FYI.

This story is over 5 years old.

Teknologi DIY

Pakai Headphone Ini Supaya Kamu Punya Kemampuan Super Kayak Lumba-Lumba

Dengan teknologi 'bone conduction' pakar kelautan Andrew Thaler merancang headphone yang bikin manusia bisa melacak lokasi secara akurat seperti lumba-lumba.
Image courtesy Andrew Thaler. Photo credit: A. Freitag 

Lumba-lumba, beserta setidaknya 65 spesies ikan paus bergigi lainnya, memanfaatkan lemak akustik yang terdapat pada bagian kepalanya untuk menerjemahkan bunyi klik yang terpantul dari obyek untuk memahami kondisi spasial di sekitarnya. Alih-alih menggunakan mata, lumba-lumba "mendengar" dengan rahang mereka yang juga memiliki lemak akustik.

Ilmuwan kelautan Andrew Thaler baru-baru ini merancang headset yang bisa mensimulasikan bagaimana lumba-lumba melihat di bawah permukaan air. Dengen alat ini, pengguna akan diajarkan melihat bukan lewat bola mata, tetapi lewat gendang telinga bekat bantuan echolocation buatan dan konduksi tulang.

Iklan

Tak ada lemak akustik dalam kepala manusia—pun bentuknya tak menjendol seperti kepala lumba-lumba, namun kita bisa mendengar seperti lumba-lumba dengan bantuan bone-conduction headphone. Cuma lantaran kita terlahir sabagi manusia bukan seekor spesies pintar di laut, kita butuh sedikit penyesuaian agar kita merasakan kemampuan ekolokasi lumba-lumba.

Thaler merancang selarik Light Detection and Ranging (LiDAR) untuk memberi gambaran kasar bagaimana lumba-lumba memanfaatkan kemampuan ekolasi. Thaler menggunakan ranging detector dari sebua drone yang bisa mengenali rintangan sejauh 12 meter, dan menggabungkannya dengan bone-conduction headphone, sebuah microcontroller board Arduino serta sebuah ampli digital kecil guna mensimulasikan suara klik yang dibuat oleh lumba-lumba dan serta bagaimana mereka menerimanya kembali.


Tonton dokumenter VICE soal hobi berbahaya orang tajir di Timur Tengah memelihara singa dan harimau dalam rumah. Hobi ini membahayakan populasi satwa juga lho:

Walaupun rangkaian buatan LIDAR, pengguna bisa mendengar ping mirip sonar yang frekuensinya menguat seiring makin dekatnya seorang pengguna pada sebuah obyek. Dengan demikian, menurut Thaler, pengguna bisa menemukan jalan lewat extra-sensory ping yang ditransmisikan langsung di ke otak.

Tentu saja kita bakal kesusahan "menemukan jalan" di permukaan tanah dengan mengandalkan headphone tersebut. Thaler menganggap alat ini dibuat cuma untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pembelajaran semata. Tak ada niatan untuk membuat sebuah perangkat yang benar-benar bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari—lagipula, kalaupun jadi, alat ini paling mentok jadi mainan para nerd.

Iklan

Thaler mendapatkan inspirasi untuk membuat DolphinView—begitu Thaler memberi nama alat buatannya—saat menghadiri acara Make for The Planet, sebuah acara konservasi alam, di Kalimantan beberapa waktu lalu. "Jujur saja, mungkin manfaat terbesar yang bisa diambil dari proyek seperti bukanlah produk akhirnya, yang banter jadi mainan nerd, tapi pembuatan parangkat DIY-STEM," ujarnya.

"Menurut saya, para siswa akan mendapat banyak pelajaran saat membangun alat ini. Mereka bisa belajar memprogram Arduino agar bisa berkomunikais dengan LIDAR. Mereka juga bisa belajar membangun sirkuit audio dan charging agar perangkatnya bisa bekerja. Hal ini tak bisa mereka pelajari saat mengenakan kacamata SONAR," katanya.

Thaler merilis headphone ekolokasi DIY ini sebagai sebuah proyek sumber terbuka di Github dan Thingiverse, barangkali biar semua orang bisa merasakan jadi Aquaman di lahan yang kering.

Artikel ini pertama kali tayang di Motherboard