Perlindungan Privasi

40 Festival Musik Besar Berikrar Takkan Gunakan Teknologi Pengenalan Wajah

Ini kemenangan bagi para aktivis privasi yang menolak penggunaan teknologi pengenalan wajah di ruang publik. Acara konser kayak Coachella dan Bonnaroo sempat jadi incaran teknologi macam itu.
AN
Diterjemahkan oleh Annisa Nurul Aziza
Jakarta, ID
Gambar ilustrasi pertunjukan musik
Ilustrasi konser musik via Getty Images.

Perjuangan aktivis dan musisi Amerika Serikat dalam menggalakkan kampanye anti-penggunaan teknologi pengenalan wajah telah membuahkan hasil. 40 festival musik terbesar di dunia—termasuk SXSW, Coachella, Pitchfork dan Bonnaroo—telah berjanji takkan menggunakan teknologi tersebut dalam acara mereka.

“Selain mempelajari bahaya teknologi pengawasan seperti pengenalan wajah, kita juga perlu mengetahui langkah yang tepat untuk menghentikannya,” kata Evan Greer, wakil direktur kelompok advokasi hak digital Fight For the Future, kepada Motherboard.

Iklan

Kemenangan mereka adalah kemunduran besar pertama bagi perusahaan teknologi pengenalan wajah komersial di Amerika Serikat. Hal ini dapat memiliki efek riak di luar industri.

Dalam beberapa tahun terakhir, hidup kita rasanya bagaikan berada di dunia Orwell. Perusahaan pengawasan biometrik dan kapitalis ventura kini telah merambah pertunjukan musik di Amerika dan memasarkan teknologi pengenalan wajah mereka guna mempersingkat antrean penonton.

Akan tetapi, musisi dan aktivis mengkhawatirkan keberadaan alat-alat semacam itu. Tom Morello (anggota Rage Against the Machine), Glitch Mob, dan Speedy Ortiz memimpin kampanye tersebut. Mereka menuntut agar promotor konser melarang penggunaan teknologi yang dapat mengawasi penonton akan penggunaan narkoba, menargetkan mereka sebagai sasaran iklan spesifik, atau disalahgunakan untuk hal lainnya. “Saya enggak mau para penggemar di konserku diawasi Big Brother, terlebih lagi kalau sampai mereka dideportasi dan dipenjara [gara-gara teknologi ini],” bunyi twit Morello pada September.

Ticketmaster bahkan sudah mundur dari perusahaan teknologi pengawasan yang rencananya akan mengembangkan pemindai wajah penonton supaya mereka tak perlu lagi mengantre masuk venue. Perusahaan bernama Blink Identity itu pernah mengembangkan teknologi pengenalan wajah militer AS saat perang di Afghanistan. Blink Identity menjelaskan dalam situs webnya kalau mereka “sudah puluhan tahun menciptakan dan menyebarkan sistem identifikasi biometrik skala besar untuk Departemen Pertahanan di Timur Tengah.”

Iklan

Menanggapi tuntutan untuk mengakhiri hubungannya dengan Blink Identity, perusahaan penjualan tiket itu mengeluarkan pernyataan akhir September lalu yang berbunyi, “Ticketmaster selalu mencari cara baru meningkatkan pengalaman penggemar. Meski saat ini kami tak ada rencana menggunakan teknologi pengenalan wajah di venue ‘klien’, kami ingin meyakinkan bahwa setiap pertimbangan yang kami ambil di masa depan akan membebaskan para penggemar untuk memilih sendiri.”

“Perusahaan teknologi dan lembaga penegak hukum ingin kita mengira hidup di bawah pengawasan teknologi adalah sesuatu yang tak dapat dihindari,” kata Greer. “Mari buktikan kalau mereka salah. Kami ingin semua orang mengetahuinya dan bergabung melawan teknologi pengawasan yang menyerang kehidupan kita.”

Setelah promotor konser memindai dan menyimpan wajah penonton, informasi mereka bisa saja direbut penegak hukum dan agen imigrasi. Penelitian membuktikan sistem pengenalan wajah sering salah mengidentifikasi orang kulit berwarna dan menyerang mereka-mereka yang jenis kelaminnya tidak sesuai dengan model biner teknologi.

Burning Man, Outside Lands, dan Boston Calling belum mengikuti jejak ke-40 festival musik tersebut. Pada 2013, Boston Calling menjadi tempat uji coba program pilot pengenalan wajah rahasia yang dioperasikan oleh Kepolisian Boston. Ribuan wajah penonton dipindai teknologi tersebut tanpa mereka sadari.

Artikel ini pertama kali tayang di Motherboard