FYI.

This story is over 5 years old.

Kebiasaan Kerja

Sori Ya, Kerja Sambil Mendengar Musik Bisa Mengurangi Produktivitasmu

Temuan ini berlawanan sama perasaan kalian yang yakin musik bikin semangat kerja. Masalahnya bukan di musik, tergantung apakah lagu yang kalian dengar pas kerja ada liriknya.
Foto ilustrasi oleh Milles Studio/Stocksy

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic.

Banyak orang, mungkin juga termasuk kalian, terbiasa mendengar musik saat bekerja, dengan anggapan (atau harapan?) dapat membantu kita berkonsentrasi pada tugas yang sedang dikerjakan. Faktanya, riset yang belum lama dipublikasikan menyimpulkan musik bisa membantu kreativitas. Akan tetapi, dalam aspek performa lain, termasuk pekerjaan, adanya musik memiliki dampak yang lebih rumit terhadap pendengarnya. Asumsi mendengarkan musik saat bekerja bisa berdampak positif bermula dari yang disebut “efek Mozart”. Istilah ini menarik perhatian media pada awal 1990'an. Intinya begini: kinerja rotasi spasial (semacam kemampuan imajinasimembolak-balik bentuk 3D untuk mencari kecocokan) di dalam pikiran seseorang langsung meningkat setelah mendengarkan musik Mozart, dibandingkan bila mereka mendengar instruksi relaksasi atau tidak ada suara sama sekali. Itulah mengapa pejabat di AS sampai mendorong orang mendengarkan musik di setiap kesempatan. Misalnya Gubernur Negara Bagian Georgia, Zell Miller, yang pernah menggelar pemberian CD Mozart gratis pada calon orang tua. Penelitian-penelitian selanjutnya mempertanyakan perlunya musik Mozart demi memproduksi efek peningkatan fokus otak. Mulai dari dari “efek Schubert,” “efek Blur,” sampai bahkan “efek Stephen King” (buku-audionya lho, bukan nyanyiannya) ikut-ikutan diteliti. Selain itu, musisi menurut pengamatan ilmuwan menunjukkan efek peningkatan kerja otak, dengan cara membayangkan musiknya, alih-alih benar-benar mendengarkannya. Para peneliti kemudian menyatakan “efek Mozart” yang membuat kinerja seseorang ketika melakukan suatu tugas meningkat, tidak semata-mata dipicu musiknya, melainkan ada pengaruh juga yang besar dari suasana hati seseorang. Jadi, hal ini kemudian menjadi “efek suasana hati dan rangsangan.” Setelah dibilang musik itu bagus, hasil penelitian menyarankan sebaliknya, bikin mood-mu bagus dulu, baru bekerja dalam diam. Tentu saja, kesimpulan ini sulit sekali oleh para pekerja. Mungkinkah kita duduk dan mendengarkan musik, menghentikannya, lalu mulai bekerja dalam keheningan? Seringnya, kita bekerja sambil mendengarkan lagu favorit pakai earphone kan. Apa saja dampak bebunyian pada kinerja manusia telah menjadi topik penelitian laboratorium selama lebih dari 40 tahun. Penelitian terbaru tempo hari mengamati fenomena yang disebut efek suara tidak relevan. Pada dasarnya, efek ini berarti bahwa kinerja seseorang menurun saat mengerjakan tugas sambil mendengarkan suara (yang tidak relevan alias kita abaikan), alih-alih dalam kesunyian. Untuk mempelajari efek suara tidak relevan, peserta diminta melengkapi sebuah tugas sederhana: mereka diminta mengingat serangkaian angka atau huruf dengan urutan sesuai yang mereka lihat. Mirip dengan mengingat nomor telepon ketika kita sedang tak punya pulpen dan kertas. Pada umumnya, orang-orang berhasil melakukan tugas ini dengan menyebutkan rangkaian tersebut secara nyaring. Yang sedikit rumit adalah ketika kamu melakukan tugas ini sambil mengabaikan suara latar apapun. Dua karakteristik penting dari efek suara tidak relevan diperlukan untuk pengamatannya. Pertama-tama, tugas ini mengharuskan seseorang menggunakan kemampuan pendengaran secara maksimal. Alasan kedua, suara ini mesti mengandung variasi akustik—misalnya, suara-suara seperti “n, r, p” alih-alih “c, c, c.” Kalau suara tersebut tidak terlalu bervariasi secara akustik, kinerja seseorang menjadi mirip dengan saat tidak ada suara. Yang menarik adalah, tidak berpengaruh apakah seseorang menyukai musik yang diputar atau tidak. Kinerja pada dasarnya menurun dengan latar musik.

Iklan

Baca juga:

Suara tidak relevan datang dari upaya otak memproses dua sumber informasi di waktu bersamaan: dari pekerjaan sekaligus dari suara di earphone. Sayangnya, hanya sumber yang pertama yang diperlukan untuk melakukan serangkaian tugas mengingat dan upaya yang dikeluarkan untuk memisahkan informasi dari suara tidak relevan mengurangi kemampuan melakukan tugas tersebut. Konflik serupa juga terlihat saat membaca sambil mendengarkan musik dengan memahami lirik. Dalam situasi ini, dua sumber kata-kata—dari tugas dan musik tersebut—mengalami konflik. Akhirnya, kinerja kita menurun akibat musik dengan lirik. Artinya, kinerja kebanyakan orang saat melakukan tugas sambil mendengarkan musik akan sangat tergantung pada jenis musik yang kita dengarkan dan jenis tugasnya. Memahami hubungan ini akan membantu orang memaksimalkan tingkat produktivitas mereka. Kalau tugas ini membutuhkan kreativitas atau elemen rotasi mental, maka mendengarkan musik yang disukai seseorang dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya, jika tugas tersebut mewajibkan seseorang menghafal sesuatu, lebih baik lakukan hafalan itu dalam hening. Atau, ya, saat kamu lagi membaca, mungkin lebih pas sambil mendengarkan musik instrumental. Tentu saja, musik masih dipercaya memberi dampak positif bagi kinerja otak kita. Terutama bagi anak-anak yang belajar menguasai instrumen musik. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang dilatih secara musikal sejak dini menunjukkan peningkatan dalam kemampuan intelektual. Meski demikian, apa alasan belajar main gitar mempengaruhi kecerdasan seorang anak belum diketahui. Mungkin ini bukan soal musiknya saja yang memberikan efek positif tersebut, namun juga aktivitas yang berhubungan dengan kajian musik. Terutama konsentrasi, latihan berulang kali, dan menguasai teknik dengan belajar sendiri di rumah.

Artikel ini pertama kali tayang di The Conversation. Silakan baca artikel aslinya di sini.