datang ke restoran, nutrisi tersebut bakal ditambahkan ke cetakan 3D makan malam mereka.

Kelak, begini mungkin cara restoran bekerja, menurut sebuah video promosi yang dibuat dengan penuh gaya, kira-kira begini: pengunjung masik ke restoran sushi. Saat itulah, wajahnya akan dibaca oleh sebuah interface komputer. Dari sini, restoran akan tahu level nutrisi, kode genetis, flora dalam usus dan kualitas tidur pelanggan tersebut.

Lalu, sebuah printer 3D dengan lengan robot besar akan membuat sushi, menyertakan segala macam nutrisi yang kadarnya rendah tubuh pelanggan. Seorang koki sushi—yang dalam video promosi itu kelihatan lebih banyak nganggur—memulasnya pakai saus kedelai sebelum menyerahkan sushi berbentuk kubus kepada pelanggan. (Sampai jumpa Sushi Roll. Sushi macam ini tamat riwayatnya gara-gara teknologi).

Iklan

Rencana perusahaan di Jepang itu sekilas terdengar aneh. Lebih menyerupai skenario distopia teknologi restoran dari masa depan. Padahal, sejatinya, ini realitas yang tak begitu jauh dari kita—tentunya minus sampel eek dan urin ya.

Sebuah restoran canggih di kawasan Bay Area, misalnya, akan memasang kamera pengawas yang diarahkan pada tiap inci area restoran guna memastikan pelanggan mendapatkan pesanannya tepat waktu. Selain itu, restoran ini juga memanfaatkan teknik pengenal wajah untuk mempermudah proses pemesanan makanan.

Sushi Singularity, seperti diklaim Open Meals di situsnya "lebih dari sekadar masa depan sushi." Alasannya restoran ini bisa mencetak sushi dan mengagih desain sushi tiap pelanggan ke seluruh penjuru dunia, proyek ini menjadi bagian dari tak cuma satu tapi dua revolusi sekaligus.

Menurut website Open Meals, "Sushi akan menyatukan seluruh umat manusia. Sushi akan diproduksi, diedit dan diagih lewat internet dalam bentuk ‘sushi baru.’ Sushi yang dikombinasikan dengan data biometrik pelanggan akan menghasilkan susu yang sangat spesial berdasarkan data biometrik dan genomik."

Iya deh. Untuk sementara kami percaya. Asal rasanya enak aja.

Artikel ini pertama kali tayang di MUNCHIES