Tradisi Pernikahan

Pemerintah Tiongkok Larang Tradisi Vulgar Pengantin Baru Ditelanjangi Tamu

Permainan tak senonoh ini biasa diikuti teman dekat mempelai buat seru-seruan, tapi kerap berujung pada pelecehan seksual.
Foto ilustrasi pengantin baru
Foto: Noel Celis / AFP

Pesta pernikahan di Tiongkok biasanya dirayakan meriah dengan permainan yang melibatkan pengantin baru. Permainan ini ada beragam jenisnya, dari senang-senang biasa sampai penghinaan total, dan dimulai baik sebelum pengantin keluar rumah maupun selama perjamuan.

Sayangnya, permainan ini sering kali bersifat tak senonoh, seperti menelanjangi pengantin dan mengurung mereka dalam selimut, atau menyuruh pengantin perempuan makan sosis sambil berjongkok di bawah selangkangan suaminya.

Iklan

Pejabat kota Zouping di Provinsi Shandong kini melarang warganya menelanjangi, mengikat atau merantai pengantin ketika menghadiri pesta pernikahan. Kebijakannya dibuat di tengah meningkatnya kecaman terhadap tradisi vulgar tersebut.

Tamu undangan juga dilarang mempermalukan atau melecehkan pengantin perempuan dan pengiring pengantin. Mereka tak boleh sembarangan mencium dan memeluknya. Selain itu, tamu tak lagi bisa menuang “benda asing” ke tubuh pengantin, dan memaksa mereka melakukan pertunjukan atau memakai papan “tidak senonoh”. Menurut imbauan, para pelanggar akan mendapatkan sanksi atau hukuman pidana.

Larangan ini mencerminkan pergeseran budaya seiring dengan meningkatnya kesadaran generasi muda di perkotaan betapa problematis tradisi tersebut. Meskipun demikian, permainan semacam itu tetap populer di beberapa daerah Tiongkok, khususnya pedesaan.

Tradisinya bisa berakibat fatal. Pada 2018, pengantin laki-laki di Provinsi Guizhou tewas tertabrak mobil ketika berusaha kabur dari teman-teman yang menelanjangi dan menyiram tinta ke sekujur tubuhnya. Mundur ke beberapa tahun sebelumnya, pada 2013, dua pengiring pengantin yang masih remaja di Provinsi Shandong mengalami pelecehan seksual. Pihak berwajib melaporkan salah satu dari mereka menderita gangguan stres pascatrauma (PTSD) akibat kejadian itu. Setidaknya enam laki-laki dipenjara atas tuduhan penganiayaan seksual.

Warganet Tiongkok mendukung peraturan baru itu, walau ada juga yang mempertanyakan apakah pengantin berani melaporkan tamu yang melecehkan mereka ke polisi.

Sosiolog Yang Hu dari Universitas Lancaster menulis artikel untuk The Conversation mengenai tradisi pernikahan ini. Dia menjelaskan permainannya cenderung menyerang perempuan di daerah-daerah yang masih menerapkan norma gender tradisional, dan laki-laki di daerah yang lebih liberal. 

“Seks masih dianggap tabu di Tiongkok, tapi pesta pernikahan tampak mewajarkan ekspresi hasrat seksual bagi sejumlah laki-laki, yang berujung pada pelecehan dan kekerasan seksual,” tulisnya, menambahkan bahwa banyak korban perempuan yang memilih diam dan tidak melaporkan kasusnya.

Follow Viola Zhou di Twitter.