FYI.

This story is over 5 years old.

Psikologi

Cara Memastikan Seseorang Masuk Kategori Psikopat Atau Cuma Brengsek Doang

Kadang kalian pasti kepikiran, "jangan-jangan gue ini psikopat ya?!" Nah, James Fallon sebagai pakar syaraf dan seorang psikopat betulan menjelaskan apa saja kriterianya.
Ilustrasi foto oleh Michela Ravasio via Stocksy

Artikel ini pertama kali tayang di Broadly.

Seumur hidup, entah berapa kali orang meneriaki saya "psycho!" Salah satu mantanku malah bilang rentetan kelakuanku selingkuh menunjukkan kalau saya memiliki kecenderungan psikopatik. Lalu, ada juga seorang mantan yang tak sengaja bertemu saya dalam sebuah ruanganpenuh orang, mukanya langsung pucat. Tak lama kemudian, batang hidungnya menghilang begitu saja (asal tahu saja, dia orang yang sama yang bilang saya bikin dia jadi pecandu obat-obatan terlarang). Lalu ada kolega kerja yang pernah dengan santai bialng saya akan berada di "posisi Tony Blair" di masa depan. Sayang, ketika saya mencecarnya apakah ucapannya merupakan pujian, dia seperti merasa tak nyamana.

Iklan

Kita semua kerap menyangka seperti apa seorang psikopat itu—entah pria metroseksual narsis bernama Patrick Bateman, pembunuh berdarah dingin, serta president Amerika Serikat saat ini. Belakangan daftar orang yang disangka psikopat melebar sampai-sampai mencakup CEO perusahaan besar atau seorang banker bengis. Lalu apa kabar dengan orang-orang taat hukum yang tak enggak pernah bikin pasar saham amburadul atau dipenjara gara-gara menggantung neneknya? Apakah mereka juga diam-diam seorang psikopat? Dan tentu saja pertanyaan paling pentingnya adalah, butuh sepyscho apa agar kita bisa digolongkan sebagai seorang psikopat?

Dr. James Fallon, seorang ahli syaraf dari University of California neuroscientist sekaligus penulis buku The Psychopath Inside: A Neuroscientist's Personal Journey into the Dark Side of the Brain, punya jawaban menyakinkan atas pertanyaan-pertanyaaan ini. Beberapa tahun lalu, gara-gara tak sengaja melihat hasil pemindaian otak di kantornya, Fallon mendadak sadar bahwa otaknya lebih mendekati otak pembunuh berantai ketimbang orang biasa. Kendatu peneliti percaya bahwa hanya ada 1 persen manusia dari seluruh populasi yang benar-benar psikopat, Fallon mengatakan bahwa ada sekitar 5 sampai 7 persen populasi manusia yang "nyaris psikopat" seperti dirinya. Fallon sendiri menganggap dirinya sebagai psikopat "prosocial"—seorang yang nyaris bisa dikategorikan sebagai psikopat namun tetap bertingkah baik seperti manusia normal, tak pernah membunuh, menyiksa orang atau melakukan aktivitas lain yang sering diasosiasikan dengan psikopat.

Iklan

Hal pertama yang Fallon ungkapkan langsung mencengangkan. Katanya, semua perilaku yang membuat seseorang mengumpat "psycho!" pada orang lain tak ada urusannya sama sekali dengan tanda-tanda psikopat betulan. "Psycho itu kan artinya gila atau sinting," ujarnya. "Psikopat sejati malah sebaliknya. Orang memiliki kemungkinan malah sangat terkontrol dan lici. Psikopat tak menunjukkan emosi entah karena konsumsi alkohol atau penyalahgunaan obat-obatan, IQ yang rendah atau kerusakan jaringan otak—mereka bisa jadi "psycho" atau tiba-tiba tak terkendali, tapi seringnya sih mereka berakhir di penjara ketika berumu 18 tahun."

Periset psikiatrik seperti Fallon banyak terpengaruh oleh David Hare, seorang psikolog kriminil ternama yang mempelajari para kejahatan dan menemukan 20 perilaku khas para psikopat. Beberapa perilaku yang dimaksud diantaranya pandai bicara, memiliki pesona di atas rata-rata, emosinya dangkal, mengelak bertanggung jawab, mudah bosan, perilaku seksual bebas, tendensi licik/manipulatif, impulsif serta tak bertanggung jawab.

Perilaku ini terdengar familiar di kuping saya. Seperti tukang selingkuh kambuhan, kamu harus sudah sangat bosan, doyan menggoda, impulsif, gampang tidur bareng orang lain tanpa sepengetahuan pasanganmu. Kamu minimal harus lumayan punya pesona dan culas untuk bisa a) tidur dengan orang lain dan b) melakukannya tanpa ketahuan pasangan.

Langkah pertama yang bisa dilakukan untuk memastikan diri kita seorang psikopat atau bukan adalah dengan "menemukan seorang psikiatris yang paham tentang hal ini dan mina mereka melakukan diagnosa pada diri anda. Tak ada jalan lain. Anda bisa mencoba tes-tes online, tapi semua tes itu tak ada yang serius."

Iklan

Selain lewat tes formal dan analisis psikiatris, Fallon mendapatkan diagnosis bahwa dirinya nyaris seorang psikopat melalui cara yang lebih straightforward: bertanya pendapat orang lain tentang dirinya ("mantan pacar, saudari-saudarku, saudaraku, pokoknya semua orang"). Setelah Fallon menyakinkan mereka tak akan naik pitam sedikitpun, "mereka akhirnya mengaku terus terang apa pendapat mereka tentang dirinya." tenyata, mayoritas dari orang yang ditanyai Fallon mengira dia seorang psikopat.

