Pembunuhan Berantai

'Pembunuh Berantai Twitter' di Jepang Divonis Hukuman Mati

Takahiro Shiraishi menghabisi sembilan orang yang dia kenal di Twitter, dengan alasan ingin membantu mereka bunuh diri.
'Pembunuh Berantai Twitter' Takahiro Shiraishi dari Jepang Divonis Hukuman Mati
Takahiro Shiraishi menutupi wajahnya saat diantar aparat dari tahanan menuju persidangan.  Foto oleh Stringer/AFP via Getty Image

Pada Selasa (15/12) lalu, Pengadilan Tokyo menjatuhkan hukuman mati bagi Takahiro Shiraishi, lelaki yang pada 2017 melakukan pembunuhan berencana terhadap sembilan orang berbeda di Kota Kanagawa. Karena modus pembunuhannya menggunakan medsos, media setempat menjulukinya ‘pembunuh berantai Twitter’.

Kejahatan Shiraishi, kini berusia 30 tahun, terungkap ketika pada 2017 polisi mencari keberadaan perempuan 23 tahun yang menghilang dari rumah, seperti dilaporkan the Japan Times. Dari penelusuran aparat, perempuan itu sempat mengunggah postingan ingin bunuh diri di Twitter. Dari sana, ada jejak komunikasi antara akun perempuan itu dengan Shiraishi, yang nama akunnya bila diterjemahkan menjadi ‘sang eksekutor’.

Iklan

Bermula dari pencarian satu perempuan, polisi mendapati bila DM soal bunuh diri banyak yang mengarah ke akun Shiraishi. Ketika apartemennya digeledah, ditemukan banyak jasad. Jadi bukan satu perempuan itu saja yang dia bunuh. Jasad mereka ditemukan di kardus dan kulkas apartemen pelaku.

Setelah berhasil menghubungi korban, yang rata-rata mengidap depresi, Shiraishi mengundang mereka mampir ke apartemennya. Lelaki itu lantas menjerat leher korban-korbannya pakai tali tambang. Namun, beberapa korban menurut aparat turut diperkosa. Jadi ada unsur kekerasan yang tidak terkait sama sekali dengan klaim bahwa dia cuma membantu orang-orang bunuh diri.

Selama beraksi sepanjang 2017, pelaku membunuh sembilan orang, delapan di antaranya perempuan, dan hanya ada satu lelaki, berdasar laporan The Asahi Shimbun. Rentang usia korban dari 15 tahun hingga 26 tahun, mayoritas penduduk kawasan Tokyo. Pelaku beraksi selama Agustus hingga Oktober 2017, sebelum akhirnya dicokok aparat.

Selama persidangan, Shiraishi menerima semua dakwaan jaksa, alhasil Hakim Ketua Naokuni Yano tidak ragu menjatuhkan vonis hukuman mati. Yano menyebut aksi sang pembunuh berantai, “amat kejam bahkan jika dibandingkan dengan sejarah kejahatan lain di negara ini.”

Pengadilan berusaha membuktikan pengakuan Shiraishi bahwa semua pembunuhan dilakukan dengan persetujuan korban, yang sudah koordinasi terlebih dulu lewat Twitter.

Pesan Misterius 'Pembunuh Zodiac' Telah Terpecahkan

Klaim itu patah selama sidang, ketika penyidik menampilkan bukti kalau mayoritas korban memberontak serta menderita ketika dicekik pelaku. Shiraishi pun akhirnya mengakui ada beberapa korban yang dia bunuh secara paksa, berbeda dari pengakuan pengacara yang menyebut sebagian reaksi korban adalah “refleks tubuh” ketika kesakitan.

Shiraishi sudah menjalani serangkaian tes psikiater, disimpulkan bila dia sehat secara mental serta bisa meneruskan persidangan. Belum jelas kapan jadwal eksekusi dijalankan.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE World News