Pernikahan Dini

Dampak Belajar Jarak Jauh, Banyak Siswa SMP-SMA di Lombok Timur Pilih Menikah

Kepsek SMP di Lombok Timur terkejut siswa-siswanya menikah selama PJJ. Pengawasan ortu yang kendor jadi kambing hitam. PBB sudah lama meyakini pandemi bakal memicu lonjakan pernikahan dini.
Angka Pernikahan Dini Pelajar Meningkat di Lombok Timur Akibat Pembelajaran Jarak Jauh
Ilustrasi prokotol kesehatan yang harus dijalani pelajar di Indonesia selama pandemi. Foto oleh Chaideer Mahyuddin/AFP

Pembelajaran jarak jauh (PJJ) diduga berkaitan dengan tren pernikahan bawah umur di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Selama PJJ yang dimulai sejak Maret 2020, sebanyak delapan pernikahan dini dialami pelajar di wilayah ini. Lima di antaranya adalah siswa dari sekolah yang sama, SMP Negeri 5 Selong. Rata-rata pengantin baru ini masih berusia 13-14 tahun. 

“Ini sangat mengejutkan bagi kami karena banyak siswa kami yang menikah. Analisis kami ini ada kaitannya dengan pandemi Covid-19 walaupun memang sebelum pandemi juga ada siswa yang menikah dini. Anak-anak justru mainin hape untuk chatting-chatting,” ujar Kepala Sekolah SMPN 5 Selong Sri Pancarina M., Rabu (19/8), kepada iNews.

Iklan

 Jumlah pernikahan dini di Lombok Timur bisa lebih banyak dari data resmi, karena di satu madrasah aliyah saja, ada empat siswa yang menikah dini selama pandemi. Hal ini diungkapkan oleh kepala sekolah MA tersebut yang tak mau disebut namanya. 

“Jujur saja, selama libur ini berbagai persoalan yang muncul di kami, terutama banyaknya siswa yang menikah,” ucap si kepala MA kepada Radar Lombok, Senin (10/8). 

Kecenderungan serupa juga berlaku di kabupaten tetangga, Lombok Utara: 40 siswa SMA menikah sepanjang PJJ yang belum diketahui kapan akan berakhir. Masih menurut kepala MA tadi, fenomena ini terjadi di banyak sekolah, namun biasanya ditutupi. Ia mensinyalir, pernikahan dini marak karena anak tak diawasi orang tua yang sibuk bekerja. 

Apakah angka pernikahan dini naik selama pandemi? Apakah pernikahan dini selama pandemic terjadi karena pergaulan anak-anak kebablasan? Untuk menjawabnya, mari beralih ke Jawa. Di Jawa Tengah, pengadilan agama sejumlah kabupaten telah mengekspose data dispensasi umur untuk menikah. Datanya naik ekstrem, dari tiga sampai enam kali lipat.

Tapi penyebabnya adalah batas usia minimal pernikahan yang dinaikkan sejak tahun lalu. Jika menengok di Batu, Jawa Timur, walau separuh tahun 2020 sudah menyumbang 52 siswa putus sekolah dengan salah satu sebab adalah pernikahan dini, namun dari tahun ke tahun kejadian putus sekolah karena menikah memang selalu terjadi.

Iklan

Laporan sementara United Nations Populations Fund, yang dirilis April lalu juga tidak menghubungkan langsung pandemi dengan pernikahan dini. Lembaga di bawah naungan PBB ini memang memprediksi pandemi Covid-19 akan menaikkan angka pernikahan dini di seluruh dunia menjadi 13 juta pernikahan pada 2030 nanti. Akan tetapi ini karena pandemi mengganggu usaha-usaha kampanye menghentikan tren pernikahan dini.

 Ketimbang merujuk masalah pergaulan bebas, pernikahan dini lebih berkorelasi dengan tingkat ekonomi. Menurut dosen FH Unpad Sonny Dewi Judiasih dalam webinar tentang dispensasi nikah selama pandemi, pernikahan dini lebih sering terjadi pada perempuan miskin berpendidikan rendah di pedesaan.

“Para pekerja yang juga orang tua tersebut sering kali mengambil alternatif jalan pintas dengan menikahkan anaknya pada usia dini karena dianggap dapat meringankan beban keluarga,” terang Susilowati Suparto, sesama dosen FH Unpad yang juga jadi pembicara di acara tersebut. Dengan latar demikian, situasi ekonomi yang memburuk karena pandemi lebih berkorelasi mendorong angka kawin dini terus melesat ketimbang pergaulan bebas. 

Pernikahan dini adalah masalah menahun di Indonesia. Sebanyak 300 ribu pernikahan dini terjadi setiap tahun, menempatkan Indonesia di peringkat ke-2 negara dengan pernikahan dini terbanyak di Asia Tenggara.

Menurut Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, pernikahan dini di Indonesia bahkan sudah setara bencana nasional. Seperti lingkaran setan, dari sudut pandang ekonomi, pernikahan dini kerap terjadi karena kemiskinan yang berpotensi melahirkan kemiskinan baru.

"Anak perempuan setelah hamil dan melahirkan akan malu untuk bersekolah. Maka putus sekolah akan terjadi. Jika mereka dari keluarga miskin, maka akan muncul kemiskinan baru karena mereka belum memiliki pekerjaan untuk menghidupi diri," ungkap Kepala Pusat Studi Gender dan Anak Jawa Tengah Indra Kertati.