Rokok Elektrik

Ganja Cair Terus Menghantui Bisnis Vape di Indonesia

Akibat peredaran ganja cair itu, BNN jadi mengawasi bisnis rokok elektrik. Pengusaha vape ketar-ketir.
Liquid Ganja Terus Menghantui Bisnis Vape di Indonesia
Kolase oleh VICE. Ilustrasi mariyuana dan vape via Shutterstock.

Ancaman terbesar komunitas pengisap rokok elektrik, biasa disebut vape, justru bukanlah pembela industri tembakau melainkan penikmat mariyuana. Ganja dan vape sebetulnya dua segmen pasar yang berbeda, namun ketika digabung, yang terjadi selanjutnya bencana bagi semua pihak. Sebab, pemerintah, khususnya Badan Narkotika Nasional (BNN), berniat mengawasi ketat industri yang baru tumbuh ini.

BNN Jawa Barat, ambil contoh, kini secara spesifik memantau toko-toko yang menjual cairan vape (alias liquid) yang ditengarai mengandung ekstrak mariyuana. "Kita punya pengawasan counter-counter vape karena disinyalir dan sudah banyak terbukti vape itu bahan cairannya sudah dicampur dengan narkotika, baik narkotika jenis gorila, ganja maupun sabu-sabu," ujar Sufyan Syarif yang menjabat sebagai Kepala BNN Jabar dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.

Iklan

Awalnya keberadaan liquid ganja dianggap hanya desas-desus. Pertengahan 2017 sempat ramai dengan narkoba yang berkedok cairan vape dengan sebutan Liquid High. Cairan ini bisa membuat pemakainya merasa melayang-layang, efeknya sama seperti ganja.

Sejak akhir 2018, kecurigaan aparat kian terbukti. Pengiriman ganja cair hasil impor dari Jerman berhasil diungkap di Surabaya. Setelah diteliti BNN, Efek ganja cair lebih kuat dibanding ganja daun. "[Ganja cair] muncul sejak maraknya rokok elektrik tersebut," kata Sulistiandriatmoko, humas BNN, ketika dihubungi Tirto.id. Jalur importasi ganja cair juga tak terbatas dari satu negara. Awal 2019, aparat juga berhasil menyita kiriman liquid mariyuana Amerika Serikat.

Alhasil, sikap BNN kian skeptis pada industri vape Tanah Air. Lembaga ini sejak enam tahun lalu bahkan sudah mengungkapkan ketidaksukaan pada rokok elektrik karena rentan dimodifikasi untuk konsumsi narkoba.

Kepala Pusat Laboratorium Narkotika BNN, Mufti Djusnir, mengatakan rokok elektrik menurut pantauannya sudah disalahgunakan sejak 2013. Baginya, cairan yang digunakan pada rokok elektrik mempunyai peluang besar menjadi kamuflase para pecandu narkoba. "Yang diatur saja disalahgunakan, apalagi yang dibebaskan," ucap Mufti Djusnir.

Perkembangan situasi ini jadi pantauan orang-orang yang berbisnis vape. Salah satunya pemuda di Bandung yang memiliki bisnis produksi liquid bermerek AR Brew, Raden Dera Rachelra Surya. Dia bilang, munculnya ganja cair memang mengganggu citra industri secara keseluruhan. Sejak marak konsumsi vape tujuh tahun lalu di kalangan millenial, mulai menjamr gerai-gerai yang menjual liquid buatan rumahan sendiri, dengan harga yang relatif lebih ramah di kantong daripada harus beli liquid impor. Celah ini lah yang dimanfaatkan sebagian penjual menjajakan ganja cair.

Iklan

"Para penjual dan pembuat liquid yang dicampur narkoba ini kayaknya hanya mengejar keuntungan. [Ganja cair] lima kali lipat harganya, tapi lima lipat lebih sedikit jumlahnya dari liquid yang selama ini biasa beredar," kata Dera kepada VICE.

Bandung secara spesifik jadi target pengawasan BNN karena kota ini salah satu produsen liquid rokok elektrik terbesar di Indonesia. Di Bandung, berbagai komposisi standar untuk bahan liquid sih flavoring essence, propylene glycol, vegetable glycerine tersedia. Sedangkan di Indonesia, bisnis vape selama dua tahun terakhir berkembang pesat. Berdasarkan data terbaru, industri rokok elektrik memiliki 300 produsen likuid dalam negeri, lebih dari 100 produsen alat dan aksesoris, lebih dari 150 distributor dan importir, serta lima ribu pengecer.

"Kita yang susah payah bangun usaha produksi liquid dari nol sampai sekarang, membangun lab produksi yang terstruktur, mengikuti segala prosedur sesuai standar bea dan cukai, agar bisa dipasarkan secara nasional, eh seenaknya oknum merusak citra kita dengan mereka mencampurkan narkoba lalu dijual secara umum," imbuhnya.

Martin, direktur marketing Hero57 di Jakarta yang mendistribusikan liquid, berpendapat serupa. Penjual ganja cair beroperasi di level individu. Alhasil, pengawasan amat sulit dilakukan. Pengusaha vape sebetulnya sudah membentuk organisasi, bernama Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI). Salah satu isu yang mereka hadapi adalah persebaran ganja cair. "Saya pribadi sudah mendengar isu liquid bernarkoba sejak sekitar 2015," ujarnya pada VICE. Tapi Martin optimis distribusi liquid high atau sejenisnya sudah semakin sempat celahnya.

"Adanya pelekatan pita cukai pada liquid vape, yang notabene menjual liquid tanpa cukai berarti sudah termasuk kegiatan melanggar hukum," kata Martin. "Liquid bercukai untuk produksi dan distribusi sudah berada dibawah pengawasan pihak bea cukai."

Sekitar dua tahun lalu, ruang gerak pelaku bisnis vape sempat terganggu secara keseluruhan akibat merebaknya isu ganja cair. Kini, kondisi membaik tapi tak tetap membuat pengusaha waswas. Minimal, citra industri masih negatif di kalangan awam. Kecuali memang, Indonesia mengikuti jejak Thailand untuk mulai melonggarkan aturan hukum seputar mariyuana.

Dera pun kini hanya bisa berharap komunitas vape tidak coba-coba melanggar hukum. "Jika masih ingin menghisap vape, dapat keuntungan dari bisnis liquid, bahkan semua dunia per- vape-an di Indonesia, nasibnya ada di tangan para penikmatnya."