Fallon juga mengawasi tindak-tanduk teman-temannya ketika mereka mengira tak ada yang melihat mereka. "Aku menemukan perempuan dan laki-laki seusiaku banyak melakukan pengorbanan..mulai dari menolong yang tertimpa masalah meski karena kecerobohanya sendiri atau pergi melayat. Mereka berkorban dan itu jarang diketahui orang lain. Aku sih tak akan mengerjakan hal serupa." Fallon, sebaliknya, mengatakan bahwa dia dengan dengan senang hati menelepon untuk menyampaikan alasan—bohong tentunya—agar tak perlu pergi acara pemakaman dan bisa asik-asikan pesta.

Fallon mengisi seminar tentang psikopat. Screencap via Youtube.

Fallon pun mulai mengamati interaksi sehari-hari dengan sang istri, dari satu momen ke momen lainnya. "Tiap kali ada pilihan untuk tidak ribut, aku akan memilih yang paling egois." aku Fallon, "selalu seperti itu."

Siapapun bisa menerapkan tes ini pada dirinya sendiri, kata Fallon. Tiap manusia melakukan tindakan menyenangkan yang memperhitungkna perasaan orang lain—seperti membersihkan kamar kosan yang kamu tinggali bersama teman. Psikopat tak merasa perlu bertindak serupa.

Iklan

"Jika kamu memiliki tendensi psikopat, kau tak perlu melewati sistem limbik dan berpikit tentang cara menyakiti orang lain," jelasnya. "Kamu bertindak begitu cepat. Kamu terlihat sangat cerdas karena hampir tak memerlukan waktu sama sekali untuk menyakitu orang. Ini yang dikira sebentuk kecerdasan di atas rata-rata, padahal bukan sama sekali—kamu tak mau peduli!"

Ya Tuhan, pikir saya, jangan-jangan saya seorang psikopat? Setelah bercerita pada Fallon segala hubungan yang pernah saya jalani di masa lalu—termasuk sebuah episode memalukan ketika saya diputuskan gara-gara mantan saya sadar kami pertama kali bertemu tepat setelah saya mengakhiri one night stand pada hari Valentine—Fallon cuma tersenyum dan keluar kata-kata ini dari mulutnya, "Nah itu dia! Kamu tak perlu menjadi seorang psikopat sejati. Kamu bisa jadi cuma separuh psikopat."

"Aku merasa diriku cuma lelaki biasa yang tak aneh-aneh," ujarnya. "Nyatanya tidak."

Terus bagaimana jika saya merasa sangat engga enak setelah mantan saya tahu? (asal kamu tahu Alex, aku masih merasa enggak enak, maaf ya Lex).

Bagi Fallon, itu hal yang sama sekali berbeda. Sebenarnya tak ada yang namanya tindakan psikopatik. "Psikopati murni tentang konteks dan reaksi terhadap konteks. Mantamu marah. Orang lain merasa tersakit—ketika kamu bodo amat dengan kenyataan ini, itu bisa digolongkan sebagai psikopati. Jadi bukan tindakannya (yang mengakibatkan orang tersakiti) itu sendiri."

Iklan

Fallon percaya bahwa kalau kita yakin banget bahwa kita seorang psikopat, maka kenyataan kemungkinan besar bertolak belakang. Mayoritas psikopat menolak dikatakan punya gangguan kejiwaaan. Alhasil, tak aneh jika hasil swa-diagnosa Fallon bikin kaget, "Aku merasa diriku cuma lelaki biasa yang tak aneh-aneh," ujarnya. "Nyatanya tidak."

Lalu, jika terdeteksi sebagai seorang psikopat dan setidaknya memiliki kecenderungan psikopat tapi kamu jeri menghabiskan hidup di penjara dan suka bergaul dengan orang lain, apa yang mesti kita lakukan?

"Tiap kali memulai interaksi dengan orang, aku berpikir kira-kira orang biasa yang baik bakal bertindak apa?" tutur Fallon. "Aku mencamkan ini pada diri sendiri, 'Tiap hari aku harus melakukan ini, aku harus menekan insting natural saya, begitulah saya mengatasinya."

"Suara hatiku yang sebenarnya seperti ini: tak ada yang bisa melakukan in. aku sangat pintar. Cuma aku yang bisa melakukannya," Imbuhnya." Jadi, aku manfaatkan kenarsisanku untuk mendorong insting psikopatku. Ini sudah seperti permainan tersendiri bagiku."

Sejatinya, psikopat parsial and prosocial seperti Fallon bisa sangat berguna bagi masyarakat. Mereka memiliki sifat psikologis yang dikagumi banyak orang: "fearless dominance." dalam definisi Psychology Today, sifat ini dijabarkan sebagai "kecenderungan untuk menjadi berani yang mencakup keberanian menjadi mendominasi dalam situasi sosial, keberanian mengambil resiko fisik dan kebal terhadap rasa gelisah."

"Kebanyakan orang menganggap sifat ini sebagai penanda karisma dan kemampuan memimpin," tegas Fallon. "Dan kita punya kecenderungan untuk memperkerjakan dan memilih orang yang bisa bekerja pada kita."

Lalu bagaimana dengan diri saya? Saya memang kerap tak mau bertanggung jawab dan agak narsis dalam menjalani hubungan, tapi setidaknya saya bisa merasa bersalah. Itu menunjukan saya bukan seorang psikopat.

Barangkali saya cuma brengsek. Itu saja.